Chapter 6
.
.
.
.
.
.
"Ibu, aku merindukanmu" lirihnya. Dan kini tak terasa aliran sungai mulai mengalir di wajah ayunya itu."Maafkan aku" masih dengan memeluk bingkai foto tersebut Sejeong meracau kata maaf dari bibirnya itu.
"Dan maafkan aku yang belum bisa menerimamu." lirihnya kembali yang semakin erat memeluk bingkai foto tersebut. Airmatanya pun semakin deras dibuatnya.
Sejeong mengambil sebuah barang dari laci meja belajarnya. Dilihatnya sebuah gelang emas seberat 5 gram dengan pernik mata di atasnya. Itu adalah hadiah dari ibunya sewaktu masih hidup.
Sebelum ibunya menghembuskan nafas terakhirnya akibat penyakit paru-paru yang dideritanya lima tahun silam. Ayahnya menikah lagi dengan seorang janda, yang sekarang menjadi ibu tirinya.
Ayahnya menikah ketika Sejeong duduk di tengah bangku kelas pertama senior highschool. Dari saat itu Sejeong belum bisa menerima kedatangan ibu barunya karena ayah menikah tanpa persetujuan Sejeong sendiri.
"Aku akan memakai ini bu. Maaf dari dulu Sejeong menolak gelang ini." Sejeong menangis sambil terkikik geli dengan ucapanya barusan.
Dia tidak menyangka saja bahwa anak tomboy seperti dirinya memakai gelang emas seperti ibu-ibu saja. Tapi ini karena keinginan sang ibu, Sejeong enggan untuk menolak.
"Tanganku jadi cantik memakai ini" lagi-lagi Sejeong terkikik masih sambil menarik kembali ingusnya untuk kembali masuk ke dalam hidungnya.
------------------->>>>>>>>>>>>>
Daniel mengantar Cungha ke apartemen wanita tersebut. Daniel memakirkan motornya dan melepas helmnya disusul membantu Cungha melepas helm yang dia kenakan juga.
Cungha tersenyum lalu memeluk Daniel dari samping setelah helmnya terlepas. Bahkan Daniel hampir terjungkal ke belakang kalau saja dia lemah seperti Jungwoo, teman laki-lakinya yang cantik dan selemah wanita.
Daniel ikut tersenyum melihat wajah Cungha yang terlihat begitu cantik dan ceria. Tidak seperti biasanya yang hanya memasang wajah sinis dan cemberut.
"Kenapa, hm? Kau terlihat senang sekali.". Ucap Daniel sembari meletakan tanganya di punggung Cungha sebelum akhirnya berjalan dengan Cungha yang bergelayut manja pada Daniel.
"Entahlah, aku hanya sedang bahagia. Apalagi setelah jalan dengan kekasihku." Cungha menelungkupkan wajahnya di antara ketiak Daniel. Untung saja ketiak Daniel wangi karna sudah memakai deodoran sebelum pergi tadi.
"Tentu saja, kekasihmu ini kan tampan, manis dan rajin menabung." sanggah Daniel yang dihadiahi cubitan di perutnya oleh Cungha. Daniel hanya mengaduh kesakitan dan kembali tersenyum.
Sesampainya di depan pintu apartemen mereka saling bertatap. Mereka saling melempar pandangan cukup lama sampai mereka menertawakan kegiatan mereka yang begitu absurd. Cungha memalingkan wajahnya menahan rasa panas di area wajahnya.
"Ayo mampir dulu." ajak Cungha. Daniel menganggukan kepalanya tanda menyetujui permintaan kekasihnya yang menggemaskan itu.
Cungha menekan tombol pasword apartemenya dan pintu terbuka. Lalu menarik tangan Daniel untuk membawanya masuk ke dalam apartemen. Daniel mengikuti langakah Cungha dan melepas alas kakinya.
Cungha membawa Daniel duduk di sofa apartemen mewahnya. Yang Daniel tahu ayah Cungha adalah seorang pengusaha properti yang memang sudah terkenal. Jadi Daniel tidak kaget melihat apartemen Cungha yang mewah ini.
Tidak perlu di deskripsikan seperti apa apartemen Cungha, yang jelas harga apartemen semewah ini sudah pasti harganya melebihi uang bulanan ibu Daniel selama satu tahun.
"Maaf, aku hanya punya soda di sini." Cungha kembali setelah mengganti pakaianya menjadi lebih santai dari biasanya. Daniel membuka sodanya dan diminum dalam waktu singkat. Daniel sangat haus.
"Bukakan punyaku." ucap Cungha dengan manja. Daniel yang merasa gemas mengacak singkat rambut Cungha sebelum akhirnya mengambil dan membuka soda milik Cungha.
"Dasar gadisku yang manja." Daniel mencubit kedua pipi gadis dihadapanya yang dihadiahi wajah cemberut oleh sang empu.
"Sakit Daniel." Cungha berdiri dari sofa di sebrang Daniel kemudian berjalan mendekati Daniel. Seketika Daniel merubah raut wajahnya melihat Cungha yang mendekat ke arahnya dengan tatapan sulit diartikan.
Diluar dugaan, Cungha duduk di samping Daniel lalu memeluk Daniel dengan cepat. Lagi-lagi sang pria hanya menatap dengan gusar menghadapi gadisnya yang selalu bertingkah mengejutkan seperti ini. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada Cungha.
Daniel dibuat bertambah khawatir ketika mendengar suara isakan dari wanita yang sedang memeluknya kini. Daniel berusaha mengangkat wajah Cungha agar dapat melihat dengan jelas ke arahnya. Dilihatnya wajah Cungha yang sudah sembab dan hidung memerah.
"Kau kenapa, sayang?" kata-kata Daniel barusan membuat Cungha kembali menelungkupkan wajahnya ke dada bidang Daniel. Entah, Cungha merasa bahagia dan dicintai ketika Daniel memanggilnya sayang. Perasaanya menjadi lebih tenang tetapi tangisnya justru tak kunjung reda.
"Kau kenapa Cungha? Jangan membuatku khawatir." Daniel menangkup wajah Cungha yang sudah begitu sembab dan terlihat begitu aneh. Aneh karena Cungha masih tetap terlihat cantik walaupun sedang menangis.
"Terimakasih, karena sudah mau memilihku sebagai orang terpentingmu setelah ibumu. Aku merasa begitu dicintai dan dihargai." ucap Cungha. Daniel tersenyum menanggapi cuapan Cungha. Dia juga bahagia telah memilih Cungha, namun ada sebagian dari perasaan Daniel yang terbebani dan seperti terlepas. Tapi Daniel tidak tahu dan hanya menyangkal saja, bahwa itu hanya perasaan tidak pentingnya, mungkin.
"Karena aku kekasihmu." Cungha bahagia tatkala Daniel lebih memilihnya. Setelah sekian lama dirinya tidak sebahagia ini semenjak ayahnya bercerai dengan ibunya.
"Mau mendengar ceritaku?" tanya Cungha.
------------------>>>>>>>>>>>
Sejeong memencet bel rumah Daniel. Sekarang sudah setengah tujuh dan Sejeong ingin berangakat bersama Daniel sebelum benar-benar telat.
Sejeong benar-benar tidak habis pikir dengan Daniel. Bahkan sekarang tingkahnya begitu aneh semenjak Daniel memiliki kekasih.
Yah, Sejeong juga sebenarnya cukup sadar diri bahwa dirinya hanya sahabat Daniel. Tidak lebih. Tetapi apakah aneh kalau Sejeong berharap Daniel tatap bersikap seperti teman pada umumnya?
Gerbang rumah terbuka dan menampakan wajah ibu Daniel yang masih terlihat cantik walau sudah berkepala empat. Ibu Daniel bingung dan Sejeong menjadi ikut bingung.
"Kau belum berangkat, Sejeong?" tanya Ibu Daniel.
Sejeong tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tadi pagi sekali Daniel sudah berangkat. Bunda kira dia berangkat denganmu." Sejeong mengerutkan alisnya.
"Benarkah bunda?" ucap Sejeong. Semenjak Sejeong berteman dengan Daniel Sejeong menjadi terbiasa memanggil ibu Daniel dengan sebutan bunda.
"Benar, sayang." jelas ibu Daniel. Sejeong mencoba menetralkan perasaan dan raut wajahnya di hadapan ibu Daniel.
"Oh, seperti itu. Baiklah bunda Sejeong berangkat dulu."Akhirnya Sejeong berpamitan dengan ibu Daniel untuk segera berangkat. Namun sebelum berbalik badan dengan sempurna ibu Daniel sudah mencegatnya.
"Lalu kau pergi dengan siapa sayang?" tanya ibu Daniel sembari menggenggam lembut tangan Sejeong.
"Kan ada bus, bunda. Tidak perlu khawatir seperti itu." Sejeong tersenyum meyakinkan seseorang yang sudah ia sayangi seperti ibu kandungnya ini.
Tak lama ponsel Sejeong berbunyi. Sejeong tersenyum singkat kepada ibu Daniel sebelum akhirnya membuka ponsel.
Daniel
Maaf sekarang ini aku tidak bisa berangkat bersamamu lagi.
Aku takut kekasihku salah paham.Tbc