Hari-hari tanpa Rani

7 1 0
                                    

   
Jam perkuliahan dimulai, terasa ada yang berbeda disini. Kelasku tanpa sosok seorang Rani. Tak ada lagi yang dapat aku pandangi saat di kelas, selain hanya fokus kepada dosen yang menerangkan pelajaran.

    
"Lo mikirin Rani ya mo.."bisik Fendra yang duduk dibelakangku.
    

"iya nih, gue khawatir aja sama dia.."jawabku.
    

"udah.. tenang aja, dia gak bakalan kenapa2 kok.."balas Fendra sambil menepuk bahuku.
    

"Semoga.."ucapku sambil meyakinkan diriku.
        

Kalian pasti bertanya-tanya dan heran, kenapa aku segitu khawatirnya pada Rani.

Sedangkan Rani bukan pacarku. Asal kalian tahu, begitulah aku jika menyukai seseorang, aku tidak mau hal buruk terjadi pada orang yang aku sayangi.

Jika difikir-fikir, kalian bakalan seperti itu juga kan terhadap orang yang kalian sayang walaupun orang itu bukan siapa-siapanya kalian.

Perkuliahan pun selesai. Aku bergegas pulang kerumah dan tak bersemangat untuk melakukan apapun.

---


Seminggu berlalu, hari-hariku tanpa Rani masih berlanjut. Pagiku yang selalu melihat senyum manis dari Rani dan ucapan selamat pagi darinya, berubah menjadi pagi yang suram dan menyedihkan.

    
"Bagaimana keadaan Rani sekarang ya.." gumamku, sembari menghela nafas panjang.

    
Hidup terasa begitu pahit bagiku. Seperti tidak ada pelangi yang indah saatku melihat ke langit biru, yang ada hanya hujan yang mengguyur deras seakan menggambarkan suasana hatiku yang sedih saat aku tidak melihat Rani, orang yang aku sayang.

Kalian boleh beranggapan bahwa aku lebay atau semacamnya, itu hak kalian. Tapi pada kenyataannya itu yang aku rasakan.

Aku mulai merindukan sosok seorang Rani, yang biasanya menyapa ku di pagi hari dan melihat senyumnya yang manis. Sedih, galau dan merana melanda hatiku. Timbul di fikiranku untuk menemui Rani ke rumahnya untuk sekedar melihat dan mendengar kabarnya.
    

Aku pun menemui Firda, ditemani oleh sahabatku Fendra. Terlihat Firda sedang bercengkerama dengan teman-teman yang lain, Eka, Kiki, Diana dan Sely. Kami pun menghampiri mereka.

    
"Firda.. bisa ngomong sebentar.."ucapku sembari meminta izin pada Firda dan yang lainnya.
    

"bisa.. ada apa moo?"ucap Firda sedikit heran, dan aku membawanya sedikit menjauh dari teman-temannya.
    

"Gini Fir.. kan udah seminggu ini kita gak liat Rani masuk kuliah. Jadi gimana kalo kita kerumah Rani.. ya, sekedar untuk mengetahui kabar dia aja.."ucapku.
    

"Tungguu.. lo yakin mau datang ke rumah Rani,???"ucap Firda sedikit kaget.
    

"iyaa.. gue yakin.."balasku.
     

"gue saranin, mending lo gak usah kesana deh.."ucap Firda.
     

"kenapa?? lo kan sahabatnya. Apa lo gak khawatir sama keadaan Rani, udah seminggu loh dia nggak kuliah dan gak ngasih kabar apa-apa."ucapku meyakinkan Firda. (padahal sebenarnya aku rindu sama Rani.)
     

"hummh.. ya udah dehh.. Kapan lo mau kesana, tapi kalo terjadi apa-apa gue gak ikut campur ya.."balas firda.
     

"siapp.. nanti sore kita kesana, lo temenin gue ya.."kataku.
     

"iye.. iye.."ucap firda memelas.

   
Sore harinya, aku pergi bersama Firda kerumah Rani di daerah Lubuk buaya, di perumahan Lubuk Intan tepatnya.
    

Aku memacu motorku dengan cepat. Tak sabar rasanya aku bertemu dengan Rani.
    
    
Sampailah kami didepan rumah Rani, suasana hening dan senyap bagaikan menyambut kami di sore ini.

      
"Assalamualaikumm.."ucap Firda sembari mengetok pintu.

Sudah 2x rasanya Firda mengucapkan salam, dan pada saat ke 3x-nya mulailah ada jawaban dari seseorang dari dalam rumah.
     

"Walaikumsalam.."ucap seseorang sambil membukakan pintu, yang tak lain itu adalah Asisten Rumah Tangganya Rani, Bibi Imah.

      "Raninya ada bi..?"tanya Firda.

      "Temannya neng Rani ya non?"ucap Bi Imah.

     "iya bi.."ucap Firda.

Ternyata Firda bisa sopan juga ya. Aku fikir dia selalu ketus dan terkesan judes saat berbicara dengan seseorang. Dia judes tidak saja dengan ku, bahkan kepada bapak Azman dia pun begitu. Ini kali pertama aku melihatnya sesopan ini.

"sebentar ya non.."ucap Bibi Imah dan mempersilahkan kami masuk dan duduk.

Sembari masuk, aku memperhatikan detail rumah Rani Yang terkesan mewah dan bagus.

    
"Liatin apaan sih lo, kayak gak pernah liat rumah gedongan aje.."ucap Firda.

   
"anjayyy.."ucapku sambil tertawa dan dibalas tawa pula oleh Firda.

    
Tak lama berselang datanglah Rani, terlihat matanya agak sedikit membengkak. Mungkin saja akhir-akhir ini dia menangis dalam kesedihannya yang berlarut-larut.

"hey.. Simo dan Firda ya, Lama tak jumpa.."ucap Rani tersenyum dengan matanya yang agak bengkak.
       
     
Walaupun dia mencoba untuk tersenyum, itu semua tidak mampu menutupi kesedihan yang ia alami. Aku kasihan kepadanya, sampai-sampai aku tidak tahu harus apa melihatnya seperti ini.

    
"hey Ran.. ini nih, si simo katanya dia khawatir sama keadaan lo.."ucap Firda meledekku
    
"Apaan sih Firda.."ucapku malu.
    
"hahaha.. aku gak apa-apa kok mo.."ucap Rani sambil tersenyum dan menatapku, terlihat matanya yang bengkak dan terkesan menutupi kesedihannya.

  
Ingin Rasanya, saat itu juga aku memeluknya dan mencium kedua matanya yang bengkak. Tapi karena aku bukan siapa-siapanya, aku tidak punya hak untuk melakukan itu.

  
"Beneran Ran, kamu gak apa-apa?"ucapku khawatir.

  
"iya Simoo.. percaya deh, aku baik-baik aja kayak biasanya, aku cuma gak enak badan aja makanya gak bisa datang ke kampus."ucap Rani meyakinkanku.
    

"Syukur deh Ran.."ucapku.

    
Tak lama setelah itu, datanglah Bibi Imah dan berbisik kepada Rani. Entah apa yang Bi Imah ucapkan kepada Rani. Rani terlihat sedikit merasa tidak enak dan takut.

     
Rani mendekati Firda, dan kali ini Rani berbisik ke Firda. Lagi-lagi, aku merasa aneh dengan keadaan ini.

   
"Moo.. kayaknya kita harus balik deh sekarang.."ucap Firda tiba-tiba sembari mengusap tengkuknya.
    

"ya udah.. kita balik sekarang,"ucapku dengan perasaan aneh karena tiba-tiba setelah Rani berbisik ke Firda, Firda ingin cepat-cepat untuk pulang.

  
"ya udah Ran.. kita balik dulu ya.."ucap Firda ke Rani.
   

Belum sempat ku berpamitan pada Rani, tiba-tiba Firda menarikku keluar. Terlihat Rani tersenyum melihatku diperlakulan seperti itu oleh Firda.
    

Aku menghidupkan motorku yang kuparkir agak jauh dari rumah Rani, tiba-tiba aku melihat sebuah mobil datang ke arah rumahnya Rani. Terlihat seseorang turun dari mobil itu.

   
"lo liat orang itu kan,?"ucap Firda.
    

"iya, gue liat.."ucapku sembari memperhatikan orang itu.
    

"itu ayahnya Rani.."kata Firda.
    

"ayahnya itu, yang ngelarang Rani kemana-mana dan bertemu siapapun termasuk teman-temannya Rani. Untung aja kita balik duluan, kalo gak ya gak tau deh gimana nantinya Rani dimarahi ayahnya."sambung Firda.
    

"kok ayahnya Rani setega itu ya.."ucapku.
     

"Entahlah.. yuk jalan."ucap Firda sinis sembari menepuk bahuku.
 

     Kami pun berlalu meninggalkan Rumah Rani.
    

Simo & Rani (Biarkan Waktu Yang Menjawab)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang