William Febrian

2.1K 50 0
                                    

Mataku terbuka dari tidur nyenyak ku...sejenak kulihat jam menunjukan pukul 7 pagi ah, bukankah ini terlalu pagi untuk bangun di hari minggu? Tapi tak apalah aku memang sudah lama tidak merasakan ketenangan di pagi hari seperti ini,sudah lama aku tidak menkmati sinar matahari yang perlahan masuk ke dalam kamarku,sudah lama aku tidak menikmati secangkir kopi di teras rumahku.
Aku segera bergegas dari lamunanku lalu berjalan menuju jendela yang ada di sebrang tempat tidurku,dan benar saja begitu ku buka jendelaku sinar matahari langsung menyambutku ,ramah dan begitu hangat sangat berbeda dengan matahari yang ku temui di siang hari, panasnya seakan ribuan jarum yang menusuk kulitku, walaupun aku tidak hidup di jakarta namun kota bandung kini seolah ingin menyaingi jakarta dalam soal panas matahari.
Riiinngggg terdengar bunyi dering dari meja kecil di samping tempat tidurku ,setelah kuhampiri biang kegaduhan dipagi yang tenang itu ternyata ponselku membunyikan bunyi alarm yang telah ku set tadi malam, setelah ku tekan layar ponselku kulihat jam menunjukan pukul 8, ya tuhan tak terasa sudah sejam aku bersama dengan sinar matahari di jendela kamarku, aku segera berlari kecil menuju pintu dan meninggalkan kamarku yang masih berantakan, segera kuturuni anak tangga satu persatu menuju meja makan untuk satu tujuan yaitu roti panggang ibuku yang hanya disajikan setiap hari minggu, setibanya aku di sebuah ruangan dimana terdapat sebuah meja makan dengan ukuran cukup besar aku begitu terkejut melihat seluruh keluargaku yang sudah berkumpul dan duduk rapi di meja makan dan serentak mengucapkan selamat pagi padaku "selamat pagi willi"

Namaku william febrian, bukan berarti aku anak blasteran yang lahir di bulan februari, ibuku bercerita bahwa dulu ketika aku masih berada dalam perutnya, hal yang paling ia inginkan adalah bertemu orang bule yang akhirnya membuat ayahku harus bersusah payah mencari seorang bule untuk dipertemukan dengan istrinya yang sedang hamil besar, aku bisa membayangkan kekonyolan ayahku yang secara tiba-tiba menghampiri seorang warga asing yang tengah duduk di sebuah bar dan langsung mengajaknya ke rumah untuk menemui seorang wanita hamil, ayahku bercerita bahwa ibuku sampai meminta perut buncitnya dielus-elus oleh sang bule itu hahaha konyol memang, hingga akhirnya kedua orang tuaku sepakat memberi nama 'william' adalah nama si bule yang dengan senang hati ngelus-ngelus perut mama waktu itu. Aku adalah anak pertama dari keluarga febrian, ayahku bernama dani febrian, dan juga memiliki dua febrian lainnya yaitu dimas febrian (gabungan dari dani dan imas) dan adiku yang bungsu damas febrian (masih gabungan dari dani dan imas) halahh gak kreatif banget ya orang jaman dulu, rata-rata nama orang ya begitu kalo ga dari singkatan ya dari nama bulan ketika sang anak dilahirkan, hanya aku saja yang memiliki nama paling keren disini walaupun sebenarnya ga cocok banget karna gak ada satupun silsilah dari keluargaku yang berasal dari luar bangsa indonesia, dapat dipastikan bahwa ayah dan ibuku adalah seorang sunda tulen, hal itu begitu terlihat pada ibuku yang namanya aja udah 'imas' sunda banget kan? Belum lagi kalo ngomong selalu dengan logat sundanya yang khas walaupun ia sedang berbicara dengan bahasa indonesia, tapi tetap saja sunda nya terlihat, berbeda dengan ayah yang bisa meninggalkan logat sundanya ketika dia berbicara.
Aku dibesarkan dalam keluarga yang harmonis, dan sangat bersyukur karna keadaan ekonomi keluargaku bisa dibilang mencukupi, penghasilan ayahku sebagai seorang arsitek mampu membiayai aku dan kedua adiku. Aku dan kedua adiku dimas dan damas masing-masing dari kita hanya terpaut usia 1 tahun saja sehingga membuat kami tidak terlalu sulit untuk menemukan topik pembicaraan apabila sedang berkumpul, tak jarang juga pertengkaran hebat terjadi diantara kita, biasanya hanya masalah sepele sih tapi yah maklum namanya juga anak cowok, ya pasti gaduh.
Tak satupun dari ketiga anak pak dani febrian yang mengikuti jejaknya, damas sekarang bekerja sebagai salah satu karyawan bank, sedangkan dimas sukses memiliki sebuah kedai kopi di suatu tempat di jalan braga. Sedangkan aku, aku kini adalah seorang dosen statistika di salah satu universitas ternama di kota bandung, walaupun umurku masih terbilang muda, namun aku sangat menikmatinya karna ini adalah suatu pekerjaan mulia bagiku, suatu usaha untuk mencerdaskan generasi muda yang tengah heboh di era globalisasi ini.aku adalah seorang dosen yang toleransi, tidak suka memberi muridku tugas yang bejibun sampai membuat mereka tidak masuk mata kuliahku karna belum mengerjakan tugas, menurutku itu gak efektif aja, bagiku selama mereka paham dengan materi yang aku sampaikan itu sudah cukup. Simple kan?

-bersambung

Cinta tak harus memilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang