Kesempatan

4.3K 115 14
                                    

Bangun dinihari dengan kepala pusing membuat Tiana hampir tak sanggup bangun dari tempat tidurnya. Untungnya pria itu mau memberikannya sebuah pakaian. Tidak tebal, tapi tidak terlalu tipis. Ia juga tak mengenakan pakaian dalam, namun setidaknya ia tak lagi telanjang bulat. 

Walaupun bagaimana ia seorang gadis. Ia bahkan tak sanggup menangis lagi setelah ditelanjangi, ditatap, disentuh dan dicakar seorang pria seenaknya. Sekujur tubuhnya jelas menunjukkan bukti sisa-sisa sentuhan kasar itu semalam.

Dan bisa-bisanya Tiana merasakan sensasi yang justru ia inginkan. Sakit memang, tapi ia tak ingin pria itu berhenti. Ia ingin lelaki itu melakukannya dengan lebih baik. Tapi mungkinkah?

Pikirkan hidupmu, Tian! Belum tentu kamu bisa selamat hari ini. Tiana bahkan tak tahu ini sudah hari keberapa ia di rumah ini. Rumah dengan jendela-jendela terkunci dan halaman luas yang dikelilingi danau dan hutan. 

Tapi apa salah mencoba lagi?

Tiana mengangkat tubuhnya. Rasa sakit menyergap kepala dan tubuhnya sekali lagi. Susah payah, gadis itu bangun dan bangkit dari tempat tidur, berjalan tertatih-tatih menuju pintu. Ia hampir terjatuh ketika mengangkat kepala sedikit dan seluruh seperti berputar. 

Klik!

Suara pintu terbuka terdengar. Sangat mudah. Pintu tak terkunci. Untuk sesaat Tiana merasa tak percaya. Ia mendorong pintu sedikit. Benar-benar terbuka. Senyum tipis membayang di wajahnya yang pucat pasi. Perlahan-lahan, gadis itu melangkah keluar. Setelah melihat sekeliling, ia baru sadar kalau kamar tadi terletak di lantai dua. Sepi. Tidak ada orang satupun. Ia mencari tangga turun. Tak jauh dari pintu ternyata.

Perlahan-lahan Tiana menuruni tangga, sambil terus melihat ke sana ke mari memastikan tak ada si pria jahat itu lagi. Sampai kakinya menyentuh anak tangga terakhir, ia tak melihat siapapun. Tiana pun melangkah mengendap-endap melewati ruang tamu menuju pintu. 

Saat melewati sofa, barulah ia mulai mengerti apa yang terjadi.

Pria itu di sana, di ruang tamu. Ia tertidur setelah minum berbotol-botol alkohol yang kini berserakan di kakinya. Aroma menyengat minuman keras memenuhi ruang tamu itu. Ia masih mengenakan mantel mandi, namun sebagian besar bagian dadanya terbuka. 

Tubuh Tiana berhenti tepat di depan pintu keluar rumah. Tampak ada kunci tergantung di slot pintu. Jelas ia bisa dengan mudah keluar dari neraka itu sekarang.

Tapi…

Hmmm… Bego! Jangan bersandiwara di depanku, Gadis bego! Keluargamu pembunuh!! Kamu juga pembunuh!!”

Teriakan kemarahan itu terdengar dari mulut pria yang sekarang terbaring setengah duduk di sofa. Tangannya terangkat tinggi, tapi matanya terpejam rapat.

“Anj*** kau, Vicky!! Kau bunuh adikku hanya demi melindungi keluargamu! Anj*** semua keluargamu!!”

Wajah Tiana memucat mendengar nama ‘Vicky’. Itu nama kakak laki-lakinya. Kakak yang sangat perhatian dan selalu penuh kasih sayang. Mana mungkin pria seperti itu membunuh seseorang? Apa orang mabuk di depan ini tak salah sangka?

Tapi Tiana tidak bisa berpikir lama-lama, pria mabuk itu menjatuhkan botol yang ia pegang, botol itu berguling dan berhenti di sudut meja dengan sebagian isi tumpah ruah.

Tubuh pria itu terangkat dan tiba-tiba ia memuntahkan isi perutnya di lantai. “Huueeeks!!!” 

Tiana memalingkan wajah. Menahan jijik. Namun, ia kembali memandangi pria itu dan menghembuskan napas panjang.

Pria itu sudah kembali berbaring di sofa, terlihat muntahan di lantai dan ada yang menodai mantel serta sudut mulutnya. Wajahnya yang tampan itu tampak kacau. Rambutnya semakin awut-awutan. Belum lagi samar Tiana bisa mencium aroma tak sedap mulai mengganggu hidungnya.

Ia tak bisa meninggalkan seseorang seperti ini. Tiana teringat anak-anak di panti asuhan yang tak terurus. Pria ini sama seperti mereka. Jika ia pergi, mungkin saja pria ini akan sakit… bertambah parah… atau mungkin… 

Tidak! Tiana tidak setega itu meninggalkan seseorang yang sedang mabuk begitu saja.

Tanpa peduli kepalanya yang masih sedikit pusing dan tubuh yang sakit, Tiana mendekati pria mabuk itu. Hatinya sedikit takut dan itu terlihat jelas dari kedua tangannya yang gemetar. Tapi mau bagaimana lagi? Sebagai seseorang yang pernah mengenyam pendidikan perawat, ia tak bisa mengelak dari nalurinya untuk menolong.

Tangan Tiana terjulur, merasakan sedikit gelombang panas tak biasa dari kulit pria itu. 

Hmm… “ Suara erangan pelan terdengar saat Tiana berusaha menarik tubuh pria itu agar duduk di sofa.

“Pin... Pindah. Jangan tidur di sini, pindah ke kamar ya! Kamu sedikit demam,” ucap Tiana perlahan.

Mata pria mabuk itu terbuka sedikit, sangat sayu dan tak terlihat ia memahami situasinya saat ini. Anehnya ia malah tersenyum. “Gadis… bego!”

Kembali Tiana menghela napas. Ia mulai berani. “Iya aku bego, tapi sekarang kamu harus pindah dulu. Sekarang letakkan tanganmu di pundakku ya, kita jalan pelan-pelan ke atas. Ngerti?”

Pria itu hanya mengangguk. Ada senyum tipis muncul di bibirnya saat mata sayunya terbuka sedikit.

Tapi saat Tiana meletakkan tangan besar pria itu pundaknya dan siap menariknya, ia malah terdorong jatuh bersama-sama ke sofa lagi. Tidak hanya itu, tangan lain pria itu sudah singgah di atas payudaranya. 

Heh!!” pekik Tiana kaget.

Hmmm… Di sini saja, aku mau ini… “ gumam pria itu setengah tak sadar sambil terus menguleni dada Tiana. Jari-jarinya dengan ahli mencari puncak gunung kembar yang hanya tertutup kain tanpa bra itu. 

Tiana nyaris tak bisa bernapas. Antara aroma memusingkan dari tubuh pria yang memeluknya, serangan rangsangan yang menyebabkan punggungnya serasa dikerumuni semut dan kepalanya yang sakit, semakin membuatnya sulit berpikir. Tapi Tiana mengeraskan hati.

“Tu… tunggu!” Tiana berdiri, setengah melompat dan ia limbung karena pusing. Buku-buku ia berpegangan di sandaran sofa. Setelah merasa cukup stabil, ia menarik lagi tangan pria itu, tapi tidak lagi meletakkannya di pundak. Tiana menyeret pria yang kini sepenuhnya bersandar di punggungnya.

Selangkah demi selangkah, Tiana membawa beban yang lebih berat dari berat tubuhnya sendiri di punggungnya menuju lantai atas. Saat ia sampai di anak tangga, Tiana menatap ke atas tak berdaya. Merasa tak mampu, Tiana mengedarkan pandangan seantero lantai satu. Terlihat ada beberapa pintu berjejer tak jauh dari tangga. 

Tiana menurunkan pria itu dari punggungnya dan menyandarkannya ke tangga. “Sebentar, aku cek dulu.”

Saat itu, mata pria itu terbuka sedikit. Walaupun kabur ia bisa melihat, seseorang tengah memunggunginya, tengah memeriksa pintu-pintu yang tertutup. Ia tersenyum kecil. Siapa yang peduli pada dirinya sekarang? Orangtuanya sudah meninggalkan ia dan Izza sejak kecil. Izza… Izza, adiknya yang cantik dan lucu.

Senyum itu lenyap, dan pria itu kembali tertidur. Tepat saat itu, Tiana kembali dan ia bersyukur menemukan kamar lain di lantai satu hingga tak perlu harus menaiki tangga. Sekali lagi, Tiana menggendong pria yang kini benar-benar terlihat pulas.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PEREMPUAN DALAM SANGKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang