23

83 5 0
                                    

“Aku kira kau akan mengajak jalan-jalan ke taman, kencan di tempat romantis dan sebagainya.” Seokjin tertawa saat menyadari bahwa Chae Rin mengarahkannya untuk ke tempat pemakaman. Saat pulang sekolah tadi ia dan Chae Rin memang memutuskan untuk berjalan-jalan sebelum pulang. Ingin kabur dari les –kata Chae Rin.

“Salahkan oppa yang membuatku rindu pada appa. Maaf ya …”

“Tidak apa-apa Chae Rin.”

“Ayo, oppa.” Chae Rin mengajak Seokjin turun dari mobil. Dengan segera Seokjin keluar mobilnya dan ke pintu seberang untuk membukakan pintu untuk Chae Rin. “Terima kasih.”

“Iya.”

Kening Seokjin berkerut saat Chae Rin malah menarik tangannya untuk menyeberang jalan, padahal pemakamannya ada disebelah dimana mobil terparkir.

“Kenapa kita kesini?” tanya Seokjin bingung.

“Sebelum ke makam, aku biasanya berdo’a dulu disini,” jawab Chae Rin sambil terus menarik tangan Seokjin lembut untuk mengikutinya masuk ke sebuah bangunan yang ada di seberang pemakaman itu.

‘Chae Rin mengajakku masuk ke sebuah bangunan yang sangat besar ini. Bangunan tempat orang-orang yang beragama sepertiku berdo’a, tapi tidak denganku. Karena aku sudah berhenti berdo’a sejak eomma meninggalkan kami. Saat itu aku masih berusia delapan tahun. Iya, sejak saat itu aku berhenti berdo’a setelah memaki Tuhan karena sudah memberikan keluarga yang hancur padaku. Aku sangat kesal saat tahu bahwa appa adalah seorang gay.’ Seokjin memejamkan matanya, mengingat masa lalu adalah hal paling menyakitkan untuknya.

“Oppa?”

“Hm?”

“Kau kenapa?”

“Tidak. aku tidak apa-apa.”

Chae Rin mengajak Seokjin untuk duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Tempat itu sepi, mungkin karena di hari biasa. Tidak masalah bagi Chae Rin, malah lebih baik, dia bisa berdoa dengan tenang. Chae Rin mulai memejamkan matanya, menyatukan dua tangannya dan meletakkan di dadanya. Sementara Seokjin hanya memperhatikan gadis itu. Sebenarnya dirinya penasaran apa yang di minta lagi oleh Chae Rin.

“Oppa …” ucap Chae Rin lembut.Seokjin baru tersadar bahwa sejak tadi ia sampai melamun.

“Oh? Ada apa?”

“Kau tidak berdo’a?” tanya Chae Rin sambil mengerutkan keningnya, bingung.

“Aku tidak tahu harus meminta apa.”

Chae Rin tersenyum. Seokjin benci sekali lagi karena senyum Chae Rin meneduhkan baginya, seperti melihat kedamaian, menimbulkan perasaan aneh.

“Bahkan berdo’a bukan hanya untuk meminta, oppa. Kau bisa berterima kasih pada Tuhan atau apapun itu. Apa oppa tidak ingin berterima kasih pada Tuhan karena menganugerahi hidup yang sempurna?”

“Hidupku tidak sempurna, Chae Rin. Apa yang orang lain lihat, belum tentu kebenarannya.”

“Aku juga. Hidupku jauh dari sempurna. Tapi setidaknya kita harus berterima kasih karena Tuhan masih memberikan napas saat ini. Berdo’alah oppa walau hanya semenit. Setidaknya untuk berterima kasih.”

Seokjin menatap lekat pada Chae Rin. “Tapi aku sudah lama tidak melakukannya.”

“Begitu ya? Kalau begitu saatnya minta maaf pada Tuhan karena sudah lama meninggalkannya.”

Seokjin merasa benar-benar tak waras lagi. Jantungnya berdebar, padahal Chae Rin tak melakukan apapun, hanya mengucapkan kata-kata yang tak pernah ia dengar dari orang lain. Pipinya bersemu merah muda. Seokjin ingin memeluk gadis itu saat ini juga, tapi ia tahan.

Heirs in the trap || Kim Seokjin [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang