***
Gelisah dan gelisah.Itulah yang dirasakan Faiz ketika ada yang melamar Fransisca Helena Van Braun. Sebenarnya orang yang melamar itu tak lain Salman teman sekolah yang juga sudah lama mencintai Fransisca.
"Witing tresno jalaran seko kulino…jatuh cinta karena terbiasa"
Faiz tersenyum getir mendengar pepatah Jawa itu. Memang kenyataanya demikian. Semula ia menganggap hanya lelucon belaka, tapi pada akhirnya dia harus mengakui bahwa ia jatuh cinta pada seorang gadis Belanda yang telah lama menjadi bagian dari keluarganya. Lima belas tahun gadis anggun dan bersahaja itu mengisi keseharianya. Entah dari mana dan kapan perasaan cinta itu ada. Ia berusaha menolak, mengingkari, dan membunuh perasaan itu namun toh ia menyerah. Semakin lama berusaha membunuh perasaan cinta itu, namun perasaan itu makin kuat bersemayam dalam lubuk hatinya.
Faiz bersyukur selepas SMA ia menadapat beasiswa meneruskan kuliah ke Jerman sehingga ia bisa berpisah lama dengan adik angkatnya sendiri. Selama lima tahun belajar di negeri orang ia dituntut untuk bisa fokus pada studinya namun perasaan cinta itu tetap tak mau pergi. Bahkan karena perasaan cintanya yang begitu besar itulah yang memberinya semangat yang luar biasa untuk menggapai cita-citanya sebagai seorang insyinyur tehnik mesin.
Fransisca Helena Van Braun, adik angngkatnya adalah putri dari Mr. Robert Van Braun dan Mrs.Helena Van Braun. Diusianya yang kesebelas tahun Fransisca harus kehilangan kedua orang tuanya yang meninggal akibat kecelakaan tragis. Kedua orang tua gadis itu sudah lama bersahabat karib dengan ayahnya Faiz sejak masih kuliah di Amsterdam University. Sebelum meninggal ibunya Fransisca telah berpesan pada ibunya Faiz untuk menjaga dan mengasuh putri semata wayangnya sampai tiba waktunya berkeluarga dan menginginkan putrinya itu menimba agama Islam di Indonesia karena memang keluarga Van Braun telah lama memeluk Islam. Semenjak itu Fransisca tinggal bersama keluarga Faiz di Jakarta.
Fransisca sebaya dengan adiknya Faiz, Nabila Aulia Putri dan ia sendiri berselisih empat tahun dengan Fransisca. Kedua adiknya itu kini tengah menempuh studi di Amsterdam di tempat yang sama dengan ayah mereka belajar dulu.
"Ehemmm.....kamu kangen ya dengan adik-adikmu Faiz?"
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Faiz yang tengah merenung menatap foto Fransisca yang terpampang di ruang keluarga. Ia jadi salah tingkah, di lihatnya sang bunda tersenyum dan membawakan segelas teh hangat untuknya.
"Iya umi....Faiz kangen banget dengan mereka, sejak mereka ke Amsterdam untuk kuliah suasana rumah ini jadi sepi". Ucap Faiz seraya tersenyum ke arah ibundanya tercinta.
“Oh ya Faiz….ada yang ingin umi bicarakan sama kamu.”
Faiz mengerutkan dahi dan duduk disebelah ibunda tercinta. “Sepertinya penting banget umi….?”
“Ini tentang masa depanmu sayang….”
“Faiz siap mendengarkan umi…”Wanita setengah baya itu tersenyum kearah putra sulungnya itu,
“Nak…umi rasa kamu sudah waktunya berumah tangga, dan kalau gak keberatan umi sudah memilihkan calon terbaik untukmu.”Tiada angin tiada hujan.
Sebenarnya Faiz kaget mendengar ibundanya menyinggung tentang masa depannya itu tapi ia tahu betul bahwa sang bunda ndak main-main tentang hal itu. Lagipula mana mungkin Faiz berterus terang pada sang bunda soal perasaanya terhadap Fransisca.“Faiz nurut sama umi….Faiz hanya menginginkan seorang pendamping hidup yang sholihah, yang sayang sama Faiz…sayang sama Abi dan Umi dan sayang sama Nabila. Faiz yakin pilihan umi adalah terbaik untuk Faiz. Kalau boleh tahu siapa dia umi?”
Sang bunda menatap putranya itu dengan terharu sekaligus bangga dikaruniai anak yang baik budi pekertinya dan berbakti sama orang tua. Sejenak ia menghela nafas dan membelai dengan penuh kasih sayang rambut putranya, “Umi dan Abi, kamu dan juga Nabila sudah lamakenal baik dengan gadis itu… Insya Allah dia gadis yang sholihah, gadis yang baik budi pekertinya, lembut tutur bahasanya, penyayang seperti yang kamu harapkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Love in Amsterdam
Short StoryDikala gundah melanda saat orang yang dicintainya hendak dilamar sahabatnya sendiri, Faiz tak menyangka akhirnya jodoh menyatukan cinta mereka.