Yuk, lanjut lagi :D
______________________________________________________________________________
Pada akhirnya Savika tidak jadi pulang sendiri. Atas ajakan Ervika, kini ia duduk di bangku penonton menyaksikan anak-anak tim futsal berlatih. Savika bisa melihat jika Abrar bermain cukup bagus. Ia bahkan nyaris tak berhenti berlari mengejar bola. Savika tak mengerti kenapa tadi Abrar berniat bolos latihan untuk kesekian kali.
"Sebenarnya Abrar nggak begitu suka futsal," kata Ervika.
Savika menoleh pada sosok yang duduk di sampingnya. Seolah tak percaya, ia kembali menatap ke arah lapangan. Abrar masih bermain dengan penuh semangat.
"Sebenarnya dia suka lari." Seakan bisa membaca ekspresi di wajah Savika, Ervika menjelaskan. "Waktu SD dan SMP dulu dia sering juara lomba lari."
"Terus, kenapa masuk tim futsal?"
"Karena nggak ada ekskul atletik di sini," jawab Ervika. "Kalau masuk tim futsal kan dia masih bisa lari-lari."
"Kenapa nggak ikut klub atletik di luar saja?"
"Abrar, sih malas kalau harus latihan di luar sekolah," ujar Ervika. "Ikut bimbel di luar aja malas, apalagi klub lari. Toh dia juga nggak benar-benar pengin jadi atlet. Dia cuma suka lari, gitu aja."
"Jadi karena itu dia sering bolos latihan?"
Ervika mengangguk. "Apalagi kalau lagi ditinggal pelatih kayak sekarang gini, makin malas latihan dia. Tapi seperti yang lo lihat sendiri, begitu masuk lapangan dan mulai lari, semangatnya muncul."
"Kamu kayaknya tahu banyak tentang Abrar," ujar Savika. "Kalian sudah kenal lama?"
"Sejak masih pakai popok," jawab Ervika. "Rumah kami sebelahan."
"Oh, pantas," gumam Savika. "Kalian pasti dekat banget, ya?"
"Gitu deh."
Savika hanya bergumam, lalu kembali mengarahkan pandangan pada lapangan. Entah kenapa, ia merasa sedikit iritasi mendengar ada cewek yang lebih dekat dengan Abrar ketimbang dirinya. Padahal ia tahu kalau Ervika sama sekali tak memiliki perasaan istimewa pada Abrar. Mereka murni teman. Tanpa pemberitahuan resmi pun ia tahu kalau Ervika dan Gavin pacaran.
"Lo sendiri, sejak kapan suka Abrar?" Ervika tak bertanya apakah Savika suka Abrar atau tidak, karena ia bisa melihat jelas dari cara cewek berkulit kuning langsat itu menatap Abrar.
"Uhm... itu..." Savika tak berani menatap Ervika. Kedua pipinya sudah memerah. "Sejak pertama bertemu."
"Hm..." Ervika menyeringai. "Love at the first sight, eh?"
Savika tak membalas. Rona merah bahkan sudah menjalar ke seluruh wajah hingga leher dan telinganya. Melihat itu, Ervika tertawa dalam hati. Lucu juga si anak baru ini. Pantas saja Abrar suka.
"Bentar lagi mereka istirahat. Yuk, cari minuman!" Tak ingin membuat Savika makin salah tingkah, Ervika mencoba mengalihkan topik. Kebetulan waktunya juga pas.
Tanpa berkata apa-apa, Savika bangkit dari tempatnya duduk dan mengikuti langkah Ervika yang lebih dulu meninggalkan tempat. Sesampainya di kantin, Ervika langsung menuju lemari pendingin dan mengambil dua botol air mineral, sebotol minuman isotonik, dan sekotak jus apel. Savika juga mengambil air mineral. Namun, saat ia hendak meraih botol minuman isotonik, Ervika mencegahnya.
"Abrar nggak suka isotonik," ucap Ervika.
Savika menarik kembali tangannya. Kalau Abrar tidak suka minuman isotonik, apa itu berarti ia harus membeli air mineral saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
April Fool
Teen FictionPas April Mop, gue berniat ngerjain temen kecil gue, Ervika. Gue menulis surat cinta dan meminta Gavin, sahabat gue buat ngasih pernyataan cinta gue ke Ervika. Entah gimana, surat itu malah sampai ke anak baru yang bernama Savika. Cewek itu dengan m...