Kesedihan dibalik senyuman Rani

11 1 0
                                    

   
Jam perkuliahan selesai dan aku bergegas keluar dari ruangan.

     
"Simoo.. tunggu,,"
terdengar suara yang tak asing lagi bagiku, ya benar itu adalah Rani.
     

Seketika itu aku menoleh kebelakang, terlihat Rani seperti setengah berlari ke arahku.
     
    
"ada apa Ran?" ucapku kepada Rani yang mulai mendekat.
     
"kamu mau gak temenin aku jalan?"pinta Rani.

     
Bagaikan tersambar gledek, seketika aku terdiam dan tak menyangka apa yang barusan Rani ucapkan kepadaku.
     
     
"Apa yang terjadi pada Rani? tumben-tumbenan dia mau mengajakku jalan??"bathinku.
      

Aku tak langsung meng-iyakan ajakan Rani. Karena aku tahu, saat ini dia sedang dekat dengan Chiko.

     
"Gimana ya Ran..,"ucapku sambil seperti orang yang sedang berfikir.

     
"gak bisa, ya moo.."kata Rani kecewa.
     
"hmmh, bisa kok Ran.. kapan kita jalan?"ucapku semangat dan tak ingin mengecewakan orang yang aku suka.
   

"Sekarang..."ucap Rani tak kalah semangat.

     
Lalu aku mengajak Rani ke parkiran, untuk mengambil motorku. Aku menghidupkan motorku dan mempersilahkan Rani untuk menaikinya.
      
      
Aku memacu motorku 20km/jam, sedangkan biasanya jika aku sendirian aku memacu motorku hampir 100km/jam.
    

Aku sebisa mungkin membuat Rani nyaman bersamaku. Difikiranku, aku sudah merencanakan kemana Rani akan aku ajak jalan.

    
Aku memacu motorku ke daerah Air Tawar, dan aku ingin membawa Rani jalan-jalan ke Basko Plaza.

Diperjalanan Rani bercerita banyak hal padaku. Terutama tentang keluarganya dan tentang dirinya.
     

Sampailah kami di Basko plaza. Aku pun memarkirkan motorku di basement khusus parkir motor di plaza itu. Aku dan Rani berjalan ke pintu masuk plaza itu.

Tiba-tiba Rani memegangi tanganku, dan aku membalas memegangi tangannya.

    
"Kita makan dulu yuk Ran.."ucapku memecahkan suasana yang agak terkesan canggung.
    

"ehh, yuk moo.."ucap Rani seperti orang yang kaget.

    
Aku merasa ada yang aneh pada Rani saat ini. Dia tidak seperti biasanya. Murung dan seperti ada masalah pada dirinya.
      

Aku mengajak Rani ke lantai 2 Basko dan mengajaknya makan ke tempat kesukaan ku, Solaria. Aku mempersilahkan Rani untuk duduk dan aku memesankan makanan untukku dan Rani.
    

Tak lama berselang, makanan yang kami pesan sudah datang. Aku dan Rani langsung menyantap makanan itu.
     

Tiba-tiba Rani menyudahi makannya dan langsung meminum jusnya.
    

Rani menghela nafas dan menatapku dengan tatapan kosong.
    
      
"Simoo.. orang-orang selalu memandangku sebagai seorang yang sempurna dan hidup bahagia. Tapi pada kenyataannya aku juga sama seperti mereka, punya masalah dan tak selalu sempurna.."ucap Rani sambil memainkan sedotan jus.
    
"Aku tidak seperti apa yang mereka lihat, aku juga bisa menangis saat ada masalah. Aku punya masalah yang besar, yang bahkan mereka tidak pernah mengalaminya."sambung Rani, terlihat airmata menetes di mata indahnya.
    

Aku mengusap airmatanya dengan tanganku.

"Aku benci jadi diriku.. aku benci orang tuaku... Mereka seenaknya sendiri terhadapku. Aku cape dengan semua ini, Simoo.. jika dibolehkan terlahir kembali, aku tidak ingin terlahir dari keluarga ini" ucap Rani sambil menatapku dan airmatanya menetes kembali.
    
    
Aku hanya memandangi Rani dan mendengarkan setiap kata yang ia ucapkan. Karena aku tahu, saat wanita dalam masalah ia hanya ingin ada seseorang sebagai pendengar yang baik baginya.
      

Aku hanya terdiam dan merasa kasihan padanya. Aku pandangi dia, ingin rasanya aku menanggung beban yang ia rasakan. Aku pegangi kedua tangan Rani dan aku katakan pada Rani
     

"Mulai sekarang, aku akan selalu ada untukmu saat dalam suka maupun duka, aku akan selalu jadi pendengar setiap keluh dan kesahmu.."
      

"Terima kasih ya Simo.."ucap Rani sambil tersenyum dan mengelus tanganku.

Senang rasanya, dapat kembali melihat senyumnya. Entah ada apa denganku, aku berani mengusap airmatanya serta memegangi tangannya dan berkata seperti itu padanya.

Sedangkan aku tahu, Rani sedang dekat dengan Chiko.
     
     
Timbul pertanyaan difikiranku, "Apakah masalah yang dirasakan Rani saat ini, ada hubungannya dengan Chiko,?"

    
Aku mengajak Rani pulang. Karena tak mungkin rasanya aku untuk berlama-lama dan mengajak nya ke tempat lain, sedangkan ia dalam keadaan sedih.
     

    
      

Simo & Rani (Biarkan Waktu Yang Menjawab)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang