1

11 1 0
                                    

Bagian 1

Aku, Samuel, seorang remaja berusia enam belas tahun dengan postur tubuh yang cukup normal dan rambut sewarna kayu, tiba-tiba tertarik ke sebuah dunia yang keadaannya sangat kritis. Menurutku tidak ada yang spesial di dalam diriku. Kalau pun ada yang bisa sedikit dibanggakan, itu mungkin adalah kemampuan berpedangku yang walaupun sebenarnya masih ku pelajari dan belum benar-benar aku kuasai. Di dunia asalku itu adalah kemampuan yang jarang dipelajari, jadi menurutku hal tersebut bisa sedikit dibanggakan. Tapi saat ini entah atas dasar apa, Aku malah dibawa ke tempat seperti ini dan terbangun di sebuah rumah tempat para pemberontak bersembunyi.

Di dunia itu, Aku adalah seorang adik dari seorang ketua tim pemberontak. Tujuan mereka hanya satu, menentang pemerintahan yang penuh dengan kekejian, dan kesemena-menaan. Sejauh yang ku tahu, mereka telah melancarkan aksi ini sejak lama. Mungkin sekitar dua tahun terakhir.

Malam ini, kami –para pemberontak– sedang merencanakan strategi terakhir untuk mengakhiri perang ini di markas besar yang berada dekat dengan kota Maxlea, kota yang berada di perbatasan Kerajaan Allegra, kerajaan yang penuh dengan kekejian dan tak memiliki belas kasih pada rakyatnya seperti yang kuceritakan sebelumnya.

Peperangan itu telah memakan banyak kehidupan yang tak lagi terhitung jumlahnya. Baik dari kami, para pemberontak, maupun dari pihak tentara-tentara kerajaan. Setelah perjalanan panjang dengan senjata, akhirnya pertarungan terakhir ditetapkan hanya dengan mengirim seorang perwakilan dalam sebuah permainan catur. Menurut ku pribadi ini keputusan yang cukup brilian. Efektif, dan mengurangi jumlah korban yang berjatuhan pastinya.

"Kalian berdua, jangan hanya bermain. Ikutlah mengatur strategi. Besok adalah hari yang sangat menentukan." seorang penyihir perempuan dari petinggi pasukan pemberontak berkata padaku dan Ketua.

Penyihir tersebut adalah Karen, seorang perempuan berambut kemerahan dengan kemampuan mengendalikan cuaca. Ia beridiri dihadapan kami dengan jas birunya yang menyimpan sihir dan menjulur dari pundak hingga mata kakinya. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan raut wajah yang kesal. Aku selalu menyadari keberadaannya dari bunyi anting-anting yang ia pakai yang menurutku menjadi salah satu ciri khasnya. Sejak awal aku tertarik ke dunia ini, perempuan itu entah bagaimana selalu menimbulkan perasaan aneh dalam diriku.

"Biarkan mereka, Karen. Saudara bila tidak memiliki daya kompetisi yang tinggi mungkin tidak dapat dikatakan saudara. Lihatlah, bukankah sangat menyenangkan melihat mereka bermain dengan kepala mereka yang sudah memanas?"

Orang yang berkata demikian adalah Rend, teman masa kecil Ketua dan seorang ahli pedang.

Ia memiliki ciri khas wajah yang ditutupi oleh perban yang menyisakan mata kirinya yang sebiru langit. Ia dijuluki dengan julukan 'Naga Khasmara' karena dalam sarung pedang sebelah kanannya terdapat pedang dengan ukiran naga dan kirinya pedang dengan ukiran mawar. Dia mungkin yang akan menjadi Knight dalam pertarungan nanti.

"Diam. Lanjutkan saja rapatnya," Ketua berkata demikian sambil memegang dagunya dan berfikir. Ia lalu memindahkan salah satu bidak catur dihadapannya.

"B-baiklah. Ohiya, Ketua!" Karen sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

"Apalagi?" Ketua melirik ke arahnya.

"I-itu ..., seberapa sulitkah pahlawan kerajaan itu?"

Mengapa Karen bertanya sesuatu yang tidak penting kepada ketua? Pikirku.

"Sulit, sudah. Jangan ganggu." Ketua berkata seperti itu dan langsung memindahkan posisi bishop di knight milikku. "Stalemate. Kita seri untuk yang ke-5 kalinya, Altrez."

A LieWhere stories live. Discover now