Derap langkah kaki terdengar dari seorang gadis berusia delapan belas tahun yang menuruni tangga di kediaman megah bergaya neoklasik. Pastinya rumah itu dominan dengan warna putih seperti pada bangunan umumnya yang ada di Prancis.
Seragam putih abu-abu membungkus badan mungilnya. Sepatu kets dilengkapi kaos kaki panjang sampai bawah lutut membalut kaki cantik dari gadis berambut panjang berwarna kulit jahe yang tampak menjuntai indah menutupi bagian dadanya. Tak lupa tas ransel ala perempuan menggantung di bahu sebelah kiri. Sedang tangan kanannya menatap serius ke arah layar ponsel berukuran lima inci.
"Jatuh baru tahu rasa lo, Fy. Gue bakalan seneng banget lihatnya." seru sebuah suara cempreng dari arah meja makan.
Gadis yang menuruni tangga tadi pun melirik ke arah meja makan yang ada di sebelah kiri. Untuk sejenak, Ify tidak menghiraukan apa kata Via. Namun tak berselang lama, ponselnya dia masukkan ke saku baju seragam setelah menyudahi acara bermain game. Wajahnya tetap saja datar saat mendapati ada dua onggok manusia duduk menikmati sarapan pagi di meja makan. Tidak ada niatan bagi Ify untuk mempercepat langkahnya.
"Morning." Sapa Via diiringi suara bahagianya.
Tanpa merespons sapaan Viandra, Ify langsung duduk di salah satu bangku kosong dan memakan roti tawar yang sudah disediakan oleh asisten rumah tangga. Bibir Via mencibir karena dirinya seolah dianggap patung oleh Ify.
"Rasanya gue kayak lagi uji nyali di rumah hantu terus makan ditemenin sama dua mayat hidup sekarang." Gerutu Via sebelum akhirnya dia memasukkan potongan roti terakhirnya ke dalam mulut.
Pergerakan Alvin tidak ada perubahan, dia tetap saja sibuk dengan roti tawar selai coklatnya. Apa pedulinya dengan perkataan Via. Karena tetap tak diacuhkan oleh Ify dan Alvin, Via semakin saja merasa kesal. Sedetik kemudian, bibirnya yang tak berhenti menggerutu terkatup begitu saja saat tangan Ify menengadah di depan matanya.
"Apaan?" Bingung Via yang tak dapat menebak arti tangan Ify.
"Masuk rumah hantu harus bayar." Ujar Ify enteng tanpa dosa.
"Kampret lo, gue udah nungguin lo dari tadi. Terus sekarang lo minta gue bayar? Gak sudi gue!" Via menepis tangan Ify secara kasar.
Ting!
Suara gelas yang bersentuhan dengan piring menjadi pelerai keributan antara Ify vs Via di pagi hari. Perbuatan siapa lagi kalau bukan Alvin yang usai meminum susu lalu menumpuk gelasnya di atas piring begitu saja. Tatapan dinginnya tidak mampu mengintimidasi Ify sedikit pun, meski bagi Via sorot mata Alvin sangat mengerikan.
"Cis..." Desis Ify dan Via bersamaan ketika Alvin mengalihkan pandangan.
"Ayo." Ajak Ify setelah menghabiskan segelas susu coklatnya.
Mau tak mau, karena Ify sudah keluar menyusul Alvin, akhirnya Via juga mengekor di belakang. Tidak ada hal baru di rumah ini, sehingga tidak membuat Via menoleh ke kanan dan kiri. Dia sudah biasa menjelajah di kediaman Schmitz, jadi Via tidak lagi merasa penasaran apa yang ada di sudut ruangan.
Rumah bertingkat tiga itu sangat sepi, karena hanya didiami oleh beberapa orang saja. Di antaranya ada Alvin, Ify, dua asisten rumah tangga dan dua satpam yang bergantian jaga siang dan malam. Kadang-kadang Via menginap di rumah ini untuk menemani Ify. Dua asisten rumah tangga dan dua satpam tidak membuat Ify serta Alvin merasa ada teman. Semuanya tetap sama, sepi bak istana tak bernyawa.
Mr. Stuart sendiri akan pulang setiap beberapa bulan sekali dari Colmar, Prancis. Sopir hanya ada saat Ify membutuhkannya saja, itu pun jarang. Sedangkan tukang kebun akan datang setiap hari saat pagi dan sore untuk menyapu halaman dan memotong rumput yang sudah panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anthos Phobos
Fantasy[FANTASI - ON GOING] - (Kelanjutan cerita ada di Dreame, Innovel dan Stary Writing) Kejadian tiga belas tahun lalu yang terjadi secara tidak sengaja mengakibatkan kehidupan Malaikat Rio dan seorang gadis berubah total. Rio harus menerima hukuman dar...