Singkapkan Kausmu

3.9K 203 5
                                    

Curhat Pengantin Baru
#cpb 4

Setelah melakukan perjalanan selama dua jam kita sampai di tempat tujuan. Harusnya sih, satu jam saja sudah cukup. Tapi beberapa kali kamu berhenti di pom bensin. Terbirit lari ke kamar mandi. Meskipun nggak cerita, aku tahu perutmu itu sedang dalam masalah. Terbukti dengan suara krucuk-krucuk yang berteriak dari balik jaket jeans hitam. Waktu sarapan tadi kamu terlalu banyak mengambil sambel, Mas. Jadinya pencernaanmu teramat lancar menjurus ke bablas. Aih, kasihan.

Hotel Bulan Bundar. Nama yang unik. Membacanya justru mengingatkan aku pada bulan sabit yang menyerupai clurit. Ada kenangan tentang clurit yang sampai sekarang masih membekas. Dulu sekali bapakku mempunyai satu senjata tradisional Madura itu. Beliau menggunakannya untuk memangkas rumput di depan halaman. Lalu kamu meminjamnya kuga untuk memberantas rumput. Sebentar kemudian, clurit itu Mas Aru kembalikan lagi. Saat bapak bertanya kenapa, Mas bilang nggak tajam. Lah memang bapak belum sempat mengasahnya. Banyak karat yang melekat pada permukaan logamnya. Jadi ya tumpul.

Mas Aru menuju lobby. Tas ransel sewarna jaket nampak melendung di punggung. Aku mengekorimu yang check in. Sebentar kemudian, kunci diserahkan. Waw! Kita dapat kamar nomor 30. Pas benar dengan usiaku sekarang. Pegawai menunjukkan letaknya. Kita berjalan sesuai petunjuk.

Suasana hotel benar-benar asri, Mas. Tanaman hias aneka rupa memenuhi sudut demgan cantik. Taman-taman mungil dan puluhan kolam hias berair terjun mini membuat hati jadi adem. Kita mendapatkan sebuah kamar dengan pemandangan sempurna. Di lantai tiga ini, jajaran pegunungan berkabut terlihat menyembul malu-malu. Bangunan vila megah berpagar tinggi berpadu dengan deretan rumah penduduk sederhana. Membuat sebuah harmoni njomplang. Si Kaya dan Si Miskin mempunyai tempatnya sendiri. Seperti sisi mata uang, selalu berdampingan.

Kamu langsung melesat menuju kamar mandi sesaat setelah pintu terbuka. Aku mencari sesuatu di dalam tas ransel setelah menyalakan pemanas air listrik. Bawaan wajib kala berada di tempat dingin. Ah, ini dia ketemu. Minyak kayu putih berwarna hijau ukuran sedang sudah berada dalam genggaman. Saat Mas Aru keluar, aku segera mendorongmu menuju ranjang spring bed berukuran besar.

"Hei, tunggu, Nis. Apa kamu mencoba menyerangku?" Mas Aru mengelak, tepatnya pura-pura saja. Buktinya saat kudorong pakai jari telunjuk, kamu langsung terlentang.

"Singkapkan kausmu, Mas."

"Nggak! Jangan sekarang, Nis. Aku belum siap."

"Aku sudah siap, Mas. Cepetan!"

Lucunya kamu saat tahu botol minyak kayu putih dalam genggamanku. Kamu pasrah saat kuoles cairan hangat itu di atas perutmu yang lumayan nggak berotot. Sret-sret! Tak butuh waktu lama, acara oles mengoles sudah selesai. Aku menuangkan air hangat dari dalam teko ke gelas yang sudah tersedia.

"Minum ini, Mas, biar perutmu enakan."

Setelah mengucapkan terima kasih, kamu menyeruput pelan-pelan. Tak lupa desahan aaah, keluar dari bibirmu. Aku menyalakan televisi, mencari tayangan yang asyik. Waw! Ada film horror kesukaanku, Mas. Mata ini langsung fokus melihat layar yang menempel di dinding kamar. Kita menghabiskan waktu menonton televisi sampai beberapa jam ke depan. Saat perut ribut minta diisi, barulah kita melangkahkan kaki keluar mencari makan.

"Mas aku tadi lihat ada kolam renang."
"Kamu mau renang, Nis?"

Aku mengangguk semangat. Mumpung ada kolam fasilitas hotel, aku harus menggunakan sebaik-baiknya. Kamu hanya mengendikkan bahu dan mengikuti langkahku. Ada beberapa kolam renang, salah satunya bertuliskan air hangat. Wah, ini cocok buatku. Berendam di air hangat bisa membuat aliran darah lancar.

"Kamu bawa baju ganti, Nis?"

"Enggak, Mas. Lupa. Aku nyebur aja ya. Nanti ganti di kamar."

"Ye, basah semua. Kasihan pelayan kalau harus ngepel gara-gara kamu."

"Tapi aku pingin berendam air hangat, Mas."

"Sini kubisikin." Kamu mendekatkan bibir ke telingaku, "Di kamar mandi ada bath tup luas. Kamu bisa berendam di sana sampai puas."

Aduh, Mas, mendengar suaramu berbisik membuat bulukuduk merinding. Menembus sampai ke tulang rasanya.

"Beneran? Aku belum lihat kamar mandinya. Ayolah kalau begitu." Aku menutupi salah tingkah dengan menunduk, menghindari tatapanmu.

"Mau kutemani?"

"Apa?" Kepalaku terangkat. Mata kita saling bertemu. Sesaat detik seperti tak berdetak. Berhenti total. Lalu kita sama-sama tersipu.

Sepertinya, hubunganku denganmu makin seru, Mas. Tak sabar ingin tahu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya.

Next

Hai Sobat Novie, jangan lupa kasih vote ya 😊😊.

Curhat Pengantin Baru (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang