"Udah mau berangkat?"
Chan tersentak saat dua tangan mungil yang sangat familiar membantunya mengancingkan kemejanya. Dia tersenyum pada sang adik yang seperti sengaja ingin berlama-lama dengan memainkan kancing bajunya. "Iya, papa butuh wakil buat meeting sama client karena dia masih di luar negeri. Kamu gak sekolah, dek?"
Sang pemuda bersurai cokelat kemerahan yang kini membantu memasangkan dasi di leher Chan itu menggeleng cepat. "Males. Belum buat pr, daripada dihukum mending bolos."
"Kebiasaan ya kamu, Felix. Untung udah pinter dari lahir kamu dek." Chan tertawa pelan, kedua tangannya kemudian sibuk membereskan kertas-kertas dokumen penting dan memasukkannya ke dalam stofmap-stofmap berbeda warna. "Gak apa-apa kakak tinggal nih?"
"Gak masalah. Lagian nanti Guanlin juga mau main ke sini."
Sang kakak seketika itu juga mendelik ke arah adiknya. "Pacar baru lagi? Gonta-ganti pacar terus ya kamu."
Felix tertawa kecil, kemudian beranjak untuk berbaring tengkurap di ranjang besar milik Chan, berguling-guling di sana dari ujung ke ujung.
Setelah beberapa kali berguling ke sana-kemari, dia berhenti, dagunya ditumpukan ke telapak tangan sementara ujung matanya mengikuti pergerakan kakaknya. "Biarin aja dong, kan buat nyari pengalaman." Pemuda tingkat akhir SMA itu cemberut setelahnya. "Kak Chan sih, sibuk terus. Aku 'kan kesepian."
"Ya mau gimana lagi, dek. Papa butuh orang buat ngurusin kantor di sini." Pemuda itu mendekat untuk mengusak poni Felix penuh afeksi. "Atau mau ikut kakak ke kantor aja hari ini?"
Felix mengerjap sekali. "Mau!" soraknya senang, namun kemudian ekspresinya berubah sendu. "Tapi kakak nanti pasti sibuk, sama aja. Aku bakal bosen."
"Kakak cuma meeting sama satu client, sunshine. Paling bentaran doang. Ngobrol dikit, tanda tangan kontrak, selesai. Kamu bisa diem di ruangan kakak selama meeting. After that i'm all yours. Kita jalan-jalan keliling kalau kamu mau. Gimana?"
"Mau—!" Yang lebih muda merengek pelan. "Aku ganti baju dulu." Felix melompat bangun, kemudian membuka lemari kayu besar yang ada di kamar tersebut, mengeluarkan sebuah celana panjang, turtleneck sweater, dan kemeja dari sana.
Iya, hubungan mereka memang sedekat itu hingga baju-baju Felix kerap kali berakhir di lemari Chan.
"Terus Guanlin yang katanya mau ke sini, gimana?"
Felix mengintip dari balik pintu lemari yang sengaja dibukanya untuk menutupinya selama berganti baju, kemudian merengut ke arah sang kakak. "Ih itu kan tujuannya cuma mau buat kakak cemburu, peka dikit, dong!"
"Astaga, dek." Chan memijit dahinya sendiri. Kepalanya mendadak pusing menghadapi tingkah adiknya. "Jangan lucu-lucu banget jadi orang, napa? Someday you'll be the cause of my death."
.
[Zephyr]
.
"Ini ruangan kakak, jangan dikotorin ya."
"YAY!"
Chan hanya menggeleng-geleng saat adiknya itu menerobos masuk ke dalam ruangannya, lalu mengenyakkan diri di kursi kantor bersandaran tinggi yang ada di sana dan memutar-mutarkan kursi tersebut, keriangannya persis seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
"Ini jajanan kamu." Chan menaruh seplastik besar makanan dan minuman ringan yang sempat mereka beli di minimarket ke atas meja. "Jangan lupa dikumpulin sampahnya, ya. Kalau mau nonton film, hardisk kakak ada di laci nomor dua. Password laptopnya tanggal lahir kamu. Jangan kemana-mana sampai kakak selesai meeting, ya? Di sini aja. Kalau perlu apa-apa, telepon sekretaris kakak. Speed dial nomor dua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zephyr +Chanlix [ON HOLD]
Short Story(n.) a gentle, mild breeze Bagi Felix, Chan itu seperti zephyr, angin lembut yang membuai dengan kehangatannya