Akash

78 41 73
                                    

Hai. Namaku Kiara. Kiara Linnea. Aku tahu, namaku sedikit aneh. Aku menganggap namaku seperti nama lumut. Atau aku yang aneh menganggap diriku sendiri seperti lumut?

Ini kisahku. Awalnya aku ingin menceritakan tentang hujan. Benar, aku suka dengan hujan. Tapi menurutku, sudah banyak cerita yang diawali dengan hujan. Cukup membosankan bukan jika cerita ini juga diawali oleh hujan?

Aku merupakan gadis normal pada biasanya. Atau aku mungkin berharap untuk menjadi lebih normal. Aku merupakan satu dari ratusan gadis lain disekolahku. Aku gadis biasa yang cukup mempunyai teman pada layaknya. Rambutku ikal sepinggang dan mataku berwarna coklat terang. Cukup normal seperti gadis biasanya bukan?

TEEENGGGG TENGGGGG

“Eh Kiara, pulang sekolah nanti lu mau kemana?” sahut Neira kepadaku tepat saat bel istirahat berbunyi.

Neira merupakan salah satu teman dekatku. Dia salah satu gadis popular disekolahku. Senyumnya memang sangat manis dan sifatnya sangat periang.

“Hah? Kenapa emang?” jawabku.

“Temenin gua napa nanti jalan sama Galang. Gua habis berantem sama dia. Jadi masih rada males sama dia.”

Benar. Galang adalah pacar Neira. Orangnya asik dan baik. Sesekali aku pernah dibelikan makanan oleh Galang. Tetapi kalau sudah masa menyebalkannya datang, seketika aku sudah tidak mau mengenal dia lagi.

"Ye enak aja lu ngomong. Ogah ah."

"Please Kiaraa gua gabakalan ngacangin lu kok nantiiii" melasnya.

"Gamaauu. Iya lu ga bakalan ngacangin gua awalnya. Lama lama juga ntar gua lu tinggal" timpalku.

"Yah yaudah deh" katanya dengan muka masamnya.

Tak lama kemudian, Galang datang ke kelasku untuk mengajak Neira makan dikantin.

"Tuh cowo lu dateng" sahutku kepada Neira.

Neira menengok ke arah Galang. Seketika mukanya kembali menjadi ceria dan sedikit memerah.

"Heheheheheh gua ke kantin dulu yaa. Lu mau ikut ga atau nitip gitu?" kata Neira malu kepadaku.

"Yee seneng lu. Gausah, gua bawa bekel" jawabku.

Lalu Neira pun mengacak ngacak rambutku sebelum pergi bersama Galang.

Sekiranya seperti itu keseharianku disekolah. Tak ada bedanya dari hari hari biasa.

Tak jarang sepulang sekolah, aku sengaja untuk berjalan kaki menuju rumah. Aku melihat lihat sekelilingku. Hiruk pikuk jalanan pada sore itu, aktivitas yang dikerjakan oleh setiap orangnya, perbincangan beberapa orang juga yang sering kali aku dengar sembari aku berjalan melewati mereka. Aku tak tahu, ini membuatku lega. Perasaan lega untuk melepas kepenatanku dengan aktivitas rutinku yang membuatku jenuh.

Aku sering menyempatkan diriku untuk pergi ke cafè dekat rumahku jika aku mempunyai waktu luang. Ini hal lain yang aku sukai. Aku suka menghabiskan waktuku sendiri. Bukan berarti aku adalah seorang anti sosial. Aku juga senang meluangkan waktuku bersama teman temanku, bersama orang lain, tapi terkadang aku juga membutuhkan waktu untuk diriku sendiri. Waktu untuk berpikir. Berpikir bagaimana cara kerja dari semesta ini. Berpikir bagaimana cara berpikir dari masing masing orang. Berpikir tentang bagaimana angkasa tetap tabah mendampingi tanah setiap waktunya. Mungkin ini hal yang cukup berat untuk dipikirkan bagi sebagian orang. Tapi ini membuatku tenang. Aku bisa menjadi diriku sendiri. Tak peduli seberapa banyak pertanyaan yang aku limpahkan pada diriku sendiri.

Aku sesekali menyesap kopi yang sudah biasa aku pesan. Menuangkan isi dari kepalaku ke dalam kertas. Aku suka berkata-kata dalam diamku tapi tidak di depan banyak orang. Aku menyimpan semua pikiranku untuk diriku sendiri. Aku hanya tak mau memberatkan orang lain dengan pikiranku yang tidak karuan asalnya darimana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang