Jakurai nyaris terkena serangan jantung saat menjawab telefon Hifumi sore itu.
"D- Doppocchin berusaha bunuh diri di kamar mandi--!" Hifumi berkata terbata, suaranya serak dan bergetar, tanda ia baru saja selesai menangis.
"Hifumi - kun, Saya kirimkan ambulan sekarang. Tolong tekan luka Doppo - kun dan ikat kuat - kuat dengan kain. Tahan agar darah yang terbuang tidak semakin banyak." Jakurai mencoba memberi arahan setenang mungkin, walau tangan kirinya, tangan yang tidak ia gunakan untuk menggenggam ponsel, dikepalkan erat - erat untuk menahan tremor.
...
Ambulans dikirim, sirine menjadi saksi bisu isakan Hifumi dan tubuh pucat Doppo saat dimasukan ke dalam mobil.
...
Jakurai harus menunggu 45 menit untuk ambulans itu kembali ke rumah sakit. Membawa dua rekan rapnya.
Si blonde yang biasa terus berceloteh riang dengan aura cerah bak mentari kini terlihat kusut. Bahkan mendung pun tampak lebih enak dipandang daripada wajah suramnya saat ini.
Sementara, yg bersurai merah, pegawai pekerja kerasnya, salah satu anaknya, terbaring lemah dan pucat di atas ranjang.
Jakurai dengan sigap bekerja.
Tenaga medis digerakkan. Sayatan diperban. Transfusi darah diberikan.
Tetapi sang budak korporat belum jua membuka mata.
...
Pukul tujuh malam, Jakurai berhasil membujuk Hifumi untuk pulang. Lagipula ia memiliki pekerjaan, dan Jakurai dapat menjaga Doppo semalaman.
...
Jam menunjukan pukul 10 malam saat Jakurai memutuskan untuk turun ke kafetaria.
Sekedar membeli kopi dan roti, lalu kembali bekerja di sisi Doppo.
...
Setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan, Jakurai berjalan tergesa kembali ke lift saat sekelebat bayangan terlihat melewatinya.
"Ng?" Satu tangan memegang cup kopi hangat dan plastik roti bersamaan, Jakurai memiringkan kepala perlahan.
"Doppo - kun..?" Ia menelengkan kepala sebelum bergegas menghampiri sosok yg sudah berada di depan pintu lift.
"Doppo - kun! Kau sudah sadar?" Mantan dokter militer itu menepuk pelan bahu Doppo, bersamaan dengan getaran ponsel di sakunya yang menandakan ada pesan masuk.
"Kenapa tubuhnya dingin sekali?" Jakurai agak bergidik.
Doppo hanya menoleh dan tersenyum tipis ke arah Jakurai, membuat dokter itu tertegun.
Ding.
Ah, pintu lift sudah terbuka, Jakurai melangkah masuk diikuti oleh Doppo.
Pintu tertutup, dokter menekan tombol 4, menandakan lantai kamar Doppo.
"Kau tahu, kau seharusnya di kamar, bulan berjalan - jalan sampai tubuh mu dingin seperti itu." Jakurai berkata pelan. Orang mungkin menganggap kalau nada bicara Jakurai datar, tetapi Doppo, dan teman - teman terdekatnya, mengetahui persis kapan dokter itu khawatir dan sebagainya.
"Aku ingin bertemu Sensei, ingin mengucapkan terima kasih." Gumaman pelan terdengar dari pria berusia 29 tahun itu.
Jakurai mengerutkan kening.
"Berterima kasih? Berterima kasih untuk apa?"
"Untuk segalanya, Sensei, Karena telah menjaga saya dan Hifumi, untuk kedepannya pun, saya mohon bantuannya untuk menjaga Hifumi." Sosok bersurai merah itu membungkuk 90° di hadapan sang ill-doc.
"Anda sudah berusaha maksimal dan yang terbaik, saya ucapkan terima kasih dan mohon jangan menyalahkan diri sendiri." Doppo menambahkan dengan keadaan masih menunduk.
"Kau bicara apa, Doppo - ku--"
Ding.
Pintu lift kembali terbuka, kini di lantai tiga. Di depan lantai tersebut, berdiri sosok laki - laki menggunakan pakaian pasien. Jakurai menyadari sesuatu dan langsung menekan tombol lift agar menutup.
Wajahnya berubah menjadi pucat.
"Sensei?" Doppo kembali menegakan tubuhnya.
"Kenapa tidak dibiarkan masuk? Kasihan dia..."Jakurai mencoba mengatur nafas.
"Doppo - kun, apa kau tidak melihat pergelangan tangan orang tadi?"
Doppo menggelengkan kepalanya.
"Ada gelang merah rumah sakit di pergelangan tangannya. Itu tandanya ia-- " Jakurai meneguk saliva gugup.
"..itu tandanya ia sudah meninggal." Jakurai menambahkan perlahan.
"Maksud sensei...." Doppo mengangkat pergelangan tangannya sendiri. Penuh dengan guratan benda tajam, dan sebuah gelang merah khas yang melingkari.
"....seperti ini?" Doppo menelengkan kepala ke kanan.
Jakurai membelalakkan mata, sebelum jatuh terduduk lemas di sudut lift.
Tidak ia pedulikan sosok Doppo yg menghilang saat pintu lift terbuka di lantai lima. Tidak ia pedulikan pula rekan - rekan medis yang menghampirinya. Menyeretnya keluar dari dalam lift. Mencoba menenangkannya.
Sang dokter terus menenggelamkan wajah pada tangan, menahan bulir - bulir air mata yang terus keluar. Menggigit bibir sampai terasa anyir karena menahan isak.
Hari ini, Jakurai tahu, bahwa ia kembali gagal untuk menyelamatkan orang lain.
"Kau benar, Amemura - kun, aku tidak dapat menyelamatkan siapa pun."
.......
From : Hanada - sensei
To : Jinguji - sensei
Sub : Rest in peaceJinguji - sensei, pasien kamar VIP nomor 4, atas nama Kannonzaka Doppo, resmi dinyatakan positif.
Received at 22.03 PM.______________________________________
Cerita ini dibuat berdasarkan urban legend yang berjudul 'Gelang Merah'.
KAMU SEDANG MEMBACA
URBAN LEGEND : HypMic's version
FanfictionMerapat! Fans Hypmic! Menyajikan urban legend, creepy pasta, Dan mitos-mitos dari berbagai belahan dunia (tidak termasuk dunia lain), dengan para anggota divisi sebagai aktornya!