Forever With You

28.5K 4.5K 1.4K
                                    

"Kita putus aja."

Aku mengulum senyuman kecil. Merapatkan bibir, tidak bertanya apa alasan pria yang kucintai mengakhiri hubungan yang kami jalani enam bulan ini.

Kami berdiri saling berhadapan, di belakang restoran tempat aku bekerja sebagai pramusaji saat ini. Pria itu menunduk dalam, terlihat sangat menyesal.

"Orangtua aku, tetep gak setuju aku sama kamu. Aku gak mau lebih nyakitin kamu dari ini, jadi kita putus aja."

Aku meremas jari-jariku, berusaha menahan rasa sakit yang kian mencubit, kegelisahan yang membuat kepalaku nyaris pecah. Aku menunduk dalam lalu mengangguk.

"Iya."

"Aku bener-bener minta maaf." Dia tersenyum lemah. "Maaf gak bisa nepatin janji buat merjuangin kamu."

"Iya."

Hening. Hanya semburat jingga yang tertangkap retinaku saat ini. Senja yang cerah, berbanding terbalik dengan suasana hatiku yang sepekat malam.

Dia berbalik dan pergi. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha tidak terlalu kecewa. Ini bukan pengalaman pertama, ini sudah kedua kalinya aku dicampakan karena satu hal yang sama.

Karena aku yatim-piatu. Karena pendidikanku hanya sampai SMA. Karena aku sebatangkara dan tidak punya apa-apa.

Mereka yang berkata mencintaiku selalu bilang bersedia menerimaku apa adanya. Dan seolah menjadi kutukan, dua kali aku jatuh cinta pada pria yang berasal dari keluarga kaya. Padahal aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin dicintai. Aku hanya berharap ada yang mengisi kekosongan di relung hati.

Membenarkan tali tas yang turun. Aku melangkah pergi, menunduk dalam, menahan mendung yang membuat pandanganku buram. Jangan menangis lagi. Jangan menangis lagi.

Menangis tidak akan mengembalikan mereka yang pergi, menangis hanya akan membuatku lemah dan tidak bisa bekerja esok hari.

Dalam perjalanan menuju kontrakan, melewati taman yang terlihat suram. Aku tersentak saat mendengar gonggongan anjing. Menoleh, aku melihat seekor Chihuahua berbulu putih. Menghampirinya, aku berjongkok dan memerhatikannya.

Anjing ini... terlihat terawat dan cukup mahal. Pemiliknya sudah pasti orang berada. Lalu kenapa dia di sini sendiri? Dia terpisah, atau dibuang?

Aku mengulurkan tangan, lidah kecilnya menjilati jari-jariku. Aku tersenyum geli.

"Kalau kamu sendirian." Aku berbisik lirih. Airmataku nyaris tumpah. "Kamu mau hidup sama aku?"

Aku menelan ludah. "Aku juga sendirian. Aku gak punya keluarga, kalau kamu gak keberatan, ayo kita... hidup bersama."

Satu gonggongan. Aku memeluk anjing itu erat, menangis sesenggukkan. Menumpahkan segala penderitaan, keluh kesah yang selama delapan belas tahun hidupku selalu kutahan.

Menyakitkan. Kenapa hidupku harus sesakit ini? Aku anak yang dibuang, aku tidak punya apa pun selain hidupku sendiri, aku selalu ditelantarkan oleh orang-orang yang kuanggap berharga.

Kenapa aku tidak mati saja?

Kenapa Tuhan membiarkan aku hidup dalam rasa sakit berkepanjangan?

Aku menangis tidak ada yang peduli.

Aku sakit tidak ada satu orang pun yang mau tahu.

Aku hanya ingin dicintai, oleh satu orang pun tidak apa-apa. Aku ingin dianggap berharga dan diperlakukan layak oleh seseorang. Apa permintaanku pada Tuhan memang terlalu berlebihan?

Forever With YouWhere stories live. Discover now