Bab 17

0 0 0
                                    

Samantha

Sesaat kemudian, pintu terbuka lebar. Terdengar derap langkah orang marah mendekat. Jantungku berdetak lebih kencang. Siapa yang tidak? Bila lamunanmu buyar karna suara bantingan pintu.

"Apa kau bercanda Samantha?" bentak John yang sekarang berdiri di hadapanku dengan 2 anak buahnya menjaga pintu.

"Apa aku terlihat seperti orang yang suka bercanda?" balasku

"Dimana kunci itu?" tanyanya membentak lagi.

"Kau mengambilnya ingat" jawabku datar dengan pandangan bosan.

"Box itu tetap terkunci, kuncimu palsu" balasnya dengan nada tidak sabar.

"Kau yakin, kau meletakkannya dengan benar?" ucapku tenang.

Mencoba untuk tenang.

Sedetik kemudian, kurasakan darah di ujung bibirku. Ku enyahkan keterkejutanku dan kuberanikan diri menatap matanya. Sekarang bukan saatnya menjadi lemah.

"Kau pikir tamparanmu akan membuatku memberi tau kunci itu? Kau salah, pecundang" ucapku

"Ini hanya permulaan sayang" ucapnya, sembari tangannya memegang daguku.

"Akan ku lakukan apapun untuk mendapatkan kunci itu" sambungnya, tersenyum.

Dan, inilah saat yang aku harap tidak akan pernah terjadi.

Daniel

Kudengar ponselku berdering. Nomor tak dikenal. Perlahan ku raih ponselku dan ku usap ikon menerima.

"Hallo?" ucapku ragu

"Daniel?, Ini Kelly" balasnya

"Oh, hai Kelly"

"Bisa kita bicara sebentar? Tentang Samantha"

Aku menelan ludah

"Okay, kapan?" jawabku

"Makan siang? Di café favorit kalian?" ucapnya

"Okay" balasku. Lalu Ia mengakhiri panggilan.

Apapun itu, semoga informasi baru.

****

Kulihat seorang gadis duduk di meja dekat jendela. Ia berambut coklat kemerahan. Ia mengenakan kaos biru tua. Ku hampiri Ia dan duduk di hadapannya.

"Kelly" ucapku

"Hai" balasnya

"Jadi?" tanyaku

"Ada apa dengan Samantha? Aku meninggalkan banyak pesan tapi tidak ada jawaban" jawabnya

"Well, Ia... mengalami... ehm, masalah" balasku, bimbang bagaimana menjelaskannya.

"Sudah kuduga" ucapnya

"Apa maksudmu, 'sudah kuduga'?" ucapku

"Kau ingat, saat aku dan Sam pergi?" tanyanya, ku anggukkan kepala.

"Hari itu, Ia terlihat gelisah, Ia selalu, bukan selalu, tapi sering memegang liontin kalungnya. Ia selalu melakukan itu hanya saat ia gugup" jawabnya.

"Tunggu, ceritakan hari itu, maksudku kemana kalian pergi, detail" kataku

"Jadi, setelah aku menjemputnya, Ia memintaku untuk mengatarnya ke pengerajin logam, lalu.." ucapnya, yang kemudian ku potong,

"Pengerajin logam? Apa yang dia lakukan di situ?" tanyaku

"Ia bersikeras untuk masuk sendiri, dan Ia keluar sekitar 45 menit setelahnya. Ketika aku tanya, katanya Ia beli gelang baru, dan ya kau tau Samantha, Ia memang membeli gelang baru, tapi aku tidak percaya itu" jawabnya

"Gelang seperti apa?" tanyaku

"Rantai logam dan jangkar mini sebagai liontinnya" jawabnya

"Okay, setelah itu?" ucapku

"Kami pergi ke mall, untuk cari dress ku, dan kami makan malam, lalu aku mengantarnya pulang" jawabnya

Hari itu, Samantha hanya mengenakan gelang warna coklat dengan lempengan besi di bagian tengah dengan tulisan 'believe'. Saat pulang, Ia mengenakan gelang yang sama. Sama seperti gelang yang Ia kenakan setiap Ia pergi. Jadi kemana gelang baru itu pergi, dan apa yang Ia lakukan di toko selama 45 menit?.

Pemikiran itu membuatku lupa akan dunia nyata sampai Kelly menjentikkan jarinya di hadapanku.

"Aku memesankan mu Mocha Shake" ucapnya begitu seorang pelayan meletakkan 2 gelas dan satu piring dihadapan kami.

"Trims" ucapku sembari mengambil gelas ku dan mulai meminumnya.

"Oya, apa kau mau foto kalian berdua, aku baru saja mencetaknya tadi pagi" ucapnya setelah menelan macaroni yang dipesannya.

"Ya, thanks" jawabku.

Kemudian Ia membukan tas kecilnya dan memberikan foto itu padaku.

Samantha sungguh tampak sangat mempesona. Senyumnya adalah senyum tertulus yang pernah kulihat di dalam foto.

"Kalian terlihat mempesona, kalian berdua" kata Kelly, yang ku balas dengan senyuman singkat.

30 menit berlalu, dan aku pergi ke rumah Samantha. Aku menyimpan kunci depan dan kunci pintu belakang. Tergantung bersama dengan kunci motorku.

Sesampainya di sana, aku menuju ke kamar Samantha. Berharap menemukan gelang baru yang di buatnya beberapa hari lalu.

Ku amati setiap gelang yang Ia gantung di atas salah satu lemarinya. Dan aku menemukan gelang yang ku cari, tergantung di paling ujung. Lalu aku kembali ke markas.

"Darimana saja kau?" Tanya Agent Paulette begitu aku membuka pintu ruang kerjanya.

"Makan dengan Kelly dan rumahmu?" jawabku, ragu dengan kata terakhir.

"Apa yang kau lakukan di rumahku?" ucapnya

"Mengambil gelang Samantha, yang kuharap menyimpan petunjuk" balasku

Lalu Ia menghampiri mejaku dan duduk di sebrangku.

"Coba kulihat gelangnya" ucapnya, kemudian ku keluarkan gelang itu dan memberikannya kepada Agent Paulette.

"Ini memang petunjuk, kau lihat rantai ini, rantai ini tidak rapi" katanya sembari menunjuk rantai gelang itu.

"Tapi, bukan pola, karna tidak berulang, ini semacam sandi mungkin?" ucapnya

"Sandi?" balasku

"Tunggu!, Morse, itu sandi favoritnya" seruku

Lalu ku cari daftar morse di google, dan mulai memecahkan kode itu.

"Apa bunyinya?" ucap Agent Paulette

"'itu palsu' apanya yang palsu?" balasku setelah selesai menuliskannya di kertas.

"Liontin itu" ucap Agent Paulette.

Kebanggaan dapat terpancar dari matanya. Siapa yang tidak bangga punya anak yang sangat cerdas, mengirim kode dalam morse lewat gelang?.

"Pertanyaannya, sampai kapan John William akan tau lontin itu palsu. Dan, dimana liontin yang asli?" ucapku

"Mempertimbangkan box itu di curi karena John cukup cerdas untuk bekerja sama dengan orang dalam, Tidak sampai 2 hari" balasnya

Bayangan mimpi buruk itu kembali. Semakin cepat John tau liontin itu palsu, semakin cepat kemungkinan Samantha terluka. 

The Infinity NecklaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang