Li.5 - Kalijaga

689 81 46
                                    

Baca ini dulu please!!!

Kalau emang gak boleh nulis cerita seperti ini. Aku akan hapus kok ceritanya:))

jadi kalau menurut kalian cerita ini sebaiknya gak ada, bilang aja. Aku beneran bakal hapus.

Dan dipart sebelumnya memang ada kesalahan tapi udah aku perbaiki kok.

Kenapa aku nekat buat cerita ini? Aku ingin kita sama-sama belajar sejarah bukan hanya dari buku pelajaran tapi dari cerita seperti ini.

Aku buka berbagai situs untuk menggali informasi lebih dalam lagi. Btw cerita Sunan Kalijaga juga sudah pernah tayang di tv. Saban tahun. Aku lupa. Kalau gak salah yang meranin waktu itu Hengki Kurniawan?

Menurut kalian cerita ini lanjut atau ganti pemeran utama pria? Jawab, ya")

Itu aja sih. Happy Reading!

***

Raden Mas Said atau Kalijaga yang dikemudian hari dikenal dengan nama Sunan Kalijaga adalah salah satu dari sembilan wali atau Wali Songgo yang menyebarkan agama islam di Pulau Jawa.

Kalijaga adalah anak dari Adipati Tuban---Tumenggung Wilatikta dan Dewi Nawangrum. Kadipaten Tuban berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.  Tumenggung Wilatikta adalah Ario Tejo IV, keturunan Ario Tejo III, II dan I. Arti Tejo I adalah putra Ario Adikoro atau Ronggolawe.

Raden Said lahir di Tuban saat Majapahit mengalami kemunduran yang disebabkan pajak dan upeti dari masing-masing kadipaten yang harus disetor ke Kerajaan Majapahit sangat besar sehingga membuat miskin rakyat.

Ketika Tuban dilanda kemarau panjang, rakyat hidup semakin sengsara. Dari sanalah akhirnya Raden Said menjadi Maling Cluring, yaitu pencuri yang baik karena hasil curiannya dibagi kepada orang-orang miskin yang menderita. Tidak hanya mencuri, melainkan juga merampok orang-orang kaya dan kaum bangsawan.

Ketika perbuatan mulia namun tidak wajarnya diketahui oleh sang ayah yang tanpa belas kasihan mengusirnya karena dianggap mencoreng kehormatan keluarga Adipati. Pengusiran tidak hanya dilakukan sekali namun beberapa kali. Saat diusir Raden Said kembali melakukan perompakan namun dia tertangkap pengawal Kadipaten hingga sang ayah kehabisan akal. “Said anakku, kini sudah waktunya kamu memilih, kau yang suka merompak itu pergi dari wilayah Tuban atau kau harus tewas di tangan anak buahku”. Raden Said tahu dia saat itu harus benar-benar pergi dari wilayah Tuban dan akhirnya dia pergi tanpa arah tujuan yang jelas.

Dalam perjalanannya di hutan Jati Wangi, dia bertemu lelaki tua dengan tongkatnya. Orang itu adalah Sunan Bonang putera sekaligus murid Sunan Ampel. Karena tongkat itu terlihat seperti tongkat emas, ia merampasnya. Raden Said mengatakan jika hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkannya.

Raden Said menekuk sebelah kakinya didepan Sunan Bonang. "Izinkan aku berguru padamu, Sunan."

"Bangunlah Said sesungguhnya Allah melarang manusia menyembah sesama mahluknya."

Raden Said bangun, lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Sunan Bonang memerintahkan Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai.

Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.

Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.

"Dan seperti yang kau tahu. Dia masih disini mempelajari ilmu agama lebih dalam lagi." Mega mengangguk dengan kaku. Sepanjang Sunan Bonang bercerita wajahnya pucat pasi.

Jadi ini alasan mengapa desa Bonang ini begitu sepi. Tanpa listrik. Tanpa alat komunikasi. Tanpa kendaraan canggih. Tanpa globalisasi. Dan yang terpenting, ini alasannya mengapa masih ada hutan belantara dan lingkungan asri.

Andai Sunan Bonang tak bertanya padanya akan dirinya yang berujung pada cerita Kalijaga yang telah menyelamatkannya, mungkin sampai sekarang Mega tak akan sadar jika dia telah berada diwaktu yang berbeda.

Pantas saja nama-nama ini terdengar tak asing. Ya Robb, bagaimana caranya kembali?

***

Daftar Pustaka :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga

https://kedaibukualauddin.wordpress.com/2016/08/09/perjalanan-sunan-kalijaga-mencari-guru-sejati/

Sukanagara, 24 November 2018

Biru

Lir Ilir (Dimensi 1 dan 2, Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang