20. Keberangkatan

947 54 0
                                    


Jadikan Alloh sebagai tujuan utama
Maka takkan ada perjuangan yang sia-sia
Jadikan Alloh sebagai sandaran
Maka takkan ada hati yang kecewa
Serahkan semuanya kepada sang maha cinta.

♥️♥️♥️

Jadikan Alloh sebagai tujuan utama
Maka takkan ada perjuangan yang sia-sia
Jadikan Alloh sebagai sandaran
Maka takkan ada hati yang kecewa
Serahkan semuanya kepada sang maha cinta.
♥♥♥
Malam ini langit gelap tanpa bintang. Sepertinya ia tahu tentang perasaan hampa yang sedang melanda Yasna ketika Azlan akan pergi lagi, walaupun sementara.  Azlan dan Yasna sedang duduk di kursi taman, menikmati setiap hembusan angin malam dengan lantunan murottal dari handhpone milik Azlan.
"Kamu hati-hati disana" gumam Yasna
"Pasti, do'akan aku" Ujar Azlan
"Selalu" Yasna menundukkan kepalanya perlahan-lahan.
"Yakin selalu?" goda Azlan
"Iyalah. Emang nya kamu ga pernah do'ain aku" Cibir Yasna. Gadis itu benar-benar mudah sekali berganti moodnya. Dari yang tadinya sedih sekarang sudah ceria lagi.
Azlan berkata dalam hatinya.
Andai kau tau, kamulah nama yang selalu ku sebut dalam setiap do'a dan sujudku. Dihadapan mu mungkin aku malu untuk mengungkapkan nya. Tapi dihadapan Allah aku terang-terangan meminta agar kelak berjodoh denganmu. Dan aku percaya kekuatan do'a. Buktinya, sekarang kau adalah istriku.
"Emang kalo do'a harus bilang-bilang?" Azlan tersenyum jahil.
Yasna tak menghiraukannya. Ia malah asik mengutak-atik handphone yang ada ditangannya.
"Aku selalu mendo'akanmu" Tiba-tangan Azlan mengacak pelan hijab yang dikeanakan Yasna.
Azlan pun berdiri, ia akan segera bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Sekarang ia telah berada diruang tengah dengan Yasna yang sedari tadi membuntuti kemana Azlan pergi.
"Jangan lama-lama ya" Ucap Yasna
"Tenang Aku takkan lama" Azlan tersenyum pada istrinya. Yasna memejamkan matanya sejenak
"Baik aku akan selalu menunggumu pulang"
Azlan melirik benda bulat berwarna silver yang melingkar di lengan kanannya
"Sebentar lagi pesawatku berangkat" Ujar nya
Azlan meraih ransel yang berada dikursi kemudian diletakkannya ransel itu ke punggungnya serta sebuah koper berukuran sedang.
"Ayo" Ajak Azlan
Yasna mematuhi perintahnya, gadis itu mengangguk dan berjalan mengikuti Azlan. Rencananya, mereka akan pergi ke rumah orang tua mereka untuk meminta izin dan memohon pamit.
"Assalamu'alkkum" ucap mereka bersamaan
"Wa'aliukumusalam" terlihat Mama Kayla membuka pintu
"Ayo masuk dulu di dalam sudah ada Ayah dan ibu kamu" Kayla mempersilahkan mereka masuk
"Terima kasih Ma" Azlan berjalan dengan tidak melepaskan tangan yasna dari genggamannya.
Azlan dan Yasna menyalami ayah dan ibunya, serta mertuanya.
"Azlan akan segera berangkat bu mohon do'anya untuk kebaikan dan kesuksesan Azlan, Semoga ibu Ridho." Ucap Azlan saat mencium punggung tangan Ibunya. -Bu Fatimah
"Ibu selalu mendo'akan kamu" Jawab Bu Fatimah mengusap pelan rambut anak satu-satunya itu.
"Azlan harus pergi sekarang" Azlan beranjak
"Aku ikut" Ucap Yasna tiba-tiba
Azlan menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah yasna yang memanggilnya. Nampaknya azlan membalasnya dengan tidak bersuara melainkan hanya tersenyum.
"Kami juga kan ikut mengantarmu ke bandara" ujar Ibu Fatimah dengan melirik kearah Kayla. Akhirnya ketiga wanita itu ikut mengantar keberangkatan Azlan mereka telah memesan sebuah taksi. Ibu, mertuanya dan istrinya duduk di belakang dan Azlan duduk berdampingan dengan pak sopir.

***

Konter maskapai biru bertulis Air Asia itu sudah terlihat jelas. Azlan tengah berdiri menunggu antrean. Sejenak ia menatap hiruk-pikuk nya suasana dalam bandar udara ini. Orang-orang nampak sibuk dengan  sanak keluarga nya untuk sekedar mengucapkan salam perpisahan, memberi pesan agar jangan khawatir, atau meyakinkan bahwa ia yang pergi akan kembali. Begitupun dengan lelaki yang masih berderi di deretan belakang antrean yang masih panjang. Ia jadi teringat keluarga yang ditinggalkannya, terkhusus istri tercintanya. Fikirannya kembali mengulang kejadian beberapa saat lalu. Ketika Yasna,ibu, dan keluarganya belum memutuskan untuk pulang.
Flashback On...
Yasna tengah berlari tergopoh-gopoh mendekati suaminya dengan satu buah syal yang sudah berada ditangannya.
"Nih" Yasna menyerahkan syal berbahan rajut kepada Azlan.
"Apa itu?" Sejenak Azlan melirik benda halus berwarna Biru langit itu yang diserahkan kepadanya.
"Ini itu namanya syal. Ish. Gini aja ngga tau masa. Sini aku pakein" Yasna melingkarkan syal itu kepada leher Azlan otomatis kedua pasang mata itu saling bertemu.
"Jazkaillah ya Zauzaty" Azlan menatap lekat kedua bola mata indah milik Yasna.
Jantung Yasna berpacu tak karuan lagi. Ia tak mampu untuk membalas tatapan suaminya. Ia hanya mampu tertunduk dengan rasa gugup yang melandanya saat Azlan bersikap manis padanya.
"Perhatian banget sih" Gelak tawa Azlan mencairkan suasana
"Emm.." Yasna terlihat gugup
"Ituu.. siapa tau mas kedinginan disana. Ja..jadi apa salahnya kan? Tadi pas pergi ke mall ngga sengaja liat syal ini, tiba-tiba keingatan kamu mas. Dipake yaa" Yasna berusaha menjelaskan
"Ngga juga gapapa sih" lanjutnya lagi.
Dasar Yasna, keliatan banget saltingnya -BatinAzlantertawa.
"Aku pake kok" Azlan mengangguk-angguk paham. Ingin sekali ia tertawa saat ini. Menertawakan istri sendiri dosa ga sih? Yang jelas wanita itu telah berhasil menyenangkan hati suaminya.
"Yaudah cepet berangkat" Pinta Yasna.
"Peluk dulu ngga?" Azlan merentang kedua tangannya. Dalam suasana seperti ini masih saja ia senang menggoda Yasna.
"Azlan..." Yasna menekan gigi bawahnya kuat. Ia gregetan sekali melihat sikap Azlan. Ia menggeleng cepat.Tanpa aba-aba, tanpa persetujuan Yasna, tanpa menghiraukan siapapun yang kini sedang melihatnya, tak peduli. Azlan meraih Yasna kepelukannya. Ia mendekapnya cukup lama dan membisikkan sesuatu.
"Jaga diri baik-baik"
Yasna membeku seketika. Azlan harus segera ikut mengantri untuk mendapatkan tiket. Lelaki itu menyalami ibu dan mertuanya. Setelah itu mereka pulang kembali.
Flashback off...
Mengingat kejadian beberapa jam yang lalu membuat Azlan senyum-senyum sendiri membayangkannya. Sungguh, dikaruniai istri shalihah adalah nikmat ia selalu mensyukurinya. Bola matanya masih sibuk memperhatikan kondisi di sekitarnya. Orang-orang tua muda, hingga bayi yang baru saja mengenal dunia sekalipun, kurus-gemuk, tinggi-pendek, berpakaian seksi-sopan, berpakaian kumuh-rapih, berkulit gelap-putih semuanya terlihat mengantri dalam ketertiban.
Setiap tiket yang saat ini mereka dapatkan adalah bagian dari perjalanan hidupnya. Entah itu berupa kemenangan atau kegagalan.
Di atas awan putih dibawah naungan langit kota Bandung.
"Beep" tanda bunyi untuk mengenakan sabuk pengaman telah dinyalakan. Penumpang telah siap untuk melakukan perjalanannya. Ratusan wajah yang berbeda memiliki tujuan yang sama yakni New York, City. Begitupun dengan Azlan. Ia memilih duduk disamping kaca jendela. Ia begitu menikmati perjalanan ini. Niatnya hanya satu, selain untuk menjalankan amanah ia niatkan perjalananya semata-mata untuk ibadah kepada Allah. Pramugari memberikan wajah dan senyum terbaiknya ketika menyambut penumpang yang memasuki awak pesawat satu persatu. Ia memberikan pelayanan terbaiknya, dengan harapan bisa membantu perjalanan masing-masing penumpang dengan aman, nyaman, dan selamat sampai tujuan. Azlan menatap keluar kaca. Disuguhkannya pemandangan yang luar biasa. Diatas awan putih ia untuk menyampaikan kebaikan dengan ilmu yang ia miliki. Azlan membuka mushaf Al-Qur'an yang selalu ia bawa kemana-mana. Ia mulai membuka lalu membacanya. Lantunan ayat-ayat Al-Qur'an menemani perjalanannya.

Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang