Salahkah aku merindukan kehangatan keluarga yang dulu?
Luna
***"Hello tuan putri, dari mana saja? keluyuran? atau berduaan sama pacar?" tanya Merry sinis di depan pintu masuk.
Luna yang gak ingin debat, mengabaikan pertanyaan adik nya.
"Lo budeg atau tuli? gue nanya lo bego." teriak Merry, diabaikan Luna lagi.
"Ada apa sih sayang, kok teriak." mom lembut sambil mengelus kepala Merry penuh kasih sayang.
"Itu putri kesayangan Momy. Baru pulang, malah basah kuyup lagi." Mommy pun menuju kamar Luna.
Sesampainya di dalam kamar Luna, Mom terkejut melihat Luna terbaring lemah dengan pakaian yang basah kuyup. Sebagai seorang ibu, hatinya tergerak melihat kondisi putrinya. Mom langsung memasakkan air hangat ,bubur dan obat. Meletakkan diatas nampan, lalu menyuruh pembantu buat urus Luna. Rasa gengsi dan ego mom membuat dirinya tidak bisa turun tangan langsung mengurus anaknya.
Saat pembantu itu masuk ke kamar, mengecek suhu tubuh Luna yang sangat panas. Pembantu itu langsung mengompres badannya dengan air hangat. Terdengar suara Luna sambil tidur. Dia ngigau. Dan beberapa kali pembantu itu mendengar Luna menyebut nama mom nya, bahkan air matanya menetes.
Melihat itu, membuat pembantu itu menjadi sedih. Merasa kasihan melihat anak majikannya yang tidak pernah merasakan kasih sayang.
"Mom, Luna rindu. Luna rindu pelukan mom, Luna rindu belaian kasih sayang mom. Luna capek mom, Luna capek. Capek diabaikan terus." Luna ngigau, dalam tidur pun dia mengatakan isi hatinya tentang mommy.
Pembantu itu pun ikut meneteskan air matanya. Ikut terbawa suasana. Dia tau rasanya jika diposisi Luna sangat menyakitkan.
Perlahan, pembantu itu mengelap tubuh Luna dengan air hangat, lalu mengganti pakaian Luna yang sangat basah. Bahkan kasurnya pun ikut basah.
"Mo-mommy?"
Luna terbangun saat merasakan ada seseorang yang mengusik tidurnya. Namun bukan mommy, tapi pembantu nya. Luna tersenyum miris, ternyata dia hanya mimpi. Dia pikir ini nyata. Mom nya yang ada di kamar, ternyata tidak.
"Sekarang non makan dulu ya, setelah itu minum obatnya. Langsung istirahat biar cepat sembuh."
Luna mengangguk lemah. Menerima suapan dari pembantu yang udah Luna anggap kakaknya sendiri. Perlahan, air matanya kembali menetes.
"Udah non, jangan nangis yah. Non gak sendirian kok. Saya pernah di posisi non, jadi liat kondisi non, seakan mengingat kan saya waktu dulu." Luna tersenyum pelan. Luna menghapus air matanya, lalu tersenyum lebar.
"Luna senang, ternyata ada orang yang ngerti posisi Luna. Makasih ya kak, udah mau ngurus Luna."
"Itu udah kewajiban saya non. Kan saya kerja disini. Saya digaji disini."
"Padahal ya kak, tadi Luna mimpi. Luna lihat mommy di kamar, dia ngurus Luna, suapin Luna, gantiin baju dan kompres kepala Luna, sampai melihatnya menangir karena menyesal udah jahat sama Luna. Nyatanya gak. Sakit ya terlalu berharap lebih bisa seperti dulu."
Pembantu itu hanya bisa diam dan mendengarkan cerita Luna, sambil menyuapkan Luna makan.
Luna tertawa hambar, tatapan matanya kosong. Terlihat jelas kalau Luna benar-benar kecewa. "Luna pernah berpikir, kalau seandainya Luna mati, apa mereka nyesal? Sepertinya gak "
"Jangan bilang begitu,non. Saya yakin, ibu non pasti sangat sayang sama non. Mungkin belum waktunya. Non bersabar aja. Perbanyak doa. Hanya itu satu-satunya cara apabila semua cara non sia- sia."
"Tapi sampai kapan ka? Luna kangen. Banget malah. Setiap Luna lihat anak yang bahagia sama orangtuanya, Luna jadi iri."
"Yang sabar ya non. Kelak, mereka pasti akan nyesal pernah sakitin non, dan non akan mendapat kebahagiaan dan kasih sayang lengkap dari keluarga non."
Dalam hati Luna berkali-kali mengaminkan ucapan pembantu itu. Pembantu itu benar. Bila usahanya tidak membuahkan hasil, doa lah jadi jalan terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...