Seorang pemuda bertubuh kurus dan tingginya sekitar 187 cm dengan tatanan rambut yang sedikit acak-acakan sesuai dengan raut wajahnya yang membuatnya terlihat begitu tampan dengan rahang kokoh yang membuatnya terlihat begitu bijak sedang berjalan dengan amat tergesa-gesa, berjalan di tengah deretan pemukiman yang begitu padat, banyak orang yang lalu lalang, dan ada juga yang sedang berbincang- bincang di teras depan, tanpa dia pedulikan orang disekitarnya, ia terus berlalu hingga ujung gang.
Ia melirik jam tangan yang menempel di pergelangan tangannya, jam itu begitu bersejarah baginya, karena jam itu merupakan hadiah pertamanya dari pamannya sewaktu ia masih duduk dibangku SMA, karena mendapatkan peringkat pertama di sekolahannya untuk prodi IPS. Jam sudah menunjukkan pukul 10.10, itu artinya ia sudah terlambat untuk mengikuti mata kuliah EM, dia terus berlari kecil sambil membawa sebuah tas yang berisi tugas kuliah.
Dosen mata kuliah tersebut adalah seorang lelaki paruh baya yang telah bergelar doctor dari sebuah universitas ternama di Amerika. Tak heran jika dosen mata kuliah tersebut mendapat julukan "killer", sangat disiplin dan tepat waktu. Dia terus berlari hingga pintu masuk salah satu Institute Agama Islam Negeri.
Ia terus berlari ke sebuah gedung yang begitu megah menjulang tinggi ke langit yang diapit oleh gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi bagai menggapai awan dan berjejer rapi di kiri kanannya.
Ia terus berjalan memasukki komplek Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, dengan terus berlari-lari kecil memasuki gedung yang paling megah dan merupakan gedung kebanggaan di fakultasnya, yaitu gedung utama Fakultas Tarbiyah yang terdiri dari 6 lantai. Banyak anak lalu lalang, suasana yang cukup berisik dan terdengar suara mereka karena saat ini, jam pergantian mata kuliah, ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10.20 menit itu tandanya ia sudah sangat terlambat untuk masuk ke kelas. Ia menaiki tangga demi tangga dengan setengah melompat-lompat, karena kelasnya berada di lantai 3, yang sebenarnya bisa dijangkau menggunakan fasilitas lift.
Sampainya di lantai 3, ia berlari ke arah kanan menyusuri lorong yang begitu ramai, dan sampainya di depan kelas ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu, jika mata kuliah ini bukan mata kuliah wajib di jurusannya dan prasyarat menyusun skripsi, dia tidak begitu peduli, karena mata kuliah prasyarat untuk menyusun skripsi dan dosennya sedikit killer serta pelit nilai, dosen satu ini sangat memperhatikan daftar kehadiran untuk prasyarat kelulusanya di samping tugas dan ujian. Di tahun kemarin saja ada mahasiswanya yang mendapat nilai D karena daftar hadirnya banyak yang bolong, padahal mahasiwa itu selalu memenuhi tugasnya. Oleh sebab itu setelat apapun cowok ini ia harus masuk.
Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 10.28, itu tandanya dua menit lagi ia tidak dapat masuk ke kelas dan mengikuti mata kuliah ini. Ia ketuk pintu ruang kelas, dan kemudian minta ijin untuk masuk, detak jantung dan nafasnya belum kembali teratur. Begitu sampai di tempat duduk dosen memerintahkan untuk mengeluarkan selembar kertas dan kuis pun dimulai.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 itu tandanya mata kuliah EM sudah selesai, kemudian pemuda itu bergegas keluar kelas, namun langkah kakinya terhenti ketika salah seorang temannya memanggilnya,
"fin.. mau kemana? Nongkrong dulu yuk!! Di cafetaria" suara Bagus semakin mendekat. ya, mahasiswa asli solo, dengan gaya nya cukup simpel dengan celana jins dan hem biru yang terlihat pas di tubuhnya. Dia adalah teman pertama yang Alfin kenal di semester pertama saat menginjakkan kaki di fakultas ini, mereka sering nongkong di café saat merasa bosan atau sekedar mengisi waktu luang.
"enggak ah gus, gue lagi sibuk banget nih, kapan-kapan aja ya?" jawabnya seraya meninggalkan Bagus yang berada tepat di belakangnya.
"yah gak seru... ok gak masalah,, tapi lain kali lo yang bayarin ya??" saut bagus lagi
"gampang,,, ok semua gue duluan ya" teriaknya seraya berlari kecil meninggalkan ruang kampus dan kembali ke kos, yang sudah bagaikan rumah keduanya.
Ia adalah Alfiano Dimas Septiano, seorang mahasiswa Institute Agama Islam Negeri, yang saat ini sedang menempuh gelar S1 di Fakultas Tarbiyah dengan jurusan Tadris Bahasa Inggris yang saat ini memasuki semester IV, dia merupakan anak sulung dari 3 bersaudara.
Alfin merupakan salah satu mahasiswa yang sering menorahkan prestasi di kampusnya, sehingga dia mendapatkan mengengam beasiswa penuh hingga lulus S1 dari kampusnya. Ia bahkan juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri atau dalam negeri, dan itu merupakan suatu kebanggan bagi keluarganya.
Alfin pernah mengikuti lomba debat dan mendapatkan juara I saat ia masih di semester II, hal itu membuatnya semakin terkenal di kampusnya, terutama di jurusannya. Ia juga sangat aktif mengikuti organisasi yang ada didalam kampus maupun di luar kampus terutama dalam bidang keagamaan, selain itu pria ini memiliki ketampanan yang luar biasa, banyak mahasiswi yang tertarik padanya, namun tak ada satu pun yang ia hiraukan.
Sampainya di kos, jam menunjukkan pukul 12.20 menit, itu tandanya, sudah waktunya sholat dhuhur, ia lepas sepatu dan membuka pintu kamar kosnya, kala suara adzan berkumandang, seketika ia bergegas mengambil wudhu dan mengikuti sholat berjamaah di dekat kosnya. Walaupun tempat kosnya lumayan jauh dari kampus. Alfin tak pernah merasa kesal atau jengkel, ia memilih tempat itu karena dekat dengan mushola, ia hanya perlu berjalan keluar dan di seberang gang kecil terdapat sebuah surau kecil. Ia selalu berusaha mengikuti sholat berjamaah di mushola tersebut, saat sedang tidak menjalankan kuliah.
Selesai sholat, ia membuka laptop dan membuka sebuah e-mail dari sebuah penerbit terkenal di Surabaya. Selain focus kuliah Alfin juga bekerja menjadi seorang editor dari sebuah penerbit ternama, dan juga ia di tunjuk sebagai penerjemah dari sebuah majalah yang terbit setiap minggunya, ia melakukan pekerjaan itu bukan untuk mencari uang tapi ia bekerja itu untuk menyalurkan minat membacanya, dan untuk menghilangkan kebosanannya disaat tugas kuliah menumpuk dan sekalian buat improving skill Englishnya.
Isi dari e-mail itu adalah 3 buah novel yang akan di terbitkan bulan ini jadi Alfin harus mengeditnya sebelum di cetak, sebenarnya ia tidak memiliki banyak waktu luang, tapi ia sangat menikmati pekerjaanya, ia membaca dan sesekali menghapus dan mengganti tulisan yang menurutnya kurang tepat. Dalam waktu 1.30 jam ia berhasil mengedit sekitar 225 halaman dari keseluruhan 589 halaman. Jadi tak butuh waktu lama untuk ia mengedit dan membacanya, ia melirik jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 15.06, ia menandai halaman yang telah dia edit, dan bergegas mandi, jam 15.45 ia memiliki jam kuliah, tepat jam 15.17 ia telah selesai mandi dan memutuskan untuk sholat ashar di mushola sebelum akhirnya berangkat ke kampus. Tak lupa ia membawa sepotong kue yang belum ia habiskan tadi pagi untuk di makan di kampus sebelum jam kuliah di mulai.