Besok akan ada perayaan hari berdirinya Café Kaylas yang ke 10. Aletta harus mengenakan pakaian terbaiknya.
“Mengapa kamu tak coba dress ini saja Aletta. Warnanya bagus, hijau” ucap ibunya.
Ibunya menyerah melihat Aletta yang sedang bongkar pasang muatan lemari coklat berukuran 2x1 meter itu.
Satu demi satu pakaian ia coba, tapi tak ada yang menurutnya itu cocok. Ibunya hanya bisa menggeleng kepala.
“Bagaimana jika kau pergi membeli pakaian baru?” saran ibunya seraya mengusap bahu Aletta di hadapan cermin besar itu.
“Kau sangat pengertian bu, baiklah, aku akan coba” balas Aletta seraya memeluk dan mencium pipi sang ibu.
“Ambil saja uang ibu kalau uangmu tidak cukup” ucapnya.
“Sudah jangan khawatir, uangku cukup untuk itu bu” balas Aletta sambil tersenyum manis.
Sudah lama ia tidak keluar membeli pakaian baru. Waktu liburan biasa Aletta habiskan untuk menemani ibunya memasak dan pergi ke Pura.
Siang itu, Aletta pergi menuju Singing Bowl. Lalu lalang wisatawan lokal dan mancanegara memenuhi pandangan Aletta yang sedang berjalan di trotoar jalan. Angin yang cukup sejuk mengibas-ngibaskan rambutnya yang bergelombang, nampak cantik sekali.
Kaos dan rok pendek berwarna biru yang ia pakai itu memperlihatkan kesederhanaannya. Dia seperti Barbie yang sedang berjalan.
Toko demi toko ia kunjungi. Rasanya seperti berjalan belasan kilometer. Herannya, ia tak merasa kelelahan.
Setelah 2 jam, akhirnya Aletta menemukan pakaian yang cocok untuknya. Ia sangat cantik mengenakan dress biru tua.
Bukan saja pakaian yang ia beli, ternyata Aletta membeli sebuah kamera kecil berwarna silver dengan sedikit corak berwarna coklat.
Kamera itu memang sudah ia idamkan semenjak beberapa bulan yang lalu. Dia mencoba memotret dirinya di hadapan cermin.
Saat ia hendak keluar dari pintu mall, seorang pria berlari dan menabrak Aletta.
"Oh tidak! Maafkan aku nona” ucap pria itu panik, dengan cepat ia membantu Aletta merapihkan barang-barangnya.
“Cobalah untuk melihat ke depan, tuan ceroboh.” Balas Aletta ketus.
“Maaf aku sedang terburu-buru. Aku terlambat menghadiri acara peresmian.” jelas pria itu.
“Ow. Tenyata bukan hanya ceroboh, anda juga tak disiplin” Aletta geram.
Tanpa basa-basi pria itu kembali membawa barang-barangnya yang terjatuh dan meninggalkan Aletta. Gadis itu hanya berdecak kesal.
Sesampainya di rumah, ia kembali mengeluarkan kameranya. Ingin sekali ia coba untuk memotret wajah sang ibu.
Dibukanya paper bag itu, “Hey ini bukan kameraku. Sial kameraku tertukar, ah pria ceroboh!”. Moodnya benar benar hancur hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamera CEO
Short StoryAletta. Seorang gadis keturunan Indo-Pakistan berusia 21 tahun. Ia bekerja di sebuah Café yang berada di Denpasar, Bali. Aletta harus berurusan dengan Arjuna, CEO dari perusahaan Café tempat ia bekerja karena sebuah kamera. Tanpa ia sadari ada hal...