penyesalan

710 14 0
                                    

Nathan POV

"Saatnya aku mengejar cinta yang sudah lama aku tinggalkan" ucap Nia dua jam yang lalu.

Kupikir cinta yang ditinggalkan itu Izma, teryata itu orang tua kami. Ya, Nathania mendahuluiku menemui sang pencipta.

Bodoh!

Kenapa aku tak menahannya.

Basarnas bahkan belum menemukan tanda tanda darinya. Hanya ini. Hanya satu syal yang basah oleh air laut.

Aku menghela nafasku dan melepas dasi dari leherku juga memukulkan kepalaku ke tembok.

Ah, pantas saja Nathania melakukan self harm. Dia ingin mengakhiri hidupnya.

Kenapa dia pergi lebih dulu. Jika tahu ketiga orang dalam hidupku akan direnggut dalam satu waktu.

Kenapa aku tidak terjun saja ke jurang bersama Nathania kemarin. Setidaknya kami mati bersama dan aku tak akan kesepian.

"Nathania" ucapku lirih. Bahkan kami baru bertemu.

Nathan POV end

#*#*

Izma POV

"Jangan. Aku akan pergi bahkan lebih jauh dari Amerika" ucap Nathania.

Wanita yang aku cintai dari dulu, kini, dan mungkin selamanya.

Iya, dia pergi lebih jauh dari hanya sekedar Amerika.

Seharusnya aku tak pernah pergi. Ini salahku, seharusnya aku melarangnya. Seharusnya aku diam disisinya agar dia tidak pergi. Seharusnya aku menemaninya di masa masa sulitnya.

Dan sekarang?

Aku hanya menjadi pecundang yang menyalahkan diri sendiri dan memukul tembok seperti orang gila.

Semua tak akan berubah. Nia, dia tak akan pernah kembali.

Aku baru saja kehilangan ibuku. Dan kini orang kedua yang aku sayangi menyusul.

Apa apaan ini?

Aku menemui Nathan. Seorang pria yang menyandang sebutan kakak dari Nia.

"Gue nggak nyangka. Ditinggal itu sakit. Gue nggak pernah mikirin gimana kuatnya Nia ditinggal Lo, Romi, sampe nyokap bokapnya. Dan gue? Gue nggak kuat" Nathan bicara di depanku

"Gue nggak pernah nyangka Nia sekuat itu" aku meluk Nathan. Konyol? Dua lelaki dewasa berpelukan dan menangis. Tapi itu faktanya.

Bahkan aku menggunakan gue - Lo.

Bahkan seorang laki laki pun bisa meneteskan air mata jika lukanya terlalu dalam dan menganga.

"Nia bisa sekuat itu. Dan sekarang giliran kita."

"Kita harus kuat tanpa Nia, sebagaimana Nia kehilangan orang disekitarnya" Nathan senyum.

"Izma! Lo nangis!" Nathan ketawa. Bodoh! Padahal jelas jelas matanya berkaca kaca. Sikapnya tak jauh beda dari Nia. Dan itu malah semakin mengingatkanku pada wanita berambut panjang dengan senyum manis itu.

"Gue tahu Lo juga bentar lagi nangis" gue nepuk bahu Nathan.

"Bro! Lo tahu? Gue pernah nembak Nathania mati Matian. Sampe gue ditolak blak blakkan dan begonya gue nembak dia lagi. Sampe akhirnya gue Nerima kenyataan bahwa dia cuma adek gue" Nathan duduk

"Iya, gue pernah rasain hal yang sama kayak Lo ke Nia. Dan gue tahu itu sakit. Ditinggal orang yang Lo cinta. " Nathan ketawa dengan air mata.

"Makasih udah jaga Nia selama gue pergi" ucapku.

"Makasih udah sayangin Nia" Nathan.

Aku senyum. Beberapa orang masuk. Reno, Chelsea, bahkan sampai Irma setelah bertahun tahun menghilang.

Ya, mungkin kami saling berterima kasih karena telah menjaga, mencinta, dan menyayangi Nia selama ini.

Tapi, kini Nia ada di sisi Tuhan yang bisa menjaganya lebih dari kami. Dan kami, hanya menunggu giliran untuk menyusulnya.

Manusia.
Kami hanya itu. Yang tercipta dari tanah dan kembali ke tanah.

Siklus hidup, kehilangan, bangkit, kehilangan, lalu bangkit, sampai akhirnya kita sampai di titik terdalam lembah.

Inilah, kisahku. Tidak! Bukan kisahku. Kisah Nathania Amsi yang tak pernah aku bisa pahami sepenuhnya.

Kisah wanita lembut yang aku sayangi namun faktanya aku hanya menggores luka baginya.

Kenapa? Kami bertemu bila akhirnya dipisahkan.

Ah tidak! Hidup memang seperti itu agar membuat makhluknya memiliki warna.

Tapi, yang kutahu. Kenapa kanvas Nia dilukis dengan air mata.

Jika saja bisa berubah, aku rela menanggung kesedihannya dan membiarkan dia tertawa lebih lama.

Aku rela terluka hanya untuk melihat senyum manis di wajahnya.

Apa yang aku pikirkan.
Merubah hidup?
Sadarlah! Aku hanya manusia. Bukan tuhan.

Setiap kejadian memiliki hikmah. Hanya saja aku terlalu egois dan tak memetik hikmahnya.

Bisakah kau beri tahu apa yang harus aku ambil dari semua kejadian ini?

Izma [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang