Hembusan dingin udara malam ini tak membuat Shani berpaling dari tempatnya berada.
Diatas balkon kamar yang langsung menghadap pada taman buatan di rumahnya, Shani berdiri dengan nyandarkan badan pada pagar pembatas.
Mata cantik itu melihat langit malam dengan tatapan kosong.
'hahh' helaan nafas berat Shani keluarkan.
Bagaimana tidak? Satu fakta yang menyakitkan baru saja dia dapatkan, Satu fakta yang mengagetkan semakin membuatnya merasakan rasa sakit yang berlipat ganda. Gambarannya seperti menaburkan perasan jeruk pada luka yang mengaga. Sakit, bahkan sangat perih yang Shani rasa.
Sekarang dia menyesal. Ya, dia Sangat menyesal. Dia menyesali akan keterlambatannya dalam menyatakan cinta, dia menyesali tindak kebodohannya. Dia menyesali semuanya. Karena ego yang besar itu kini meraja, menjerumuskan dan juga menghancurkan.
Seperti sebelumnya, Shani berharap bisa memutar waktu. Bisa mengembalikan waktu dimana saat hati dan cinta Kinal masih seutuhnya milikinya. Atau tidak, ingin mengembalikan waktu disaat papanya menginginkannya untuk di jodohkan dengan anak teman papanya, di jodohkan dengan Kinal. Ya, setidaknya sampai saat itu. Tapi harus bagaimana lagi, waktu merupakan salah satu bagian yang tidak bisa di ulang kembali.
'drrrttttt drrrttttttt' ponsel di tangan sebelah kiri Shani bergetar. Dia mengangkat tangan dan melihat siapa penelpon dari seberang.
Dengan tanpa ekspresi, Shani mengangkat telpon.
"(...)"
"Ngga bisa" jawabnya datar
"(...)"
"Mau ngomong apa?"
"Aku sibuk" lanjut Shani. Matanya cantik itu kini menyipit di kala melihat dua sosok orang berbeda jenis kelamin berjalan di taman rumah.
"(...)"
"Besok saat pulang pemotretan"
'klik'
Shani memutuskan secara sepihak panggilan itu. Mata yang beberapa detik yang lalu menyipit kini berubah menjadi sendu melihat pemandangan yang kembali membuatnya berkabut. Ya, Shani melihat Kinal dan Veranda sedang berjalan di taman rumah.
____
Kinal dan Veranda sedang berjalan santai di taman luas milik keluarga Tanumihardja.
Kinal memperlambat jalannya karena Veranda sedikit berada dibelakangnya.
"Aku kayak jadi pengawal kamu kalo di depan gini" Veranda yang menunduk langsung menegakkan kepala sambil melihat Kinal yang memperlambat jalan guna menyamai langkah.
Kinal menatap Veranda dan Veranda pun menatap Kinal. Setelah pandangan mereka bertemu, Kinal lebih dulu menyunggingkan senyuman.
"Kita duduk di sana yuk!" Ajak Kinal sambil menunjuk pada sebuah bangku yang terletak di taman tersebut.
Veranda menganggukkan kepala tanda setuju.
Mata Shani yang terlihat sendu kini mulai memanas. Bahkan air yang sedari tadi dia tahan sudah berada diambang batas.
'tes' tanpa ada kata, tanpa adanya suara, cairan bening itu terjatuh begitu saja dari pelupuk mata.
Dengan cepat Shani berbalik dan masuk kedalam kamarnya.
Veranda dan Kinal sama-sama terdiam. Meski mereka duduk di bangku yang sama, kecanggungan kentara diantara keduanya.
Kinal bingung harus memulai obrolan dari mana. Pikirannya seolah buntu, dan hatinya pun ikut bergemuruh.