Kinal duduk di dalam mobil yang terparkir di basement apartemen dengan satu tangan memegang ponsel menyala yang berada di pangkuannya. Sedangkan satu jarinya lagi dia gunakan untuk mengelus lembut pelipis sebelah kiri.
Kinal sedang berfikir.
Hembusan angin malam membelai lembut wajah manis Vino. Meski menusuk tulang, itu tidak membuat Vino kembali pulang.
Diatas rooftop sebuah apartemen, Vino berdiri melihat lurus kebawah pada jalanan malam ibu kota.
'drap drap drap'
Suara derap langkah mendekat tertangkap pada indera pendengarannya.
Dia menghela nafas.
Dia sudah tahu siapa yang akan datang.
Dia sudah menebak siapa pemilik derap langkah itu.
Derap langkah itu berhenti tepat di sebelahnya.
'haaah'
Helaan nafas lolos dari orang di samping. Ada apa? Kenapa keduanya terlihat begitu lelah? Apakah mereka sudah menyerah mengahadapi kerasnya dunia? Entahlah..
"Lo harus hati-hati lagi Nal" ucap Vino pada orang di sampingnya. Meski dia berkata, namun matanya tak berpaling dari bawah sana. Ya, orang yang berada di samping Vino adalah Kinal. Sesuai perkataan Vino pada Kinal dari sebuah chat, dan kinal meng'iya'kan ucapan Vino. mereka akhirnya menentukan tempat yang cocok untuk bicara. Yaitu rooftop apartemen milik Kinal.
"Cio. Model satu agensi sama Shani, dia adiknya Gracia. Yang udah celakain lo? Masih ingatkan?"
Kinal diam tak menjawab pertanyaan dari Vino. Begitupun dengan sorot matanya. Mata tegas itu hanya menatap kosong pada langit malam.
"Gue ngga tau pasti apa rencana dia. Tapi, gue yakin. Cepat atau lambat dia bakalan celakain lo" meski Kinal tak menjawab, dia menganggap Kinal masih mengingat siapa Cio.
Kalo ada orang yang celakain kita, kalian pada inget ngga sama mukanya? Masih kan? Nah, Kinal pun begitu. Meski dia hanya diam, diamnya itulah sebagai jawaban.
Dan ucapan Vino barusan membuat Kinal mengarahkan seluruh pandangannya pada Vino.
"Dia telpon gue. Dia ngajakin gue buat celakain lo!" Alis Kinal terangkat.
"Gue tolak lah!! Pasti dia bakalan celakain gue juga setelah ini. Ah.."
"Tapi!" Ucapan Vino terhenti. "Bodohnya gue langsung nolak tawaran dia. Coba gue terima aja tawaran itu!" Dia menatap Kinal yang menunjukkan wajah herannya.
"Kalo gue terima kan bisa tau rencana dia apa!!" Vino kesal sendiri karena kebodohannya refleks menolak tawaran Cio.
Pandangan Kinal kini kembali terpusat pada langit malam yang indah.
"Ck! Lo! Respon gue kek?! Kasih gue jawaban kek?! Anggukin kepala kek?! Bergumam kek?! Atau apalah! Jan diam aja kayak ayam nelor!! Greget gue jadinya!"
Kinal tersenyum. Dan senyuman itu sukses membuat Vino kian mengerang kesal.
"Gue cebik muka lo!"
Kinal lagi-lagi tersenyum.
Kinal maju selangkah kedepan. Matanya terpejam lalu merenggangkan tangan. Beberapa detik kemudian dia menarik nafas dalam lalu melepasnya pelan.
"Aroma yang selalu ku suka" ucap Kinal. Meski dalam keadaan seperti itu,dia tetap berkata.
Kinal menyukai malam. Apa saja yang berkaitan dengan malam dia pasti suka. Tapi, sukanya dia itu berkaitan dengan langit malam, udara malam dan sebagainya.