Kamera Masa Depan

34 8 1
                                    

Perempuan dengan seragam putih ketat, rok abu-abu di atas lutut, rambut tergerai dengan sedikit bergelombang di bagian bawah yang diberi warna coklat sedang berdiri di depan pagar belakang SMA Kakatua. Perempuan itu melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul 08:30. 'Bukk' perempuan itu melemparkan tasnya melewati pagar sekolah. Dengan cepat Adena Ardina memanjat pagar. "Tumben gak ada si bapak botak." gerutu Dena sembari berlari menuju kelasnya.

Setiba di depan pintu kelas Dena mengintip ke ruangan kelasnya. Sepertinya tidak ada jam pelajaran karena keadaan kelas gaduh bagaikan pasar. Dena langsung melesap ke tempat duduknya dan diberondong ocehan teman se-gengnya.
"Nih orang kapan tobat ya, telat mulu." Ucap Lala yang sedang menyalin pr dari Ara.
" Pasti malem balap liar lagi kan lu, kalau ketahuan sekolah bisa berabe den." Timpal Ara yang sibuk merapihkan kuku tangannya.
"Gak ada Guru?" tanya Dena yang tidak acuh dengan ocehan temannya yang sudah seribu kali dia dengar. Lala dan Ara menggeleng.
"Ke kantin yuk!" Ajak Dena yang langsung ke luar kelas.

Keadaan di kantin tidak terlalu ramai karena kegiatan belajar masih berjalan. Mereka memilih duduk di depan kios bakso. Dena dan teman-temannya sibuk mengahabiskan bakso yang telah mereka pesan.
"Bosen nih, main truth or dare yuk!" Ajak Ara disela-sela makannya.
"Males ah gue, lu sama Lala aja sana." Balas Dena malas.
"Ayo dong Den, gak seru kalau cuma berdua."Ucap Lala.
" Ya udah iya."
Ara memutar bekas botol air mineral di atas meja.
"Wah Ra elu yang kena, truth or dare?" Tanya Lala antusias.
"Gue pilih truth aja." Ara
menjawab dengan santai.
"Den lu yang kasih pertanyaannya deh." Pinta Ara.
" Siapa cowo yang lu suka di kelas kita?"
" Hmmm, Arya." Jawab Ara yang sudah merah padam.
"Udah gue tebak sih, ya gak den ? Yuk lanjut!"
Lala kembali memutar botol tersebut dan botol berhenti ke arah Dena.
"Truth or dare?" Tanya Lala.
"Dare." Jawab Dena.
"Biar gue aja" ucap Ara sembari mengamati sekeliling kantin untuk mencari tantangan yang pas untuk Dena.
"Ah gue tahu, lu liat kan cowo yang lagi megang kamera di pinggir lapangan? Kayaknya dia murid baru deh, ganteng banget."
Dena memutar bola matanya malas.
" Ya terus dare buat gue apa?" Tanya Dena.
" Sabar elah, lu harus foto di taman sekolah pakai kamera dia, siapa tau jodoh."

Dena berjalan menghampiri cowo yang diminta oleh Ara tadi. Dena terdiam satu langkah di belakang cowo itu. Dia bingung dengan alasan apa yang harus dikatakan kepada cowo itu. Dena sepertinya harus mengutuk Ara jadi batu seperti malin kundang setelah ini. Dena tak kunjung menemukan ide, akhirnya ia memutuskan kembali ke kantin saja. Namun, baru beberapa langkah dia berjalan, dia mendengar suara cowo itu berbicara "Ada apa?" katanya.
Dena membalikan badan dan melihat cowo itu yang sedang menatapnya.
" Ehmm, gue boleh gak foto pakai kamera lu? Tapi fotonya di taman sekolah soalnya gue lupa foto di taman sekolah yang ditugaskan sama guru gue." Pinta Dena gugup.

"Di bawah pohon cemara aja bagus." Usul cowo itu.
Dena mengangguk dan segera berpose di bawah pohon itu.
Cowo itu segera mengarahkan mata kamera ke arah Dena.
"Satu...,dua...,ti...ga!" ucap cowo itu.
'Jepret!'
'Jepret!'
Milyaran sinar putih bening menyerbu Dena. Kilauan sinar tersebut sangat menyilaukan serasa mengiris tubuh dena menjadi milyaran partikel cahaya. Dena memejam mata sekejap kemudian Ia membuka matanya kembali. Betapa terkejutnya Dena saat ini. Pemandangan yang ia lihat tidak sama seperti sebelum menutup matanya. Terlihat di sekelilingnya terdapat pohon mengapung 3 kaki dari pusat bumi, rumah-rumah yang terbuat dari susunan plastik, orang yang berjalan menggunakan sepatu terbang, robot-robot yang berlalu lalang, dan masih banyak kejadian aneh yang Dena lihat.
"Gue di mana? Kenapa bisa ada disini? Elu siapa?" Tanya Dena panik.
Cowok itu menempelkan tangannya ke pelipis, seperkian detik kemudian muncul layar transparan di hadapan cowo itu. "Kamu berada di masa depan yakni 31 Desember 2399. Tenang saja Adena Ardini, kamu aman di sini." Ucap cowok itu tenang.
"Gak mungkin. Kenapa lu tahu nama gue? Lu siapa?" Teriak Dena dengan dahi dan alis mata yang naik, mata membesar dan melotot, serta bibir berbentuk horizontal yang dipadukan antara gigi yang saling berhimpit yang menunjukkan bahwa dia benar-benar ketakutan.
"Aku tahu semua tentang kamu Adena, bahkan hal sekecil atom pun Aku tahu. Semua ada pada kamera ini. Aku adalah reinkarnasi suami kamu di masa lampau. Abrial Cyrano. Manusia pada era ini diberi kesempatan untuk melihat kehidupan sebelumnya dan Aku melihat kamu sebagai istri ku pada kehidupan itu, tetapi karena sikapmu yang buruk membuat kita sangat menderita bahkan sampai kehidupan terakhir ku. Oleh sebab itu, aku meminta untuk memperbaiki kehidupanku sebelumnya yaitu dengan kamera ini. Pada kamera ini terdapat potret sikap burukmu, seperti tidak peduli terhadap orang lain, melawan orang tuamu, mabuk-mabukkan. Apabila kamu ingin kembali ke tempatmu, kamu harus memperbaiki sikap - sikap burukmu dengan sikap-sikap yang baik, maka foto di kamera itu akan hilang dan kamu bisa kembali ke tempat asalmu." Tegas Abrial dengan memperlihatkan foto-foto di kamera itu.

Dena mengamati deretan foto-foto perjalanan hidupnya. Banyak peristiwa dalam hidupnya yang membuat dia tersenyum sendiri. Ada juga peristiwa menyesal, kecewa, dan marah. Ada peristiwa yang membuat dia menyesal yang mengharu-biru perasaannya sampai menitikkan air mata. Pada waktu itu Dena sedang berjalan menuju rumahnya setelah menghabiskan jutaan detik di sekolah, dia melihat seorang wanita yang tidak lagi muda berusia sekitar tiga per empat abad yang kesulitan menyebrang jalan tetapi Dena tidak acuh terhadap wanita itu. Lima puluh sembilan detik kemudian Dena mendengar suara yang mengejutkan, wanita itu tertabrak mobil dan sudah bersimbah darah yang mengotori jalan. Dena terkejut. Wanita tua itu meregang nyawa di depannya. Wanita itu melotot ke arah dena seolah meminta tolong atau minta pertanggungan jawabnya sebelum nafasnya terhenti tuk selamannya.

"Ini bukan salah gue...!," Teriak Dena yang sangat bersebrangan dengan hatinya yang merasa amat terpukul.
"Gue gak mau ngelakuin syarat aneh itu. Kembalikan gue ke tempat asal gue!!" Ucap Dena dengan membanting kamera itu lalu pergi. Dena berlari secepat mungkin yang ia bisa. Tanpa disadari di hadapannya terdapat jurang yang membuat Dena akan terjatuh ke dasar jurang tetapi dengan kecepatan 100 kilo/jam Abrial menangkap Dena dengan menggunakan sepatu terbangnya. Dena tidak sadarkan diri.

Dena berada di suatu tempat yang gelap gulita tanpa ada penerangan satu titik pun. Dena berlutut di lantai, lemas dan ketakutan merenggut seluruh jiwanya. Tiba-tiba terdapat kepingan cahaya yang berjalan dan berhenti di hadapannya. Kelopak mata Dena membuka dengan sangat lebar sehingga bagian putih mata di atas pupil terlihat setelah melihat seorang wanita yang mengalami tabrakan itu.
"Nak, kamu tidak perlu merasa bersalah dengan kejadian itu. Ikutilah perintah dari cowo itu!" Ucap wanita itu lembut dengan lengkungan tipis di bibir pucat itu.

"Aaaaaa." Teriak Dena yang terbangun dari pingsannya.
"Minum dahulu Adena!" Ucap Abrial sembari menyodorkan gelas ke arah Dena.
Dena meneguk air tersebut tanpa tersisa sedikut. Dena sedang memikirkan ucapan wanita itu. Dia mengingat jelas ucapan wanita dari mimpi itu.
"Gue akan mencoba syarat yang lu berikan, tetapi lu harus janji untuk mengembalikkan ke tempat asal gue." Ucap Dena
"Baiklah, saya janji."

Hari demi hari Dena melakukan hal-hal yang baik dengan dibantu oleh Abrial, semakin lama foto-foto keburukan Dena berkurang sampai foto tersebut hilang bagai ditelan bumi.

"Kamu sudah menyelesaikan syarat-syaratnya, sudah saatnya kamu kembali ke asalmu. Aku yakin masa depanmu yang akan datang berubah menjadi lebih baik. Pasti pada waktu aku menjadi suamimu aku akan bahagia karena mempunyai istri yang cantik dan baik hati." Ucap Abrial
Pipi Dena memanas, rona merah di wajahnya tidak bisa disembunyikan.
"Tetapi aku tidak akan ikut ke masamu dan kamu akan lupa tentang aku dan dunia pada era ini setelah kamu kembali ke waktu asalmu." Lanjut Abrial
"Kenapa?" Ucap Dena murung.
"Ini untuk kebaikan kamu Adena, nanti kita akan bertemu saat kamu jadi istriku. Aku akan memotretmu seperti kamu datang ke abad ini." Jawab Abrial lembut.
Adena di bawah pohon mengapung tidak bersemangat.
" Senyum Adena! Satu...,dua...,ti...ga!
'Jepret!'
'Jepret!'

Sinar putih bening kembali menyerbu Dena, mengiris tubuhnya menjadi triliunan partikel dan mengirim partikel tubuhnya dalam perjalanan kecepatan cahaya.

"Den bangun den!" Ucap Lala dan Ara menepuk pipi Dena.
Tak lama kemudian Dena membuka kelopak matanya perlahan.
"Akhirnya lu bangun juga Den. Tau ga sih lu udah dua jam gak sadarkan diri tahu padahal cuma kena bola." Oceh Ara
"Sekarang tanggal berapa?" Tanya Dena
"Nih orang kenapa dah, bangun-bangun menanyakan yang tidak bermanfaat. Tanggal 30 November 2018." Jawab Lala
"Gak tahu tiba-tiba terlintas di otak gue."

Bel tanda pulang sudah berbunyi. Dena berjalan kaki menuju rumahnya. Di tengah perjalanan dia melihat nenek yang ingin menyebrang.
"Nek ayo saya bantu." Ucap Dena sambil menggandeng tangan nenek itu dengan takzim.
"Makasih neng. Semoga engkau dapat meraih kehidupan terbaikmu," Ucap sang nenek.
Dena mengangguk dan tersenyum bahagia.

Kamera Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang