Terungkap

24 15 0
                                    

Kecemasan Abi masih berlanjut hingga pagi menjelang, ia sendiri bahkan tak mempercayai apa yang ia lihat semalam. Masa sih, Mang Kadi malingnya? Ah, bodoamat yang pasti gue harus bilang kalo semalem gue mergokin Mang Kadi maling di rumah Pak Harto. Kata Abi dalam hati.

Dan benar saja, sepulang sekolah ia kembali mendengar berita kemalingan yang menimpa keluarga Pak Harto. Berarti benar apa yang dilihat Abi semalam! Ia pun diam-diam melapor kepada Pak RW, bahwa ia melihat malingnya semalam, dan menduga bahwa maling itu adalah Mang Kadi. Pak RW tak lantas mempercayai laporan Abi.
"Masa sih, Bi? Memang kamu lihat wajahnya dengan jelas?" tanya Pak RW ragu.
"Ya, ngga sih, Pak. Tapi itu sarungnya saya kenal banget! Warna merah, persis seperti sarung punya Mang Kadi!" timpal Abi yakin.
"Cuma karena sarung, kamu menyimpulkan kalau malingnya adalah Mang Kadi?" tanya Pak RW lagi. Kali ini Abi diam, iya juga ya... Kok gue langsung su'udzon sama Mang Kadi, sih? Ujarnya dalam hati.
"Kamu ngga berhak untuk menghakimi seseorang sebelum tahu kebenarannya seperti apa, Nak Abi" ujar Pak RW dengan bijak. "Bapak akan merahasiakan ini demi kenyamanan bersama, nanti kami akan lebih ketat lagi menjaga keamanaan di setiap RW dan insyaallah dengan begitu pelakunya bisa tertangkap, jadi semuanya akan jelas. Tidak saling mencurigai satu sama lain lagi," kata Pak RW.
Abi pun segera kembali ke rumah setelah melaporkan hal yang ia alami kepada Pak RW. Abi merasa lega, setidaknya hal itu tidak ia simpan sendiri dan semoga saja dugaannya salah. Mang Kadi, orang baik yang ia kenal, tidak akan melakukan hal jahat seperti itu.

Setelah kepulangan Abi, Pak RW mulai memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Ia memang tidak tahu siapa pelakunya, tapi sebagai orang yang bertanggung jawab di lingkungan itu, Pak RW berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu.

***
Di pagi buta pukul 1 dini hari Jumat itu hening, seperti biasanya. Namun tidak bagi seseorang yang kini tengah mencoba membobol pintu belakang sebuah rumah, mengenakan sarung yang sama seperti aksinya yang lalu. Ia seakan larut dalam niat jahatnya, matanya melirik kesana-kemari memastikan dirinya aman dan aksinya berjalan dengan mulus.

Tanpa ia tahu, beberapa orang sedang mengawasinya dibalik semak tak jauh dari sana. Mereka adalah Pak RT bersama beberapa pasukan jaga malam itu. Mereka tetap mengawasi gerak-gerik Si Maling, mengunggu saat yang tepat untuk meringkusnya. Dan malam itu akan menjadi malam yang amat disesali Si Maling...

***
Paginya, berita tertangkapnya maling semalam menjadi headline para warga. Siapa sebenarnya maling itu? Rasa penasaran membuat Abi lantas menuju rumah Pak RW. Namun, hal yang tak terduga adalah sesampainya di sana, ia melihat Mang Kadi tanpa sarung di pundaknya seperti biasa, sedang ikut mengerumuni seseorang yang tampak tertunduk diwawancarai polisi. Benar! Dia malingnya.

Astagfirullahal'adziim... Batin Abi. Ia telah salah menduga kalau Si Maling adalah Mang Kadi, bagaimanapun juga, ia harus meminta maaf karena pernah berpikiran buruk tentang Mang Kadi yang baik hati. Tapi masalahnya, kenapa sarung mereka bisa sangat mirip?
"Mang, Abi mau minta maaf,"
"Lah? Maaf buat apa, Jang? " heran Mang Kadi.
"Abi udah nuduh Amang malingnya... "
"Pasti gara-gara sarungna, nya?" Mang Kadi tertawa. "Orang sarung Amang juga dimaling ku manehna," ujar Mang Kadi seraya menunjuk malingnya.
Abi terkejut, ternyata benar. Itu sarung Mang Kadi.
"Amang maapkeun, Jang. Tenang..." senyum keduanya merekah.
Mang Kadi emang yang terbaik! Batin Abi.

KeliruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang