"Buruan dipilih mau rasa apa."
Tatang yang kaget karena niat bercandanya diseriusi oleh Aruna. Dan sekarang mereka berdua sudah berada di mall.
"Apa aja deh, pilihin. Mana tau aku es krim beginian enaknya yang mana."
"Biasanya gue rasa vanila sih."
"Oke yang itu aja." Tatang mengikuti saran Aruna.
Mereka berdua memutuskan untuk memakan langsung di tempat karena takut es krim mencair jika dibawa pulang.
"Makan berdua yuk."
Aruna menggeleng, "nggak ah kan gue beliin lo."
"Ya kan sekarang es krimnya punyaku, jadi bebas mau ngasih ke siapa."
Aruna yang tak segan menolak, mengikuti apa kata Tatang saja. "Oke."
Lima belas menit mereka makan es krim diselingi cerita dan guyonan, tak terasa pula dari tadi hanya Aruna yang menyendok es krim sedangkan Tatang hanya memainkan sendoknya. Membuat Aruna menyadarinya, "ya gue doang ini yang makan."
Tatang hanya mengangkat bahu, "aku gak keberatan kok. Abisin aja. Gak cocok lidahku sama es krim mahal."
Aruna mendecak sebal, "ck, tau gitu gue beliin aice 15ribu dapet banyak Tang."
"Beliin bakso aja deh kalo gitu. Besok pulang kampus."
"Oke, gue pulang kampus jam 3sore."
"Siip aku juga jam segitu." Tatang mengacungkan jempolnya.
================================
"Kali ini makan baksonya lu aja yang milih, entar gak cocok sama lidah lu kalo gue yang pilih." Aruna bertemu Tatang di depan parkiran fakultas."Hahaha iya, bakso kan cuma ada dua Na." Aruna mengerutkan dahinya, pertanda bingung.
Tatang melanjutkan, "enak aja sama enak banget."
Tak urung Aruna tertawa dan mengangguk, "bener-bener. Bisa aja lu."
"Jalan aja ya kan deket."
"Ooh kirain keluar kampus."
"Enggak kok, bakso fakultas teknik enak."
"Kayaknya makanan paling top ada di fakultas teknik ya."
"Oh ya?"
"Iya, kapan itu gue makan soto di sana juga enak." Aruna berceloteh tanpa diminta.
"Sama siapa?" Tanya Tatang antusias.
"Sama senpai." Aruna segera membekap mulutnya sendiri. Semoga Tatang tidak menyadari siapa itu senpai yang dimaksud.
"Sandy? Temen satu kelasmu yang dari Pasuruan itu?"
Meski tidak tau Sendy mana yang dimaksud Tatang, Aruna langsung menjawab, "oohh iya."
Bisa rame ntar kalo Tatang tau Aruna makan sama Dion.
"Sakit perut ntar." Peringat Tatang melihat Aruna menyendok sambal banyak-banyak.
Aruna hanya meringis.
Tiba-tiba mangkok Aruna ditukar dengan sebuah mangkok bakso lain.
"Lah kok ditukar? Gak salah pesen kok pak." Protes Aruna.
"Boleh gabung kan?" Suaranya menginterupsi protes Aruna yang dianggapnya angin lalu.
"Oo oh boleh kak Dion." Hanya Tatang saja yang menjawab.
"Bakso aku!" Aruna kembali protes.
"Aku lagi males nambahin sambel, jadi ini buat aku aja ya. Sekalian sama sambel yang ini." Dion mengambil wadah sambal di depan Aruna.
"Ya masa aku makan bakso gak pake sambel. Hambar dong."
Dion menabur seuprit garam dibakso Aruna. "Jangan banyak-banyak, nanti darah tinggi." Ucapnya sambil tersenyum.
Yang ada diabet bukan darah tinggi kalo ngeliat senyumnya.
Aruna menggeleng-gelengkan kepalanya, mungkin dia harus segera pergi.
Terlihat Dion berkeringat dan cegukan beberapa kali. Melihat itu Aruna jadi merasa tidak enak. Karena baksonya benar-benar diberi sambal hampir setengah isi wadah!
"Kak Dion kalau gak kuat gak usah dipaksa makannya. Dari pada pingsan, aku sama Tatang gak mau gotong."
Dan Dion, masih sempat-sempatnya meringis, yang membuat Aruna ikutan meringis. Untung saat Dion meringis tidak ada sisa cabe yang menempel digiginya. Sungguh, tidak adil.
"Enggak. Santai."
Aruna selesai makan duluan, cepat-cepat dia membayar makanan, plus makanan Dion. Jangan sampai dibayari lagi seperti tempo hari saat dia makan soto. Untungnya baksonya belum dibayar oleh Dion.
"Kak Dion duluan ya." Pamit Aruna sambil menggeret lengan Tatang.
"Eh tunggu. Barengan aja. Mau ke parkiran fakultas kan?"
"Enggak!" Aruna menjawab.
"Iya kak." Itu Tatang yang menjawab.
Sialan.
"Yaudah Tang ayo ke parkiran bareng." Ajak Dion.
Aruna berpisah di ruang baca fakultas. Ingin masuk tapi sayang sudah tutup.
Aruna berjalan pelan-pelan ke arah parkiran. Takut-takut kalo papasan dengan Dion. Mengintip dari luar parkiran, sepertinya Dion dan Tatang sudah pergi. Lalu dengan buru-buru Aruna berlari, memakai helm, menstarter motor dan gasss keluar parkiran.
Saat di jalan, Aruna sempat berpikir, kenapa harus menghindar setiap bertemu dengannya?
================================
09 April 201922.25
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kasih Kampus
JugendliteraturJadi anak kos, maba, adaptasi, homesick, jatuh cinta, sakit hati, individual, persaingan itu semua dirasakan Aruna saat resmi menjadi mahasiswa. "Mau pulang, kangen kasur kamar di rumah." - Aruna, maba gak tau apa-apa.