25 - Picasso

160 32 22
                                    

📷Media : "The Three Musician" (1921) karya Pablo Picasso.

***

Gadis berkaus putih bercorak itu berlarian menuju kafe terdekat dari kampusnya. Kalau saja ia tidak iseng melihat papan pesan pengunjung sepuluh menit yang lalu, ia pasti baru akan melihat pesan itu keesokan harinya.

Ia menghentikan larinya tepat didepan pintu kafe, mengatur napasnya yang terengah-engah. Sudah pukul setengah empat sore, sebenarnya tidak mungkin Hyunsik masih ada disana. Pasti seniornya itu sudah pulang ke tempat kerjanya.

Sejenak ia berpikir dan menertawakan diri. Mengapa pula ia berlarian kalau sudah terlampau telat.

Setelah napasnya dirasa tenang, Seungmi memasuki kafe dengan hati yang tiba-tiba berdebar kencang. Matanya menyisir seisi kafe, berharap sang Sunbae masih bersedia menunggunya. Namun nihil. Benar saja, Hyunsik hanya menunggunya hingga pukul tiga.

Matanya yang berbinar menjadi redup. Kakinya melangkah lesu keluar dari kafe dengan kepala tertunduk. Padahal ia ingin bertemu dengan Sunbae-nya itu setelah sekian lama. Bagaimanapun, Hyunsik adalah senior yang akan selalu ia hormati, meski faktanya lelaki itu pernah membuatnya patah hati.

"Kau terlambat."

Sebuah suara berat dari samping kanan membuat kepalanya mendongak dan menoleh, lantas membelalak kaget.

"Sunbae!"

Gadis itu segera menghampiri lelaki berkaus dan topi hitam itu, berdiri di hadapannya dan masih memandangnya dengan tatapan tak percaya.

Hyunsik tersenyum lebar, mengacungkan tangannya dan segera disambut hi-five oleh Seungmi.

"Maaf menunggu lama, Sunbae. Butuh waktu untuk mencari ketua pelaksana dan izin untuk keluar gedung pameran," gadis itu tersenyum kecut.

"Sudah kuduga. Tidak apa-apa." Hyunsik melirik jam tangannya. "Kau punya setengah jam untuk minum kopi?"

Seungmi tersenyum lebar, mengangguk cepat.

***

Mungkin ada hal yang tidak akan pernah dimengerti oleh orang-orang biasa – non-selebriti – tentang kehidupan sosial para selebriti yang sebenarnya, misalnya, mengenai hubungan spesial mereka dengan seseorang. Ada yang membantah sebuah rumor kencan hingga puluhan kali dan pada akhirnya menyerah setelah para reporter 'ganas' mendapatkan bukti. Ada juga yang terang-terangan mengumumkan hubungan mereka dengan seseorang padahal mereka tidak pernah kedapatan kencan di ujung planet manapun, dan lainnya.

Seorang Idol yang berbicara bahwa seluruh cinta mereka hanya untuk para fansnya saja, percayalah bahwa itu tidak akan seutuhnya benar. Mereka punya keluarga, teman, dan orang-orang terdekat lain yang juga berhak mendapatkan cinta dari mereka. Mereka juga manusia biasa yang sewajarnya membutuhkan seorang belahan jiwa. Kita tidak akan pernah menemukan jawaban yang tepat tentang status 'lajang' mereka yang sebenarnya. Semuanya abstrak dan ambigu, seperti lukisan Piccaso.

Satu lagi, seperti hubungan Minhyuk dan Yura. Sebuah hubungan yang telah diketahui publik, padahal nyatanya yang terjadi adalah seorang lelaki lugu yang terperangkap rasa iba pada seorang selebriti wanita yang kesepian.

Sudah ada tiga belas panggilan yang masuk ke ponsel Minhyuk dan diabaikan begitu saja. Si pemilik ponsel menyibukan dirinya dengan latihan fisik di sebuah GOR yang sedang sepi. Tidak ada kencan hari ini, lelaki itu tidak peduli akan seberapa marah pacarnya nanti karenanya. Lagi pula, ini bukan hari libur.

Di hitungan push up-nya yang ke tujuh puluh dua, Minhyuk menjatuhkan dirinya di lantai karena kelelahan. Membalikkan tubuhnya dan menatap langit-langit gedung sambil mengatur napas yang terengah. Ia menutup matanya, merekam perjalanannya sejak ia berjuang masuk ke klub hingga sekarang. Satu persatu kejadian tergambar di kepalanya seperti sebuah kaleidoskop.

B[L]ACKSTREETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang