Arti Sebuah Persahabatan

191 77 90
                                    


Bel sekolah berdering, tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Aku dan teman temanku  keluar dari kelas masing-masing dengan riang dan sesekali bercanda dengan teman-teman yang selalu membuat kami selalu akrab dan bahagia. Halaman sekolah menjadi ramai seperti pantai yang penuh dengan pengunjung. Cara mereka pulang juga beragam, ada yang berjalan kaki karena rumah mereka dekat, ada yang membawa kendaraannya sendiri, dan ada juga yang naik angkutan umum seperti Aku. Perkenalkan, namaku Kevin Sun, aku duduk dibangku kelas 11, SMA Negeri 1 Cibinong. Selepas pulang sekolah aku biasa menaiki mobil yang biasa ku sebut mobil angkot atau disebut mobil angkutan kota. Hanya dengan Rp. 3000 aku sudah diantarkan sampai tempat tujuan. Biaya yang murah bagi anak sekolah seperti aku.

Hari ini ada yang berbeda, biasanya aku pulang hanya dengan teman-teman yang searah denganku, tetapi hari ini aku juga pulang bersama teman-teman baru yang ku kenal setelah aku duduk dibangku SMA kelas 11.Tidak terasa kami telah merasakan bangku kelas 11 selama 6 bulan, rasanya baru kemarin kami naik kelas 10. Kenangan-kenangan semasa kelas 10 masih tertanam kuat dibenak kami. Oleh karena itu, aku sangat senang saat ketika temanku mau untuk main kerumahku hari ini. Aku menganggap ini sebagai tempat dimana kami bisa berkumpul dan bisa tertawa lagi . Tidak berlama-lama kami langsung bergegas menuju tempat biasa aku menunggu mobil.

Sembari menunggu, kami berduduk-duduk diteras sebuah rumah yang terletak dipinggir jalan. Setelah penantian cukup lama, akhirnya ada mobil yang datang untuk mengantarkan kami ke rumahku yang berada di Cilangkap. Tanpa berlama-lama, aku langsung naik mobil karena takut aku duduk ditempat paling ujung. Setelah berada didalam mobil ternyata teman-temaku masih berada diluar
“Hei, cepatan naik!” kataku.
“Turun saja Sun! mobilnya sudah sesak” sahut salah satu temanku bernama Bagas, akupun langsung  turun dari angkot dan menghampiri mereka.
“Lihat! Mobilnya sudah sesak seperti itu, kita tunggu mobil lain saja” kata Bagas sambil menunjuk mobilnya.
“Tapi gua takut gak ada mobi lagi, soalnya inikan hari Jum’at, supir-supir pada solat Jum’at
”“O iya ya kataku. Sudahlah, pasti nanti ada mobil lain” Bilhaq meyakinkan aku yang sedang gelisah dalam menunggu angkot. Ternyata benar apa yang dikatakan Bilhaq.

Tidak beberapa lama kemudian ada mobil angkot yang lewat , dan supir mobil itu menanyai kami “mau pulang kemana Dek?”“Cilangkap pak” jawab saya dan teman-teman secara  kompak. Pak supir langsung menancap pedal gasnya dan mengantarkan kami ke persimpangan biasa aku turun. Setelah sampai disana aku segera membayar. Teman-temanku menjadi bingung
“Loh kan belum bayar Sun?” Tanya Adit “aku yang bayar, kan aku yang ngajakin kalian ke rumahku” jelasku
“Terima kasih ya Sun” ucap teman-temanku secara bergantian dan sambil tersenyum kepadaku. “Ya, sama-sama” jawabku sambil tersenyum.

“Permisi” ucapku dan teman-teman setelah sampai dirumah.
“Oh ada teman-temannya , mari-mari masuk” sahut ibuku sembari membukakan pintu.
“Iya bu” seluruh temanku melepas sepatu dan masuk untuk bersalaman dengan ibuku , begitu juga denganku. Setelah itu mereka duduk-duduk diteras rumah untuk melepas rasa lelah dan penat mereka. Sementara itu aku langsung berganti pakaian untuk mempersiapkan minuman dan snack untuk mereka. Setelah semua siap, kami pindah ke ruang tamu untuk mengobrol-ngobrol seputar pengalaman menarik dan mengesankan  kami dikelas 11.
“Hei teman-teman, si Guntur pernah pingsan tau” kata Adit.
Semua anak kaget termasuk aku “yang bener?sambil tersenyum  Guntur pingsan? Hahaha lucu sekali”  tertawa mendengarnya “Emangnya kapan?” Bagas menjadi tertarik dengan cerita Adit “Kemarin waktu ada lomba menghias tumpeng, kemarin itu aku lagi pusing banget” sambar Adit. .
“Pingsan beneran gak tuh? gak masuk akal banget”, semua anak tertawa mendengarnya celotehanku, termasuk Adit.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, teman-teman pun berpamitan untuk pulang.
“Sun, sudah sore nih, kami pulang dulu ya” ujar Adib
“Oh ya, Hati-hati ya!” sahutku.
“Terima kasih ya untuk makanannya” teman-teman bergantian mengucapkannya “oh iya sama-sama. Santai saja”. Usai berpamitan denganku mereka langsung pulang karena ayah dan ibuku sedang pergi ke rumah saudara sepupuku.
Setelah mereka pulang aku membereskan ruang tamu yang berantakan. Suasana menjadi berbeda saat mereka pulang, aku menjadi kesepian, jadi aku bermain handphone untuk menghilangkan rasa jenuh. Rasa lelah saat bermain handphone menghampiri, akupun beranjak dari kursi dan menuju ke dapur untuk membuat cemilan untukku. . Setelah itu aku langsung pergi kekamar lalu aku membaringkan tubuhku di kasur untuk beristirahat agar nanti malam  rasa ngantuk tidak menghampiri disela-sela aku belajar, tidak terasa mataku mulai terpejam dan akhirnya tertidur pula.

Hari terasa sangat cepat, baru kemarin hari Jum’at, ternyata ini sudah hari Sabtu. Seperti biasa setiap pagi aku disibukkan untuk membantu ibu dalam membereskan rumah. Akhirnya selesai juga, jam sudah menunjukkan pukul 08.00 dan sekarang waktunya aku berangkat untuk les, 
“Ayah, aku mau berangkat sudah pukul 08.00 ini ” ujarku sambil berteriak.
“Ya sebentar ayah mau cuci tangan dulu”, kata ayahku.
Sembari menunggu ayah aku berpamitan dengan ibu yang di sedang memasak didapur ,
“Bu, Aku mau berangkat dulu” sambil mencium tangan ibuku.
“Oh iya, entar bayarin ya uang les mu! ” kata ibu.  “Siap, bu” jawabku setelah itu berganti ibu yang menciumku.
Selesai berpamitan, ayah telah siap untuk mengantarkan, akupun segera memakai sepatu “ayo, ayah!” sambil menaiki mobil “sudah siap” tanya ayahku memastikan “sudah” jawabku dengan pasti. “Berangkat dulu ya mah, ” sambil menaiki mobil ayah dan siap lepas landas menuju tempat les “Hati-hati ya!”“ya” jawab ibu  dari kejauhan.

Semilir angin menerpaku, rasanya benar-benar sejuk, walau masih pagi banyak juga motor yang berlalu lalang di jalan yang cukup lebar. Tidak jarang aku dan ayah berpapasan dengan motor lain. Aku sangat menikmati perjalanan ke tempat les sambil memikirkan hal-hal untuk menjahili teman sebangkuku yang sudah aku anggap sebagai adik sendiri bernama Bagas.

Bagas merupakan temanku semenjak kelas 10 meskipun kelas kami berbeda, entah takdir atau bukan kami kembali bertemu dikelas 11 dan kembali duduk bersama. Banyaknya kesamaan diantara kami membuat kami menjadi sahabat dekat walau pertemanan kami baru berlangsung selama 1 tahun lebih. Tidak terasa sampailah di tempat les, aku turun dari mobil dan bersalaman dengan ayah lalu aku segera menuju ke kelas. Diparkiran dekat halaman aku bertemu dengan sahabatku, Ale namanya. “Le, katanya teman kamu kecelakaan?” berpikir sejenak “gak tau” aku menjawab pertanyaannya sambil menuju kelas. Aku tidak memperdulikannya karena mungkin Ale salah orang, semalam tidak ada yang memberi kabar mengenai hal itu kepadaku.

“Permisi” ku ucapkan sambil memasuki kelas “Pagi Sun” jawab teman-teman yang sedang duduk-duduk. Akupun langsung masuk dan berbincang-bincang dengan Agus.
“Kamu PR matematikanya udah semua?” tanyaku kepada Agus.  “sudah”, jawabnya dengan ceria.. Saat aku sedang berbincang-bincang dengan Agus, terdengar suara langkah kaki yang cepat dari luar, ternyata dia Adit, Bilhaq, dan Adib, tanpa salam mereka memasuki kelas dengan nafas terengah-engah dan terlihat panik.
“Sun, katanya Bagas kecelakaan” kata Adit.  Aku tidak percaya, mungkin ini hanya jebakan karena aku berulang tahun pada hari Rabu.
“Beneran, kamu kata siapa?”“katanya si Dede, nih suratnya” dari situ barulah aku percaya apa yang dikatakan oleh Adit.

Aku menjadi penasaran penyebab kecelakaannya Bagas yang biasa ku panggil Ucil “kenapa bisa kecelakaan sih?”kemarinkan aku sama yang lain sedang menunggu mobil dari rumahmu, terus ada si Dede, si Bagas mau ikut, tapi ragu-ragu. Terus kata si Dede gak papa, eh Bagas ikut deh. Terus mereka kecelakaan di Pasar Cibinong. Kata yang lain si Dede tuh belum lincah naik motornya” Adit menjelaskan secara singkat “ya , kenapa si Bagas ikut si? Si Dede lagi ada-ada aja. Belum lancar ngendarain motor udah gaya nganterin orang lain.” aku sangat kesal “katanya tangannya sampai patah” pertegas Adit.

Aku menjadi sangat kaget dan amat sedih, yang ada dipikiranku hanyalah “bagaimana keadaan Bagas sekarang?” akupun merasa ingin menangis, kesedihanku sudah tidak bisa dibendung lagi akupun menangis bersama Adit, “De, Bagas gimana De? De, Bagas gimana?” tangisanku menjadi semakin keras dan sambil memikirkan keadaan Bagas. “jangan menangis o, ya sudah nanti kita jenguk dia. Sudah kamu jangan menangis Sun, sekarang kamu duduk ya” Adit mencoba menenangkan aku dan mengantarku menuju tempat duduk. Dia juga berada disampingku. Aku tidak peduli jika dikatakan lebay oleh teman-teman, tapi yang jelas aku sangat sedih. Kalau saja si Dede hari ini berangkat, mungkin aku bisa melakukan aksi nekat seperti menamparnya karena dia telah membahayakan nyawa orang lain. Satu persatu temanku datang dan bergerombol juga bertanya-tanya,
“Sun kenapa?” tanya di Adib yang baru berangkat “si Ucil kecelakaan”“astagfirullahal’adzim, kapan Sun?” Adib kaget “kemarin, pulang dari rumah Sun”.

Setelah tahu penyebab aku menangis mereka langsung mendekat “sudah Sun, jangan menangis lagi, Bagas pasti akan baik-baik saja” Adib mencoba menenangkan disusul pula oleh Bilhaq yang berbisik-bisik di telingaku “Sun, dengarkan! Kamu jangan  menangis lagi, kasihan Bagas kalau ditangisin, nanti dia tidak tenang dirumah dan memikirkan kita, sudah kamu tenang saja” karena semangat dari mereka akupun berhenti menangis.
Tanpa sadar aku lupa bahwa PR Ekonomi ada yang belum ku kerjakan karena tidak tahu cara mengerjakannya. Akupun membuka LKS Ekonomi dan bertanya kepada Adit teman sebangku Bagas,
“Dit, ini cara mengerjakannya bagaimana?” aku menyodorkan bukuku,
“Oh ini, begini nih” Adit menjelaskannya padaku dengan jelas. Lalu ada Adib  didepanku yang melihat salah satu dari jawabanku salah, akhirnya dia menjelaskan caranya, karena aku sedang tidak konsentrasi aku tidak memahami yang dia jelaskan,
“Ya ampun Sun, fokus dulu kepelajaran!”iya iya” jawabku dengan senyuman.

Bel tanda masuk berbunyi, aku segera kembali ke bangkuku dan melaksanakan literasi selama 10 menit. Selesai literasi pak guru Ekonomi yang bernama Bapak Sudi  sudah berada dimeja guru “ada PR ya?”“iya pak” seluruh siswa menjawab secara serempak. “ayo kita cocokkan!” pak Sudi mengajak untuk mencocokkan PR bersama-sama.

Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, aku segera pulang untuk menceritakan berita buruk ini kepada keluargaku yang sudah mengenal Bagas.
“Shalom”“shalom” jawab ayah seorang diri dari depan televisi yang sedang menonton berita. Aku langsung menghampirinya dan menceritakan hal yang menyedihkan ini.
“Yah, Bagas kecelakaan”Bagas Leonardo?” ayah kaget,
“Iya, kemarin katanya pulang dari sini mebonceng si Dede, tapi Dede belum lincah naik motornya, terus kecelakaan di Pasar Cibinong” jelasku.
“Sekarang Bagas dimana?” tanya ayah dengan penasaran “dirumah. Katanya tangannya sampai patah yah.
”Hus ngawur, gak mungkin ah, cuma lecet kali” pertegas ayahku. Aku kembali ingin menangis dihadapan ayah karena kesedihanku menghampiri lagi.

Tidak beberapa lama ibu pulang disusul adikku dari SD, aku juga menceritakan hal yang sama dengan mereka. Ibuku merasa kasihan kepada Bagas dan berjanji padaku untuk menjenguknya Minggu sore. Akhirnya tibalah waktunya, rasa penasaranku sebentar lagi terjawab, bersama ayah aku menuju kerumah Bagas. Sampai disana aku langsung masuk sedangkan ayah pergi menjemput ibuku.

“Shallom” ucapku sambil memasuki rumah Bagas, Bagas pun menjawab dengan lemas “shallom”. Mengetahui bahwa ada teman Bagas yang menjenguk ibu Bagas pun langsung keluar. Aku langsung bersalaman dengan ibunya lalu kembali duduk untuk bertanya-tanya kepada Bagas. “Bu, ceritanya gimana sih kok bisa sampai kecelakaan segitu parahnya?” tanyaku sambil penasaran.
“Ya kan secara ada teman kita yang searah, kan pasti kalau kita diajak maulah, secara biar ngirit ongkos juga. Jadinya aku kan ikut, eh gak taunya kecelakaan”lah kok bisa?” aku menjadi semakin penasaran.
“Waktu pulang kita lewat Pasar Cibinong, kan dia katanya mau ketemuan sama“pacarnya” aku mencoba menebak “iya.
”Lah aku menyesal nih ikut kamu, gak papa kok cuma sebentar, kayak gitu katanya tapi katanya gak papa, sebentar juga kok katanya gitu, lah waktu di jalan yang menurun itu aku merasa kalau dia ngebut banget, dan waktu itu didepan ada motor Vespa. Orang itu juga udah ngerasa kalau Dede mau nabrak, jadi dia menghindar Dede juga menghindar tapi ada lubang. Terus aku sudah gak sadarkan diri lagi setelah itu. Katanya aku dibopong sama orang yang naik Vespa itu ke rumah sakit”. Bagas menjelaskan padaku dari awal hingga akhir.
“Oh iya, orang yag pake Vespa itu temennya Pak Sudi, dia cerita sama om” perjelas aku. Sekarang aku mengerti kejadian sebenarnya. Dan sekarang aku merasa lega karena keadaan Bagas tidak seperti yang aku bayangkan.

Untuk menghibur Bagas aku menceritakan kejadian menarik waktu disekolah,
“Eh, tadi aku ngerjain kembaranmu” dikelas aku ada 2 orang yang bernama Bagas “gimana?” jawab Bagas.
“Tadikan bahasa Indonesia suruh nulis, si Bagas pindah kebangku , terus aku sama si Adit ngerjain dia bilang kalo aku punya kembaran. Ituloh Malika, dan lucunya lagi dia percaya” mencengar ucapapanku Bagas tertawa sambil menahan rasa sakit ditangannya karena harus dijahit,
“Terus gimana?” tanya Bagas.
“Ya dia minta ditauin fotonya si Malika, aduh berarti aku harus download fotonya Malika nih” jawabku.

Lama mengobrol, tidak terasa waktu menunjukkan jam 5 sore, ibu dan ayah berpamitan dahulu, jadi aku melanjutkan berbincang-bincang dengan Bagas,
“Eh, aku punya video lagu Oasis Stand By Me nih, mau minta gak?” aku menawarkan video clip dari Oasis.
“Ya deh” sembari mengangguk “udah diaktifin share it?”bentar” selesai mengirim  aku menawarkan video yang lain “ni aku juga punya Ed Sheeran lagu barunya Perfect.
”Ya udah, kirimin semua!”hu, enak ya hidupmu” kataku sambil tersenyum dan tertawa bersama dengan Bagas. Setelah semua terkirim, ayah datang, aku langsung berpamitan dengan keluarga Bagas dan pulang.

Keesokan harinya aku menceritakan kejadian yang sebenarnya pada teman-temanku. Mereka sangat fokus saat aku menceritakannya. Mereka juga merasa lega setelah tau keadaan Bagas.

Sedangkan Bagas sendiri belum berangkat ke sekolah sebab kondisinyas belum pulih total, karena hal itu aku merasa sangat kesepian. Biasanyakan ada Bagas disampingku, sesekali kami bergurau saat menerima pelajaran dari guru. Tapi hari ini ia tidak ada sehingga  hanya ada tasku yang tidak bisa aku ajak bercanda dan berbicara dengannya. Keesokan harinya juga sama, aku merasa kesepian lagi. Mungkin hari Rabu Bagas baru berangkat.


Keesokan harinya setelah aku sampai sekolah.
“Selamat Pagi?”Pagi juga Sun” jawab seluruh temanku.
“Sun, Bagas berangkat tuh” ucap Adit. Sungguh senangnya, aku tidak kesepian lagi.
“Ye Ucil berangkat, asik!” aku langsung menaruh tas dengan sangat girang. Melihat tingkah lakuku teman-temanpun tertawa “Sun, kemarin kamu menangis sampai terdengar di kelas 11A2?” kata Adib.
“Kata siapa?” aku malu mendengarnya.
“Kemarin aku berangkat lewat sana, terus aku mendengar ada orang menangis, eh ternyata kamu.    “Hahaha”
“Tapi, anak-anak kelas sebelah gak tau kalo aku yang nangiskan?” tanyaku panik.
“Gak tau, tapi denger juga kali” jelas Adib  sembari tersenyum. Dan setelah bercanda tawa dengan teman temanku aku segera menghampiri Bagas untuk menanyakan kabarnya dan keadaannya. Lalu aku berbincang – bincang dengan Bagas,
“Gas gimana keadaanmu sekarang, sudah baikkan ?” tanyaku. Lalu Bagas menjawab dengan tersenyum kepadaku , ”ya sudah merasa baikkan si Sun”.
“Oh, yasudah kalau keadaanmu sudah membaik dan semoga sakitmu cepat sembuh total”, kataku kepada Bagas. Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi, kami pun langsung membuka bekal kami masing-masing untuk memakannya.
”Hei, teman-teman mari kita makan bekal kita bersama si Ucil”,kataku sambil tertawa. Sambil makan bekal kami pun sambil bercanda tawa dengan Bagas untuk menghiburnya dalam keadaan yang belum sembuh total. Karena bagi kami Bagas merupakan teman terbaik kami yang tidak pernah membiarkan temannya selalu sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah dan suka membantu dalam kesusahan yang dialami teman-temannya.


Dan sekarang aku tahu arti dari sebuah persahabatan, kita saling membutuhkan satu sama lain dan dimana sahabat juga sebagai tempat kita bercerita tentang apa yang kita miliki. Disaat satu sahabat tidak hadir saja rasanya sudah kesepian apalagi jika tidak ada sahabat di dunia ini. Di dunia ini boleh ada mantan pacar atau mantan suami, tapi menurutku tidak ada yang namanya mantan sahabat. Bagiku karena sahabatlah yang mampu membantu kita dalam kesusahan dan mengibur kita dikala kita berduka . Itulah arti persahabatan bagi aku.


                            TAMAT


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arti Sebuah PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang