TENTANG SEBUAH CINTA @Sitialmuhajirin

51 6 20
                                    

Tentang Sebuah 'Cinta'

Oleh : Siti Al-Muhajirin

Song: Selamanya Cinta- D'cinamons

Daun berjatuhan di luar sana, sepoy angin menerbangkan helaian rambut. Pikiranku melayang, memutar kenangan seminggu lalu saat dia mengutarakan apa yang mengganjal di hatinya. Membawaku pada kejadian saat di mana aku menyakiti hati seseorang. Aku menenggelamkan kepala di antara tumpukan dokumen yang sudah menari-nari di depan pelupuk mata, menggoda untuk segeda kutuntaskan. Namun, rasa bersalah dan kekecewaan yang bercokol di hati seakan mengunciku dalam sebuah lubang penyesalan ....

Seminggu lalu.

"Kamu lihat gak, kenapa bintang selalu beriringan dengan bulan?" ujar lelaki bermata sipit dengan dua lesung pipitnya. Netranya menatap nyalang hamparan langit bertabur bintang, ada bulan di sana yang menjadi pusat paling bercahaya di antara gugusan bintang lainnya.

"Hmm ... enggak, bukankah kadang ada bulan meskipun gak ada bintang?" tanya wanita berkucir kuda dengan syal merah yang melingkar di leher jenjangnya.

"Kamu salah." Lelaki itu menatap sekilas wanita di sampingnya. Lalu kembali menatap langit yang semakin menghitam. "Walaupun bulan terkadang tak terlihat, namun sinarnya tetap memancar menerangi bintang."

Hening. Wanita itu masih mencerna setiap omongan lelaki di sampingnya. "Seperti cintaku, Kanaya."

Seketika wanita yang dia panggil Kanaya itu menatap penuh nanar. "Maksudmu?"

Lelaki itu tersenyum. "Sudah lama aku memendam rasa ini, Kanaya. Status teman hampir membuatku gila karena kamu seperti bintang yang bersinar di antara puluhan bintang lainnya."

Kanaya, masih menatap lelaki itu, seolah meminta penjelasan lebih dalam. "Aku gak ngerti, Bian."

"Kanaya, aku sayang kamu. Ini konyol, di saat pertemanan kita sudah terjalin lama bahkan semenjak kita masih kanak-kanak," ujar lelaki itu lagi seraya menghela napas. "Aku serius Kanaya, aku begitu menyayangimu. Maukah kau menjadi pendampingku?"

Kanaya menggeleng lemah. "Bian, bahkan aku tak pernah berpikir sejauh itu. A-aku lebih nyaman seperti ini. Maaf."

Kanaya berdiri dan berlari meninggalkan Fabian, dia terlalu kaget dengan apa yang baru saja Fabian katakan. Berulang kalian Fabian mencoba menghubungi Kanaya namun hasilnya nihil, mereka tak pernah berpikir bahwa cinta selain bisa menyatukan dua insan bisa juga memberi jarak di antara keduanya. Sejak saat itu Kanaya dan Fabian seakan hilang interaksi.

***

Aku menggebrak meja dengan keras, hingga membuat orang di sekitarku terlonjak kaget. Belum semenit aku membaca surat perpisahan berwarna merah jambu itu, emosiku seketika memburu. Tak memperdulikan tatapan aneh orang-orang. Aku segera mengambil sling bag kesayanganku dan berlari ke luar ruangan.

Dia pergi. Sangat jelas tertulis dalam surat itu. Bahwa hari ini dia akan pergi ke negeri bunga sakura, menuntaskan sekolahnya di sana. Apa-apaan ini, bagaimana bisa dia datang dan pergi begitu saja tanpa kejelasan, atau mungkin aku yang tak jelas.

Belum sempat aku menjawab pernyataanya yang sudah berkali-kali ia ucapkan, kini aku di hadapkan dengan kenyataan tentang kepergiannya. Atau aku yang terlalu dungu? Yang hanya berpegang tehuh pada status persahabatan yang sudah terjalin semenjak masa kanak-kanak? aku terus berlari hingga aku melupakan bahwa aku memiliki mobil dan memilih menaiki taksi yang baru saja berhenti di hadapanku.

“Bandara soekarno Hatta, Pak!” Berkali-kali aku menghembuskan napas, sekadar mengurangi rasa sesak di dada. Jika mengingat lagi, aku selayaknya bodoh karena tak menyadari bahwa ada sekeping hati yang dari dulu setia menungguku.

Hampir satu jam akhirnya aku tiba di tempat yang menjadi saksi perpisahan dan pertemuan bagi segelintir orang. Kali ini aku merasakannya, bagaimana perih dan paniknya saat mengetahui orang yang sebenarnya aku butuhkan ternyata akan pergi jauh ke negeri orang.

Aku nyaris seperti orang gila, berteriak dan memanggil namanya. “Fabian!”

Kuamati sekeliling, tak ada tanda-tanda dari lelaki yang menemaniku selama beberapa tahun terakhir ini. Aku jatuh terduduk, aku lelah berlari ke sana kemari, peluhku menetes bersamaan dengan air mataku yang mengalir. Ku lirik jadwal dan benar saja pesawat yang terbang ke Jepang sudah lrpas landas tigapuluh menit yang lalu.

“Aku juga sayang kamu, Bian,” ucapku sesegukan, “kamu sudah berjanji gak ninggalin aku!”

Untuk sesaat aku menikmati tangisanku, mengabaikan pandangan orang yang menatap heran ke arahku. Dia pergi dan tak akan kembali. Aku berdiri setengah menunduk memegangi kedua lututku, kedua bola mata masih menyisir seisi bandara yang begitu luas dengan ribuan orang. Di mana Fabian, aku seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Tuhan, pertemukan aku dengan Bian, izinkan aku mengutarakan apa yang kurasakan saat ini. Aku mencintainya. Setelah itu terserah! Jika dia tetap bersikukuh pergi takkan kuhadang kembali. Aku membatin, memejamkan mata, samar-samar kudengar sebuah langkah mendekat ke arahku. Ah ... paling hanya penumpang lain, mana mungkin Fabian. Mungkin dia sudah take off. Aku kembali meruntukki hatiku.

“Dan aku menepati janji itu, Kanaya.” Seketika aku berbalik dan melihat laki-laki yang membuatku panik setengah mati. Dia Fabian, tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arahku. Sedetik kemudian aku sudah menghambur memeluknya, menenggelamkan kepalaku di antara ceruk lehernya. Ya, cinta memang selalu benar. Dia datang tanpa permisi, singgah di hati siapa pun tanpa diduga dan tanpa disangka. Seperti halnya kisah cintaku bersama Fabian, sahabat yang kurasa sekarang telah menjelma menjadi belahan hatiku.

CERITA SAHABATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang