6. Hal yang Baru Disadari

18 2 0
                                    

Pagi ini pelajaran pertama diisi dengan pelajaran bahasa indonesia. Dimana mata pelajaran ini diisi oleh Pak Andre wali kelasku yang super jutek itu. Sembari aku masih merasa terheran-heran pada wali kelasku ini dengan sikapnya yang terkesan galak tetapi juga punya sisi melankolis dengan mendalami ilmu bahasa? Sampai aku tak habis pikir. Kok bisa ya orang punya sifat yang berlainan jauh antara satu dengan yang lain. Seperti wali kelasku ini.

Tapi ya, siapa yang peduli dengan itu. Karena satu-satunya hal yang bikin aku keki saat ini adalah pelajaran pertama tentang puisi, yang mana orang tau tema itu agak gimana ya. Terkesan melankolis dan aku paling benci situasi ini. Karena ada pengalaman kurang menyenangkan mengenai puisi yang pernah aku alami.

Setidaknya itu begitu membekas, karena tidak semua orang tahu aku sebenarnya sedikit berbeda. Maksudku aku ini perempuan tetapi memiliki sisi romantis, yang sering kali orang sadari ketika pelajaran bahasa mengenai puisi. Hal itulah yang sering kali menyudutkan diriku sebagai perempuan bermulut manis. Ya, itulah predikatku yang selama ini tak pernah orang tahu, dan aku menyimpan itu sendiri. Berharap orang mengerti bahwa mulut manis tak selalu buruk, dipedikatkan dengan orang yang suka berbohong atau sejenisnya. Aku selalu berusaha menyimpan sisi diriku yang berbeda ini rapat-rapat.

Tetapi selalu saja kebobolan saat pelajaran mengenai puisi ini tiba. Jadi jangan heran jika kebanyakan orang akan terkaget-kaget.

"Oke, anak-anak. Kalian sudah selesai menulis puisi? Kalau begitu saya akan tunjuk salah satu untuk membacakan." katanya.

"Emmm, baik. Sepertinya Anya sudah sangat siap. Jadi silahkan Anya maju kedepan membacakan puisimu."

Sontak satu kelas memandangku. Aduh, hal yang aku benci keluar lagi. Kenapa hari ini aku apes begini? Batinku sembari maju ke depan kelas.

"Cinta...." kataku mulai membacakan judulnya dan seisi kelas mulai berbisik-bisik...

"Jika satu kata itu menyesakkan dada...
Ijinkanlah aku mengutarakannya
Sekalipun akan ada perasaan aneh setelah aku mengucapkannya...
Tapi aku merasa baik kepada semua orang itu etika, dan biarlah melalui kata itu kamu tahu kamu adalah yang teristimewa...

Terlebih mengenalmu membuatku selalu bertanya....
Bolehkah aku menyimpan ini lebih banyak dari sebelumnya?
Serta mempertanyakan juga, untuk kemungkinan kita mengumpulkannya bersama...
Sekalipun harus bayang-bayang perpisahan mungkin menghantui kita berdua

Tidakkah satu kejujuran itu boleh membuat kita rela melepas masing-masing pada bahagianya?
Tanpa kepura-puraan didalamnya
Biarlah kata itu yang menuntun kita bersama
Menemukan diri pada pelabuhannya

Sekalipun pelabuhan itu awal segala badai menerpa...
Biarlah kejujuran itu menyadarkan kita tentang arti luka yang harus diterima
Tanpa perlu menambahnya dengan segala kebohongan yang ada...
Ijinkanlah aku menjadi sesorang yang menemanimu melewati gelombang itu bila tiba
Bersama kita melaluinya berdua

Ditasnamakan cinta
Tempat kita berjanji untuk saling setia dalam suka maupun duka
Dalam keadaan sehat maupun sakit, miskin maupun kaya
Sampai maut memisahkan kita
Biarlah itu menjadi sungguh terlaksana
Jika aku tak bertepuk sebelah tangan semata dan kamu bersedia menjawab iya

Pada seorang yang saat ini ingin menyadarkanmu bahwa cinta itu ada...." kataku menutup puisiku...

Lalu pecahlah tawa teman satu kelas. Oke aku sadar puisiku ini mungkin terkesan agak gimana... Emang rada dewasa sih... Trus kenapa emang...

"Oke, pertanyaan saya cuma satu. Itu puisi buat siapa ya... Rasanya kok menjurus sekali." tanya pak Andre terang-terangan.

"Buat senang-senang aja pak. Barangkali menginspirasi yang ada disini untuk segera mengungkapkan perasaannya sama orang yang disuka." jawabku asal saja.

Maka semakin meledaklah tawa satu kelas karena jawabanku itu. Pak Andre juga ikut menahan tawa...

"Ya, bagus sih puisi kamu memang tidak terang-terangan. Tetapi saya malah merasa itu kamu lagi mengungkapkan cinta sama seseorang."

"Gitu ya..." jawabku asal, lagi...

Meledak lagi tawa teman-temanku. Hadeh, aku merasa seperti tontonan saja klo begini....

"Ya, sudah silahkan duduk." kata Pak Andre

Lalu aku pun kembali ke tempat dudukku. Sembari diasambut senyuman oleh Brian.

"Heh, romantis amat sih..." katanya

"Ya, gitulah." kataku

"Ga nyangka dibalik sikapmu yang kaya preman ternyata menyimpan sisi romantis."

"Iya makannya, jangan menilai seseorang dari luarannya aja." kataku....

Hai, gimana ceritanya? Ya, emang rada ga nyambung sih chapter ini. Tapi aku sengaja nampilin untuk menguatkan karakter ceweknya supaya lebih kelihatan pergumulannya selama ini... Well vote dan komen ya....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kejutan !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang