Aku masih ingat jelas kala itu, bulan kedua saat dimana matahari sedang senang-senangnya menyinari bumi. Seperti bahagia sekali. Lalu, bagaikan konspirasi bumi mempertemukan kita berdua, yang jelas-jelas banyak beda. Satu-satunya yang sama dari kita mungkin hanya sama-sama manusia. Selera musik, makanan kesukaan, bacaan, semuanya cenderung berbeda. Namun entah mengapa justru beda itu yang membuatku merasa nyaman dan berharap bahwa pertemuan kita tak hanya terhenti dari saling sapa. Akhirnya kita mulai sering bertukar cerita, menularkan tawa, hingga akhirnya dua bulan setelahnya kita sama-sama punya rasa yang beda dan seperti cerita romansa biasa, kita bersama. Bahagia. Dua dunia yang orang kira tak akan pernah bertemu kini justru bersama.
Semakin lama, akhirnya kita menemukan salah satu kesamaan lainnya selain sama-sama memiliki rasa. Menulis dan berkata-kata. Kita berdua sama-sama senang melakukan keduanya, walau pada kenyataan kita tak pernah saling melontarkan kata-kata manis, semua hanya kita luapkan di satu buku yang sengaja kita beli bersama kala itu. Dan ya, aku selalu jatuh cinta lewat semua kata yang kamu tuliskan disana, apalagi saat kata-kata itu bertambah dengan nada-nada yang membuatnya menjadi lebih menyenangkan. Nada-nada yang selalu berhasil menjadi pengantar tidurku, nada-nada sederhana namun aku tau ada rasa yang kuat di dalamnya. Aku selalu ingat bagaimana binar matamu setiap kali menyuruhku menjadi pendengar pertama dari tiap kata yang kamu sulap menjadi bernada seraya terus berkata “suatu saat kamu harus nonton aku nyanyi lagu ini di atas panggung ya” dan selalu aku iyakan sambil terus mengamini dalam hati.
Waktu berlalu, di tahun pertama kita bersama akhirnya mimpimu mulai terwujud. Kala itu, aku ingat sekali kamu bertemu dengan teman-teman lamamu yang ternyata berada di kampus yang sama denganku. Pertemuan-pertemuan kalian akhirnya berujung pada sebuah keputusan untuk membuat grup band bersama, dengan kamu sebagai vocalist dan bassistnya. Ekspresiku kala itu senang, senang sekali karena aku bisa melihat bahwa keinginanmu sejak dulu bisa mulai terwujud, apalagi saat melihat binar matamu saat menceritakan kepada ku tentang hal itu. Hampir setiap hari dalam seminggu kalian latihan dan kamu selalu memintaku menemanimu, aku tentu tidak keberatan justru aku senang karena bisa melihatmu yang sedang menyanyi secara langsung, biasanya kamu jarang sekali mau menyanyi langsung diahadapanku.
Awalnya kalian hanya berlatih dengan menggunakan lagu-lagu orang lain, mulai manggung kesana kemari entah itu di cafe, acara-acara kampus hingga akhirnya makin lama nama kalian mulai banyak dikenal dimana-mana dan kalian memberanikan diri untuk menciptakan lagu sendiri dengan kamu sebagai penulis liriknya. Tak disangka, hampir semua orang menyukainya, kalian menjadi band yang dapat diperhitungkan bahkan kalian direkrut oleh salah satu perusahaan rekaman besar saat itu. Kamu senang sekali, aku tau itu. Terlebih ketika akhirnya kalian menggelar konser pertama yang tak disangka banyak sekali orang. Aku ikut hadir disana, menemani bundamu yang juga ikut menonton dengan mata berkaca-kaca sambil terus berkata pelan “anak bunda ganteng banget ya?” “sayang terus sama anak bunda ya, dijagain, liat tuh banyak banget yang teriak-teriak sama dia. Sabar sama dia ya nak?” pesan bundamu kala itu yang aku balas dengan anggukan dan senyuman.
Setengah tahun berlalu setelah hari penting bagimu itu, tentu saja jadwalmu padat sekali bahkan dalam satu minggu ada tiga kota berbeda yang kalian datangi hingga kamu melupakan kuliahmu. Hebatnya, kamu tidak pernah melupakan aku, setiap malam kamu selalu berusaha untuk menghubungiku, menceritakan harimu, dan berakhir dengan nyanyian selamat tidur. Di hari-hari yang sedikit santaipun kamu selalu berusaha untuk meluangkan waktu untukku. Yang ku tahu saat itu, sesibuk apapun kamu selalu berhasil menghangatkan hatiku dan tak berubah sedari awal kita bersama.
Namun kala itu, aku mulai merasakan salah satu efek dari ketenaranmu. Kamu yang dari awal tidak pernah berusaha menutupi hubungan kita bahkan dengan gamblangnya berkata di depan ratusan orang yang menonton konser pertamamu atau memposting sesuatu yang berkaitan denganku di sosial mediamu membuat beberapa orang yang menyukaimu ikut mencari tau tentangku. Komentar-komentar di postingan atau bahkan direct message ku selalu penuh dari mereka. Ada yang sekedar berkata “oh ini pacarnya si bassist enam hari, langgeng ya kak”, “cantik banget sih kak pantes si bassist tukang ngalus nyantol”, bahkan ada yang berkata “kamu jelek. Gak pantes sama dia. Udah putus aja, sana diet dulu belajar makeup dulu dia butuh pendamping yang cantik bukan yang kaya kamu. Sebelum nanti ujungnya kamu yang ditinggal” sakit hati? Awalnya tidak, karena aku tau bagaimana kamu bahkan kita pernah membahas hal ini saat itu, saat dimana self insecure ku muncul di awal-awal hubungan kita dan dengan senyum lebarmu kamu berkata “kamu mungkin gak cantik kaya orang-orang diluar, bukan tipe-tpe yang jadi idola banyak orang, tapi kamu tuh tipe ku. Aku sayang kamu, dan selalu begitu. Gak usah takut ya” seraya mengelus pelan tanganku yang tentu saja menghilangkan semua rasa tak nyamanku.