Air mata Aiza terus mengalir ketika memandangi seorang wanita yang sedang ditangani oleh Dokter. Ia menutup matanya saat melihat jarum-jarum tajam mulai menghujam kulit wanita paruh bayah yang tidak lain adalah ibunya.~~~***~~~
Gadis kecil itu mematung, menjatuhkan beberapa tangkai bunga lili yang digenggamnya. Ia melihat kedua orang tuanya saling berteriak dan menyalahkan satu sama lain. Ayahnya menghampiri ibunya, kemudian terdengar suara tamparan yang begitu keras. Aiza kecil menangis melihat itu, tapi tidak ada seorangpun dari mereka tergerak untuk melihatnya, tidak ada seorangpun yang menenangkannya, keduanya sibuk dengan pertengkaran mereka. Ayahnya mengambil sebuah koper dan berjalan ke arah pintu. Menatap Aiza sekilas, kemudian membuang muka, seolah jijik.
"Kau, bukan anakku lagi, urus ibumu itu!" ucap laki-laki itu dan pergi meninggalkan Aiza.
Kaki gadis kecil itu berlari, ia berlari sekencang yang ia bisa, sembari memanggil-manggil ayahnya, yang kini menaiki sebuah mobil berwarna hitam. Tampak seorang wanita dengan gincu merah dari dalam mobil. Wanita yang dulu ayahnya perkenalkan sebagai mama baru Aiza.
Kaki kecil Aiza berlari, mengejar mobil yang kini tampak meninggalkan halaman rumahnya, ia menagis dan terus memanggil ayahnya.
"Papa."
"Papa."
"Papa, jangan tingalkan Aiza."
Aiza terjatuh, kedua lututnya tergores jalanan beraspal, namun mobil yang ditumpangi ayahnya tetap melaju, meninggalkan Aiza kecil yang menangis sendirian. Meninggalkan kenangan yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya.
"Papa Aiza tidak akan nakal lagi," ucap gadis kecil itu dengan air mata yang mengalir.
"Jangan tinggalkan Aiza."
~~~***~~~
Aris menghela napas, meletakan berkas rekam medis pasien yang harus ia analisa. Bayangan Aiza dengan tatapan hampa lagi-lagi mengganggu konsentrasinya. Aiza dengan segala permasalahan hidupnya cukup membangkitkan nalurinya sebagai laki-laki yang ingin menjadi pelindung wanita itu, memicu hasrat menggebu yang menjadi dosa termanis dalam hidupnya.
Dosa termanis, rasanya cukup berani bagi Aris, menganggap pandangan membara yang ia tujukan untuk Aiza adalah dosa termanis, hanya untuk menutupi sisi pengecutnya yang tidak mampu menjaga pandangan matanya.
Lagi-lagi Aris menghela napas, kembali mengendalikan diri dari tipu daya iblis yang terus menghiasi pandangan matanya dengan wajah Aiza. Aris kembali menyesap kopi hitamnya, mencoba menghilangkan bayang-bayang kebersamaannya dengan Aiza sore ini.
~~~***~~~
"Jangan sentuh aku, pergi kau."
Aiza mengayunkan tasnya ke segala arah, berharap ada salah satu dari laki-laki itu yang akan mendapatkan hantaman. Namun usahanya sia-sia, mereka justru menghempaskan tas Aiza dengan mudah dan menangkap tangannya, membaringkan Aiza di atas jalan beraspal.
Air mata Aiza mengalir saat beberapa laki-laki hidung belang itu merobek pakaian Aiza hingga menampakan beberapa bagian tubuhnya. Aiza tak mampu membuka matanya, yang ia dapat lakukan hanyalah menangis ketika pelecehan itu ia dapatkan.
~~~***~~~
"Aku membencinya hingga sampai pada titik aku jijik pada diriku sendiri karena dalam darahku mengalir darahnya," gumam Aiza dalam hening.
Jangan lupa vote dan komentarnya. Satu vote anda sangat memberi semangat
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Takdir ✅
SpiritualCerita The End (chapter masih lengkap) Terbuang dan ditinggalkan oleh sang Ayah membuat Aiza harus mencicipi pahitnya dunia malam demi membiayai ibunya yang koma di rumah sakit. Berbagai kejadian membuat ia dipertemukan dengan sosok yang tidak terd...