Daniel
"Kami akan melacaknya"
"Pastikan semua siswa di periksa"
Aku mendengar Agent Paulette berteriak pada 2 orang lainnya yang serentak menjawab 'ya'.
Perlahan ku buka mata dan mendapati aku berbaring di ranjang dalam ambulan.
"Dayton sadar" ucap seorang petugas kepada seorang wanita yang ku kenali sebagai Agent Paulette.
"Apa yang terjadi? Mana Samantha?" tanyaku panik
"Mereka mendapatkannya Daniel" jawabnya
"Apa maksudmu mendapatkannya?" seru ku
"John membawa Samantha" ucapnya sembari duduk di bangku dalam ambulan.
"Keparat" hanya itu yang mampu aku katakan
"Yeah, KEPARAT! Kau mau mengatakan semua sumpah serapah?! Karna kau satu-satunya yang bisa mengamankannya dan kau kehilangannya!" Ia berteriak
"Woah woah! Tunggu dulu! Bagaimana dengan KAU yang melibatkannya dalam bahaya Huh?! Ia tidak akan hilang bila kau tidak memberinya kalung sialan itu" balasku dengan nada yang sama tingginya
"Apa yang kalian ributkan?" Tanya direktur kemudian
Lalu Agent Paulette keluar dari ambulan dan bergabung dengan petugas lainnya.
"Pulang lah Daniel, Kau mengalami malam yang berat" ucapnya
"Tapi Samantha hilang Pak, Ini misi perdana ku" protesku
"Kau juga korban, sekarang kau pulang dan kembali ke markas besok pagi jam 9" balasnya
Tanpa mengucapkan sepatah kata, aku berjalan ke mobil Samantha dan pergi menuju rumahnya, untuk mengambil tas dan motorku. Baru aku kembali ke apartemenku.
****
Aku terbangun dengan suara teriakan Samantha dalam benakku. Ku ambil ponsel ku dari meja. Tertulis pukul 3 pagi.
Ku letakkan kepalaku dalam kedua tanganku. Mimpi buruk itu kembali. Mimpi dimana aku melihat Samantha dengan memar di tulang pipinya dan darah di ujung bibirnya. Berteriak agar aku menolongnya. Sedangkan aku berdiri di hadapannya dan tak mampu bergerak.
Perlahan ku ambil jasku dari pinggir kasur dan mengeluarkan kotak hitam yang Samantha berikan. Kotak itu berisi kalung dari film "The Hunger Games : Catching Fire" milik Peeta Mellark, salah satu tokoh utama.
Ku usap kalung itu perlahan, merasakan setiap detail yang ada. Di baliknya tertulis nama dan tanggal lahir ku. Dengan tanda panah di bagian tengah bawah. Panah adalah senjata favorit Katniss dalam seri The Hunger Games dan juga simbol zodiakku.
Untuk menjernihkan pikiran aku putuskan untuk mandi. Lalu aku berganti dengan jeans dan kaos hitam. Ku raih kalung itu dan mengenakannya. Kemudian aku pergi ke markas.
Sesampainya di markas, ku berjalan ke basement. Dimana terletak satu ruang favoritku. Ruang Menembak.
Ku kenakan penutup telinga dan kacamata. Lalu ku isi senjataku dengan amunisi dan mulai menembakkan peluru ke papan sasaran.
15 menit berlalu. Papan sasaran itu nyaris hancur karna banyaknya peluru yang menembus. Ku letakkan pistolku di meja. Ku biarkan keheningan mengambil alih pikiranku dari kekacauan.
Detik demi detik berlalu. Semakin lama mataku terpejam, semakin dalam bayangan Samantha menarikku. Maka, ku lepaskan kacamata dan penutup telinga. Ku ambil pistol itu dari meja dan pergi.
Samantha
Kami sudah sampai. Walaupun mereka menutup mataku bisa kurasakan bahwa kami berhenti. Kemanapun John membawa ku, pasti berlokasi di tempat terpelosok. Karna tak satupun suara dapat ku dengar selain kicauan burung hantu dan daun yang bergerak karena angin.
Salah satu anak buah John menarikku keluar dari mobil dan mendorong ku jalan.
Salah satu tips saat kau di culik atau dalam kasusku menjadi sandera adalah, jangan banyak melawan. Lebih baik kau bertindak sekali dan berhasil ketimbang mencoba berkali-kali dan melukai diri sendiri.
Beberapa menit kemudian ku dengar seseorang membukakan kami pintu. Lalu setelah berjalan 25 langkah, mereka mendudukkanku di kursi dan melepas penutup mataku.
Lalu, anak buah John mengikatku ke kursi dengan tali tambang cukup kencang. Hingga tidak ada pilihan untukku selain duduk tegak. Aku memandang kearah john dan 2 anak buahnya yang berdiri di hadapanku. Mereka menatap lurus ke arah ku.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya John
"Klise" jawabku
"Kau sungguh cerdas, tapi tidak cukup cerdas untuk melindungi diri sendiri" balasnya
"Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan semua orang, iya kan" ucapku
"Berkorban, sungguh mulia atau bodoh?" jawabnya sambil tertawa
Melihat ku menaikkan satu alis, Ia terdiam. Wajahnya berubah serius. Perlahan Ia berjalan mendekat, dan merendahkan tubuhnya agar dapat menatapku lurus.
"Bagaimana rasanya, melihat seseorang yang selalu ada di sisimu dan berjanji selalu melindungimu terbaring tak berdaya?" ucapnya
Ia pasti menggunakan Daniel untuk melemahkanku. Ku keraskan hati dan menatap matanya tajam.
'hancur' ucapku dalam hati.
"Tersadar bahwa pada akhirnya kau harus mengandalkan dirimu sendiri." balasku
Mendengarku, Ia tersenyum lalu, menarik diri dan berdiri tegak.
"Aku hanya berharap kami tidak memukulnya cukup keras untuk membuatnya mati" ucapnya.
Spontan, aku menelan ludah. Kuharap keterkejutanku tak nampak di sinar mataku. Tapi menilai dari senyumnya, kurasa aku gagal.
"Akan kubiarkan kau mengenang Daniel" katanya.
"Oya,kuharap kau tidak keberatan saat kami mengambil kalung itu. Toh itu alasan kau kehilangannya" sambungnya
Setelah itu, Ia mengulurkan tangannya ke liontin kalung ku dan menariknya keras hingga rantai belakangnya terputus. Ku keraskan rahangku. Sungguh, leherku pasti merah.
Lalu mereka pergi dan meninggalkanku sendiri.
Perlahan aku mulai menyesali pilihan dress ku. Sekarang pasti dini hari. Pukul 2 pagi mungkin, karena bisa kurasakan tulang-tulangku meronta minta selimut.
Well, apa yang bisa kuharapkan?. Bagaimanapun juga aku seorang tahanan bagi mereka. Kemurahan hati bukan sesuatu yang aku harap dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Infinity Necklace
Teen FictionDaniel Dayton adalah salah satu siswa baru di suatu sekolah menengah atas di kotanya. Pengelola sekolah mewajibkan seluaruh siswa baru mengikuti masa orientasi yang diselenggarakan selama 4 hari di sebuah lapangan di pinggir hutan. dalam masa orient...