"WOI MINGGIR! MINGGIR!"
"AIR PANAS! AIR PANAS! AIR PANAS!"
"COGAN LEWAT! COGAN LEWAT!"
Trio itu membuat lorong menjadi ricuh begitu melihat komisi disiplin hendak datang ke kelas mereka.
Devin, Luis, dan Johan. Ketiganya telah bersahabat sejak kecil, hal itu yang membuat mereka selalu kompak. Berulah bersama dihukum pun sama-sama.
"Buset dah! Dadakan bener nih cek kedisiplinannya, biasanya juga tanggal satu." ucap Devin sambil masih berlari dengan kedua sahabatnya.
"Emang kenapa? Mau tanggal satu apa enggak, sama aja." timpal Johan
"Hahaha, bener juga lo Han," sahut Luis.
Ketiganya sudah berada di pintu gerbang sekolah. Untungnya penjaga sekolah, Pak Kijo tidak ada di sana.
Mereka bertiga kemudian memanjat gerbang sekolah dan keluar.
"Kalian mau kemana?!!!" ucap Greeta yang memanggil-manggil nama ketiganya.
Greeta PoV
Gue mencari-cari trio itu. Pasti kabur lagi. Dengan cepat, gue pergi menuju gerbang. Gue melihat ketiganya sudah keluar dari sekolah.
Pandangan gue teralihkan dengan cowok yang tiba-tiba datang dan dengan santainya membuka gerbang dan pergi melewati gue.
Bukan masalah jika dia anak baik-baik. Tapi sepertinya kelihatannya tidak begitu, cowok itu berpenampilan sangat tidak rapi di mata Greeta, seragam acak-acakan, tidak memakai sabuk ataupun dasi, lalu sepatu warna, memakai gelang, rambut berwarna, dan parahnya lagi, dia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa.
"Eits.. Tunggu dulu," gue menghentikan langkah cowok itu.
"Kenapa?" tanyanya.
"Lo niat sekolah apa enggak sih?" tanya gue.
"Emang kenapa?" tanyanya.
"Lihat lo, kayak preman pasar, bukan anak sekolah."
"Lihat lo, lo cantik juga tapi bukan tipe gue."
"Wah songong!"
"Yang ngomong lebih songong." ucap cowok itu sambil berjalan dengan santai masuk ke sekolah.
* * *
"Ta, lo nggak makan tuh gado-gado." ucap Arin.
"Ta?"
"Greeta?"
Gue meletakkan sendok dengan kasar di atas meja.
"Kenapa sih lo? Kelihatannya lagi kesel banget." tanya Arin.
"Pokoknya gue harus kasih pelajaran tuh anak biar tertib!"
"Trio itu lagi?"
"Bukan, gue tadi pagi ketemu cowok dan dia itu lebih berandalan dari mereka bertiga. Gue kesel banget sama tuh cowok, pingin gue remes-remes tuh orang!"
"Oh, iyakah? Awas nanti lo jatuh cinta lho."
"Apa?! Cowok kayak dia? Impossible!"
"Ta, cinta itu diluar penalaran, semua orang bisa jatuh cinta pada siapapun." gue melihat Arin terkekeh pelan.
"Udah ah! Jangan bahas-bahas lagi!" ucap gue sembari memakan gado-gado.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Regrets
Teen FictionPenyesalan selalu datang di akhir. Ini penyesalan terbesar dan akan menjadi yang terakhir dalam hidup gue. Karena gue akan berhenti berharap, gue akan berhenti untuk mencintai lo. Buat segalanya, gue ucapin terimakasih. Dari mencintai lo, gue belaja...