Kemalingan?

21 13 0
                                    

Tiga hari kemudian, kompleks yang Abi tinggali sedang gempar dengan kabar kemalingan yang dialami oleh keluarga Pak Arcewe di RW. 10. Hal itu membuat para warga di sana panik. Bagaimana bisa? Bukankah ada security yang selalu berpatroli setiap malamnya? Begitu sekiranya yang para warga pikirkan.

Seminggu berlalu, berita itu kian panas. Bagaimana tidak, sudah terjadi 3 kasus yang sama di 3 rumah berbeda dalam selang waktu sepuluh hari kemarin. Hal ini memunculkan kecurigaan banyak orang, termasuk Abi dan kawan-kawan. Mereka saat ini sedang bersantai di gazebo di depan rumah Abi, sembari berbincang tentang kasus kemalingan yang saat ini mengancam kompleks mereka.
"Gimana bisa ya, kok kemalingan kayak luluran aja sih, rutin dua kali seminggu," celoteh Vero asal, perempuan berbaju merah muda yang saat ini sedang fokus mengecat kukunya dengan warna hitam itu terlihat jengkel.
"Kan di sini banyak rich people. Jadi wajar aja banyak maling yang rajin dateng ke sini," timpal Ares yang asyik dengan rubik di tangannya.
"Tapi ngga bisa gitu dong! Masa iya kemalingan jadi hal yang wajar?" celetuk Abi menyangkal.
"Terus lo mau apa? Nangkep malingnya?" tanya Ares iseng.
"Ya, ngga juga. Yang ada abis duluan gue," ujar Abi.
"Tapi kalian ngerasa ada yang aneh ngga, sih? Di sini tuh dulu jarang banget bahkan hampir ngga pernah kemalingan, apalagi rentang waktunya sedeket ini," ucap Abi penasaran.
"Iya juga, ya... Jadi penasaran," timpal Vero.
Merekapun larut dalam kegiatan dan pikiran masing-masing dengan senja yang mengiringi.
...
Pukul 11 malam itu, Abi harus membeli bolpoin baru untuk tugasnya besok lantaran persediaan di rumahnya habis. Ia pergi menyusuri jalanan sepi kompleks perumahannya, menuju Supermarket 24 jam yang ada di perempatan Jalan Ciliwung.
Bolpoin sudah Abi dapatkan, tak ada alasan lagi baginya untuk berkeliaran di jalanan sepi itu.
Namun, sesuatu menarik perhatiannya.
Saat ia sedang melewati rumah Pak Harto, ia melihat sesuatu yang janggal di samping rumah beliau. Terlihat sesuatu seperti sedang mencoba masuk melalui jendela samping kiri rumah beliau. Abi tidak yakin apa itu, tapi sekilas terlihat dari gelapnya malam dengan disinari sedikit cahaya lampu jalan, sesuatu itu tampak sedikit mencolok di tengah semak belukar tempat ia mencoba bersembunyi.
Tiba-tiba Abi membulatkan matanya terkejut. Ia tahu sekarang! Sepertinya itu  adalah maling yang sering dibicarakan warga akhir-akhir ini. Apa yang harus Abi lakukan? Ia sangat ingin menangkap maling itu, tapi apa daya, ia hanya seorang remaja kecil yang baru berusia 16 tahun dan tak punya kekuatan yang berarti, apalagi sekarang ia sendirian. Coba aja kalo ada Ares! Mungkin gue bakal berani ngehajar maling itu bareng-bareng sama dia. Ucap Abi dalam hati.
Abi melangkahkan kakinya mundur, mencari tempat yang lebih aman untuk mengamati aksi Si maling.
Abi-pun akhirnya bersembunyi di semak-semak dekat lampu jalan, lalu kembali menajamkan penglihatannya. Maling itu masih belum berhasil memasuki rumah Pak Harto. Dan sesuatu baru Abi sadari. Ia mendadak ingat sesuatu yang membuatnya hampir spontan berteriak. Untung saja ia ingat bahwa saat ini sedang dalam keadaan darurat.
Maling itu mengenakan sarung yang sama seperti sarung yang pernah Mang Kadi berikan padanya agar tidak kedinginan saat hujan pada malam ketika Abi pulang larut sekembalinya dari rumah Ares sekitar 10 hari yang lalu.
Sarung dengan motif goyor berwarna merah hati itu masih sangat jelas di ingatan Abi karena kebaikan Mang Kadi saat itu.
Abi membatin, Hah?! Jadi...??

KeliruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang