💖20. Gladys 💖

829 63 12
                                    

Suara pintu diketuk dari luar terdengar begitu nyaring dan memekakkan telinga. Membuat uang berada di dalam ruangan menggeram kesal.

"Masuk," ujar Saga ketika pintu itu tak kunjung diam dan berakibat berisik. "Ada apa?"

"Maaf, Pak. Mau mengingatkan kembali bahwasanya hari ini Bapak ada jadwal bertemu dengan manager dari Gladys." Siska berkata memberitahu pada atasannya itu.

"Ngapain saya ketemu dia?" sela Saga tak suka. Karena bisa dipastikan mantannya itu akan ikut dan Saga tak mau bertemu dengannya.

"Membahas kontrak kerja serta penanda tanganan kontrak kerja," jelas Siska. Wanita itu masih betah berdiri di depan Saga. Kali ini rok Siska sangat pendek. Hanya beberapa sentimeter diatas lutut. Bajunya juga press body dan ia selalu membuka kancing paling atas serta menyebalkan rambut. Sayangnya Saga selalu acuh.

"Kan ada kamu dan yang lain. Kenapa harus saya? Jika semua saya harus urus, lalu apa gunanya saya mempekerjakan kamu? Menggaji kamu?" sela Saga. Ia masih tak setuju usul untuk bertemu dengan manager Gladys.

"Tapi itu semua sudah ada dalam keterangan, Pak. Bahwa bapak yang akan menemui mereka," jelas Siska.

"Saya nggak mau. Saya sibuk." Saga kembali berkutat dengan pekerjaannya. Siska masih berdiri di sana tidak mau pergi karena sikap keras kepala Saga. "Atau kamu saja," usul Saga acuh.

"Tapi, Pak--"

Perkataan Siska terhenti karena mendengar pintu ruangan diketuk dari luar. "Masuk."

"Saga!!" sapa Gladys senang. Ia datang bersama managernya. Sangat tidak sabar menunggu di tempat mereka janji bertemu. Wanita itu melangkah mendekati Saga yang duduk di kursi kebanggaannya yang terlihat kaget dengan kedatangannya.

"Ngapain kamu ke sini?" Saga berdiri ingin menyingkir dari Gladys tapi telat karena wanita itu kini mencium pipi kiri dan kanannya. Itu wajar jika lama tak bertemu dengan teman lama. Namun, Gladys adalah pengecualian. Mereka mantan.

"Mau tanda tangan kontrak," ujar Gladys sambil duduk di hadapan Saga. Tidak perlu menunggu Saga mempersilakan karena pasti lama atau mungkin tidak akan dipersilakan.

"Tanda tangan kontrak?" Saga bertanya dengan kening terlipat pasalnya biasanya yang menandatangani kontrak hanya tim dengan manajer. Melirik Siska yang mengangguk. "Siapkan dokumennya," perintah Saga pada Siska yang memasang wajah ingin tahu. Ingin tahu ada hubungan apa antara bos dan brand ambassador-nya ini.

"Baik, Pak." Siska berbalik pergi. Meninggalkan tiga orang di dalamnya. Saga, Gladys dan Mbak Mia selaku manager Gladys.

Rasa ingin tahu Siska begitu besar sampai ia menguping pembicaraan di dalam. Entah kenapa Siska jadi tidak suka dengan Gladys. Padahal awal bertemu dulu ia sangat mengagumi kecantikannya. Apa karena dia dekat dengan Saga dan merasa tersaingi? Siska berdecak saat sadar bahwa Gladys merupakan saingan terbaru mendapatkan Saga.

"Sebentar, dokumennya masih disiapkan sama sekretaris saya," jelas Saga. Ia tidak suka dengan suasana ini. Pasti berbasa-basi dengan perempuan di hadapannya ini.

"Mbak Mia," panggil Gladys pada managernya yang dengan cepat menghampiri. "Tolong belikan pizza sa--"

"Klapertaart atau pizza?" tanya Gladys pada Saga yang masih bengong.

"Klapertaart sama pizza yang ekstra mozarella. Minumnya espresso sama hazelnut," pesan Gladys.

Mbak Mia menurut dan memilih pergi. Perempuan itu keluar saat Siska akan masuk. Jadi, dengan tegas Mbak Mia melarang Siska masuk. Membuat membiarkan dua orang itu reuni. Tentang tanda tangan itu gampang.

Siska semakin penasaran hubungan antara kedua orang itu. Dua orang yang kini berada di ruangan Saga. Apa yang mereka lakukan? Yang mereka bicarakan? Tahu begitu tadi dia setuju saja saat diminta Saga menemui mereka di tempat yang telah dijanjikan. Karena dengan begitu, keduanya tidak bertemu dan berbicara panjang lebar seperti ini.

"Jadi, bagaimana kabarmu, Ga?" tanya Gladys dengan mata mengitari ruangan Saga. "Kamu hebat, ya. Bisa sesukses ini. I'm so proud of you."

"good," jawab Saga singkat sambil menganggukkan kepala. Sangat tidak berminat menatap wajah Gladys.

"Aku beruntung banget bisa menjadi salah satu bagianmu menuju kesuksesan," ujar Gladys jumawa.

Saga menatap dengan tatapan sinis. "Maaf? Bisa ulangi?"

"Kenapa? Apa ada yang salah sama perkataan aku? Tapi kenyataannya memang begitu, bukan? Dengan aku menjadi brand ambassador produkmu, bisa dipastikan produk kamu itu laku keras. Belum lagi nanti aku akan bantu endorse dan promosi di tok tok, pasti laku keras. Dan kamu akan berterima kasih kepadaku karena kesuksesanmu itu berkat aku," ujar Gladys panjang lebar.

Dalam hati Saga tertawa terpingkal-pingkal. Tidak tahukah perempuan di depannya ini, bahwa dia yang paling keras menentang usul dirinya? Saga mati-matian menolak Gladys menjadi brand ambassador-nya. Namun, ia kalah suara. Ia kalah dengan jumlah yang setuju. Mungkin bisa dikatakan hannya dia yang menolak sedangkan seluruh peserta rapat setuju.

"Kamu enggak berubah ya, Ga. Kamu tetap suka warna gelap dengan desain yang manly banget," ujar Gladys saat matanya berkeliling di ruangan milik Saga. Ia tersenyum karena pernah menjalin hubungan dengan pria di depannya ini. Saga tidak berminat untuk menjawab. "Lihat, bahkan warna kesukaan kamu tetap navy." Gladys berkata seperti itu karena Saga memakai jas berwarna navy yang cocok dengan dasinya.

"Cita-cita kau tercapai, Ga. Punyai perusahaan sendiri yang bekerja dalam bidang makanan. Apa segitu berartinya aku dalam hidup kamu?" Gladys bertanya karena memang mereka pernah membicarakan itu saat masih bersama.

"Dan, ya ampun! Inikan, bunga mawar yang sering kamu bawa dulu. Kamu masih Saga yang dulu. Yang pernah mengisi hati dan hariku. Terima kasih, Ga. Terima kasih masih inget sky. Gimana kalau kita bersama lagi? Itu lebih baik daripada kamu hidup dengan kenangan lebih baik dengan orangnya, Kan?" Gladys mengatakan semua dengan penuh percaya diri.

Saga menghembuskan nafas kesal. Ternyata diamnya tidak berefek baik. Buktinya, Gladys semakin kemana-mana bicaranya. Wanita itu semakin melantur dan ngawur.
"Gladys dengerin."

"Ya?" Gladys menatap dengan wajah bahagia. Bersinar terang seperti lampu jalanan saat malam hari. "Kamu masih ganteng, Ga. Apa kamu masih menyukai pergi ke taman kota? Aku masih sering ke sana. Tapi kamu enggak ada."

"Aku udah menikah. Itu yang perlu kamu tahu."

Kening Gladys bertemu. Menikah? Dengan siapa? Kenapa ia tak tahu?

"Kamu bercanda, Ga." Tawa kaku menguar di bibir Gladys.

"Aku enggak bercanda. Aku sudah nikah dengan Reres. Aku sudah punya dua orang anak dan kita hidup bahagia."

"Kamu bohong, Ga."

"Terserah kamu mau percaya tidak tapi--" Saga mengangkat jari tangannya dan menunjukkan jari manis yang sudah terisi cincin pada Gladys. "Jariku tidak lagi kosong." Saga membalikkan pigura yang berada di atas meja kerjanya. "Dan ini keluarga kecilku."

Gladys meraih pigura itu lalu menggeleng tak percaya. "Aku pikir kamu cinta mati sama aku, Ga. Kamu - kamu ... Kok kamu tega, Ga?"

"Maksud kamu?" Saga bingung salahnya di mana?

"Aku tulus sayang kamu, Ga."

Saga jengah kesal dengan tingkah Gladys yang lebay dan tak masuk akal. "Dari dulu sampai sekarang hanya Reres yang berhasil masuk di dalam hati aku. Harusnya itu sudah cukup jelas untuk buat kamu mundur?"

***
.
.
.
.
Boleh minta komennya kak?😭

Cinta 100 Kg Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang