ldza lam yazidkal bu'du hubban,
fa anta lam tuhib haqqonJika jarak (yang jauh) tidak menambah rasa cintamu, berarti engkau memang belum mencintainya.
-Syair Arab-
♥️♥️♥️
Matahari menampakkan sinarnya. Bumi kembali terang pertanda telah datangnya waktu pagi. Terlihat Azlan terduduk ditaman yang berada dihalaman rumahnya. Tak lama, Yasna menghampirinya dengan membawakkan secangkir kopi.
"Ini untukmu" Yasna meletakkan kopinya diatas meja lalu duduk dikursi yang nampak masih kosong.
"Ekhem, tumben dibuatin kopi" Azlan tersenyum jahil.
"Yaudah sini kalo ngga mau" Yasna berusaha mengambil kembali kopi itu.
"Kamu lucu kalo lagi marah" Azlan tertawa menatap wajah Yasna yang sudah merona dibuatnya. Yasna beranjak dan membalikan tubuhnya. Ia berniat untuk pergi dari taman karena terlampau kesal oleh sikap Azlan yang selalu menggodanya.
"Tunggu dulu, mau kemana?" Azlan mencekal lengan gadis itu.
Yasna menengok sebentar, kemudian membuang muka lagi dan mengibaskan tangan Azlan yang memegang lengannya.
"Mau masuk ke rumah" Ketus Yasna
"Yaampun. Maafkan aku, aku hanya bercanda sayang"
Deg. Lagi lagi, jantung nya berpacu lebih cepat dari biasanya.
"Duduklah bersamaku, kita akan bercerita banyak hal. Tapi tidak tentang perpisahan."
Sejak kapan Azlan berubah puitis seperti ini? -batinnya.
Yasna menuruti permintaan Azlan, ia duduk disampingnya dan berbincang hangat dengan sesekali meneguk teh dan biskuit yang tersaji dimeja. Yasna memang tidak menyukai kopi, pasalnya kopi itu adalah minuman yang paling sering disuguhkan kepada tamu ataupun orang baru yang setelah selesai menikmati manisnya kopi, mereka lalu pergi, tanpa permisi. Lain halnya dengan teh, selain aroma nya yang khas, Teh yang selalu menghangatkan suasana. Entahlah, Yasna membuat filosofi aneh seperti itu.
Azlan mulai membuka percakapan. Ia menanyakan tentang bagaimana pendidikan dirinya dan istrinya setelah menikah ini. "Yasna, apa kamu berniat melanjutkan pendidikan mu?" Tanya Azlan
"Dulu, mungkin iya. Tapi sekarang tidak. Untuk apa? Jika aku kuliah aku akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan tugas dari dosen. Jika dirumah saja sudah bahagia kenapa tidak? Saat ini aku hanya ingin berbakti kepadamu. Aku ingin menjadi istri shalehah untukmu" Jelas Yasna penuh keyakinan.
Sungguh jawaban yang tidak tertuga. Mendengar pengakuan istrinya, ia mendapatkan ketenangan bak tetesan embun yang menyejukan hatinya.
Azlan paham betul tentang mimpi Yasna. Sejak kecil ia selalu bercerita kepadanya jika kelak ia ingin menjadi seorang Reporter yang bebas keliling dunia. Ia tidak ingin karena pernikahaan ini menjadi penghalang untuk Yasna meraih cita-citanya.
"Maa syaa alloh. Tapi kamu masih muda. Aku tidak akan melarang jika kamu ingin melanjutkan kuliah" Jelas Azlan. Yasna nampak diam dan berfikir sejenak. Apa yang dikatakan suaminya ada benarnya juga. Toh mereka berdua masih sangat muda, status menikah tidak menjadi alasan untuk menghambat mimpi-mimpinya.
"Hmm. Akan ku fikirkan kembali" Jawab Yasna dengan meneguk secangkir teh.
"Ingat. Dulu kamu pernah berjanji akan mengajakku keliling dunia" Azlan mengacak-ngacak jilbab Yasna.
Yaampun, lelaki ini masih ingat saja. Batinnya.
"Tunggu aja sampe alloh menghendaki itu terjadi" Tawa Yasna.
"Lalu bagaimana denganmu sendiri?" Lanjut Yasna bertanya kepada Azlan.
Azlan nampak diam sejenak, wajahnya mendongak menatap langit biru pagi ini.
"Aku tidak ingin berhenti tholabul 'ilmi." Azlan meneguk kopinya.
"Suatu saat nanti, aku akan melanjutkan pendidikan ku. Mungkin bersamamu. Tunggu saja sampai allah berkehendak." Lanjutnya.
"Benarkah?" Bola mata indah gadis itu berbinar "Baik, aku akan selalu menunggu." Imbuhnya dengan senyuman.
"Untuk saat ini, aku mendapat tugas untuk mengisi acara disalah satu komunitas muslim yang berada di Amerika, tepatnya New York City."
"Maa syaa alloh. Luar biasa" Yasna tersenyum bangga.
"Aku harap kamu menyetujuinya. Ini kesempatanku untuk berdakwah, menyeru untuk menuju kemenangan yang telah alloh janjikan" Ucap Azlan penuh harap.
"Aku akan menjadi manusia yang berdosa, jika sampai melarangmu untuk menyeru kepada kebaikan. Aku menyetujui apapun keputusan kamu" Jawab Yasna yakin.
"Alhamdulillah. Aku tak sendiri, aku akan pergi bersama Hanif teman seperjuanganku dulu ketika di pondok pesantren. Dan Ustadz Ramdhani telah menunggu disana." Yasna mengangguk dan tersenyum.
"Apa kamu tidak keberatan jika aku harus pergi ke Amerika?" Azlan bertanya kembali untuk meyakinkan.
Yasna menaikkan kedua bahunya.
"Tidak. Aku selalu mendukung apapun keputusanmu"
Azlan nampak keheranan dengan sikap Yasna saat ini. Pasalnya ia sulit sekali bersikap dewasa. Ia selalu bertingkah layaknya anak kecil, dan ia selalu ingin dimengerti tanpa ingin mengerti orang lain kembali. Azlan sudah tau benar semua sifat baik dan buruknya Yasna. Tapi tidak untuk kali ini, ia menyikapi persoalan ini dengan dewasa dan memberikan pendapat yang sangat bijak.
"Satu bulan ngga lama ko. Jangan bilang kamu bakal kangen berat" Goda Azlan untuk mencairkan suasana yang semakin serius.
"Ih apaansih, ngga ya." Yasna menjulurkan lidahnya. Gadis itu kembali pada sifat aslinya, bertingkah seperti layaknya anak kecil yang semakin membuat Azlan gemas melihatnya. Perbincangan mereka terus berlanjut hingga tak terasa matahari sudah berada tepat diatas kepala. Cuaca Hari ini begitu ekstrim, setelah beberapa hari lalu disambut oleh musim penghujan, sekarang cuaca begitu panas.
Tiba-tiba Yasna mengalihkan topik pembicaraan.
"Lan kerumah mama yuk!" Ajak Yasna.
Azlan yang baru saja selesai menutup mushaf Al-Qur'an nya, terdiam tidak membalas ucapan istrinya.
"Hey. Aku ini suamimu" protes Azlan.
"Lah. Emang iya kan?" Yasna mengerutkan kedua alisnya.
"Bisakah kamu mengganti panggilan yg biasa kamu sebut ketika memanggil ku?" Yasna memutarkan bola matanya bingung.
Dasar tidak peka -batin Azlan.
"Please deh. Azlan jangan buat aku pusing" protes Yasna tak mau kalah.
"Aku ingin kamu memanggilku 'Mas'." Jelasnya tanpa kode apapun lagi. Berbicara tidak to the point dengan Yasna hanya akan membuat pusing dirinya sendiri.
Mendengar perkataan Azlan, Yasna bergidik geli. Tawa nya pecah seketika.
"Jadi itu mau kamu?" Tangannya memegang perut menahan sakit karena tidak henti-hentinya tertawa.
"Baiklah. Mas Azlan" Tawanya membuncah lagi.
"Tertawa terbahak-bahak itu datangnya dari syaithon. Tidak baik." Azlan malah mengalihkan pembicaraan. Yasna menghentikan tawannya. Dan menjawab kikuk "I..iya Lan, eh .. Mas"
"Sumpah pengen ngakak aku dengernya" Yasna terkekeh.
"Udah ya. Tadi katanya mau ke rumah Mama?"
"Iya. Aku kangen suasana rumah disana." Jelasnya.
"Ba'da Dzuhur kita kesana" Jawab Azlan memberikan keputusan.***
Tin
Bunyi klakson terdengar nyaring. Membuat seorang perempuan keluar dari rumah itu. Raut wajah senang terpancar Di wajahnya. Ia melihat diluar gerbang terdapat sebuah mobil silver milik Azlan menantunya.
Kebetulan hari ini adalah tanggal merah, jadi ia tidak masuk kantor. Waktu seharian ia habiskan untuk bersama Yasna. Setelah memarkirkan mobil itu digarasi. Mereka turun dari mobil. Yasna melihat mamanya yang sedari tadi sudah berdiri menyambut kedatangan mereka. Azlan menyalaminya, begitupun Yasna. Ia menyalami sembari memeluk Mamanya.
"Assalamu'alikum"
"Wa'aliukumsalam, ayo masuk nak"
Kayla berjalan kedapur untuk mengambil minum dan beberapa cemilan.
"Mama ga usah repot-repot" Ujar Yasna.
"Engga repot kok sayang" Mama meletakan beberapa cemilan dan minuman.
Mereka berbincang cukup lama, Yasna dan Azlan menceritakan tentang niatnya untuk melanjutkan pendidikan dan memberitahukan bahwa Azlan akan pergi ke Amerika selama kurang lebih satu bulan. Tentu saja Kayla menyetujuinya. Toh semua niat mereka adalah baik.
"Ma apakah papa akan setuju?" Tanya Yasna tiba-tiba.
"Azlan pergi ga lama sayang, pasti papa tidak akan melarang. Apalagi niatnya untuk berdakwah, mengajarkan Al-Qur'an dan menjalankan amanah juga. Ga usah khawatir gitu" Kayla menasehati putrinya.
"Keliatan banget yang ga mau ditinggal" Goda Bu Fatimah. Yasna salah tingkah dibuatnya.
"Hmmmm, engga ko bu" gadis itu mengelak
"Nanti kalo Azlan pergi, Yasna sendirian dong dirumah?" Yasna memonyongkan bibir nya, bola matanya berputar nampak sedang berfikir.
Azlan benar-benar gemas mendengar ucapan Yasna. Pertanyaan yang sebenernya tidak penting malah itu yang membuatnya murung sedari tadi.
"Kamu bisa tinggal sama mama" Ujar Kayla
"Kamu juga bisa tinggal sama ibu" Bu Fatimah terkekeh. Yasna memutarkan bola mata kearah Mamanya, selang beberapa detik ia pindahkan melirik ibu mertuanya.
"Yasna jadi bingung. Tinggal sama mama atau ibu?"
"Yasnaaaaaa." Bu Fatimah dan Kayla gregetan dengan sikap Yasna. Dalam batinnya, itu wanita atau anak TK sih? Rasanya lebih pantas disebut sebagai Anak TK. Jika hal seperti ini saja masih bingung. Ruangan ini dipenuhi dengan gelak tawa seketika. Sebelum pamit pulang karena waktu semakin sore Azlan mengucapkan terimakasih kepada ibu,ayah dan mertuanya.
"Terimakasih untuk do'a kalian semua" Azlan menyuguhkan senyuman yang sangat manis. Mereka membalas ucapan terimakasih Azlan, dengan memberikan do'a secara bergantian.
Beruntung, Azlan memiliki seorang mertua yang bisa mengertinya. Berkali-kali ia mengucap kan terimakasih serta memohon do'a untuk kebaikan dan keselamatan rumah tangganya. Gurat kesedihan tergambar jelas di wajah gadis itu, saat ia menyadari jika harus berjarak lagi dengan Azlan.
"Jangan khawatir. Aku akan selalu mengabarimu, istri yang selalu kurindukan" Azlan mengedipkan mata dengan arah pandang menatap istrinya.
"Ekhem" Kayla berdekhem sambil tertawa. Yasna mengerucutkan bibirnya.
"Jangan sedih dong. Suamimu mau mengemban amanah" Azlan berusaha menghibur Yasna.
"Sejak kapan sih kamu Alay begini mas?" Ujar Yasna untuk menyembunyikan kesedihannya.
"Sejak kamu jadi milikku" Goda Azlan yang berhasil membuat gadis itu jijik dengan tingkahnya.
Kayla menggelengkan kepala, melihat tingkah putri dan menantunya. Kedua pasangan halal itu terhanyut dalam alunan kemesraan yang telah diridhoi-Nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]
Spiritual[ Cerita sudah diterbitkan ] #Partlengkap Cinta Dan Sahabat. Kita tidak bisa memilih diantara keduanya. Hal inilah yang dirasakan Yasna si gadis kecil yang selalu merepotkan Azlan. Mereka sudah bersahabat sejak kecil hingga tumbuh dewasa bersama. Na...