Senin yang hectic membuat segalanya serba buru-buru dan hasil dari buru-buru adalah lupa. Hari ini Riva memiliki jadwal untuk mengantarkan 50 brownies dan 50 pie buah ke sebuah kantor yang bergerak dibidang jasa konstruksi bernama HAS consultant. Namun dia lupa untuk menghubungi kurirnya lebih awal untuk membantunya mengantar pesanan itu sehingga membuatnya harus mengantarkan sendiri 2 dos makanan manis itu.
Dengan mengendarai karimun kuning yang menjadi kendaraan kesayangannya Riva berangkat menuju HAS consultant. Karena kantor HAS yang cukup jauh dari bakerynya sehingga waktu yang diperlukan pun cukup lama sekitar sejam.
Setelah sampai dan memarkirkan mobilnya di depan sebuah kantor berwarna abu-abu hitam itu, Riva turun dan langsung membawa 2 dos berisi kue. Memasukki gedung berlantai 4 itu riva sedikit kesulitan mengangkut 2 dos berukuran sedang itu.
Memasukki lift, Riva mencoba mengingat lantai berapa tempat dia harus menaruh kue-kue nya. Lantai 4 adalah lantai tujuannya tempat ruang rapat berada. Memasukki lantai 4 Riva dapat melihat suasana yang lebih ramai dibandingkan lantai 1 yang sepertinya hanya difungsikan sebagai lobi dan kafetaria saja.
Bingung harus kemana Riva memutuskan untuk memanggil seorang pegawai yang kebetulan lewat di hadapannya. "Permisi, saya boleh bertanya?."
Lelaki dengan kemeja biru berlengan pendek itu menoleh kearah Riva "iya. Mbak ada urusan apa ya?."
"Saya Riva dari Rizit bakery. Mau nganterin pesanan brownies dan pie buah yang dipesan oleh mas Andi." jawab Riva membuat pria di hadapannya mengangguk.
"ini pesanan untuk rapat ya mbak?." Tanya nya dan dijawab dengan anggukan kepala dari Riva.
"Mari mbak saya anterin langsung ke ruang rapat, oh iya hampir lupa nama saya Erwin."
Membalas dengan senyuman Riva mengikuti langkah Erwin menuju ruang rapat. Sesampainya di ruang rapat riva langsung menyusun kuenya untuk setiap kursi.
"Saya tinggal dulu ya mbak." pamit Erwin
Sambil mengangguk Riva berterima kasih pada Erwin lalu kembali melakukan pekerjaannya membagi rata setiap kue yang dia bawa.
Setelah selesai Riva menyusun kembali dos nya yang sudah tidak seberat sebelumnya dan berjalan keluar dari ruang rapat tersebut. Riva bisa melihat bahwa sangat banyak pegawai pria di kantor ini.
Berjalan kembali menuju lift tiba-tiba ada yang memanggilnya "mbak riva."
"Erwin? Ada apa ya?."
"Biar saya antar ke bawa mbak sekalian mau ke kafetaria."
Riva hanya tersenyum dan mengangguk lalu mereka bersama memasukki lift.
"Mbak ini kerjanya sebagai kurir aja atau mbak yang buat kue nya?." Tanya Erwin saat mereka berada di dalam lift.
Riva tersenyum mendengar pertanyaan erwin lalu menjawab "Saya kerjain dua-duanya."
"Mbak Riva ini chef ya?."
"Iya. Gak kelihatan seperti seorang chef ya?." Sambil sedikit terkekeh riva menjawab membuat erwin sedikit salah tingkah.
"Mbak mah cocoknya jadi artis aja cantik soalnya mbak."
Pernyataan Erwin kembali membuahkan kekehan dari Riva.
Pintu lift pun terbuka menampilkan lobi lantai satu yang cukup sepi lalu riva berkata "kita berpisah disini. Terima kasih atas bantuannya mas Erwin."
"Gak masalah mbak. Hati-hati dijalan mbak Riva."
Riva lalu mengangguk dan berjalan menjauhi Erwin dan keluar dari kantor tersebut untuk kemudian kembali mengendarai karimun nya ke rizit bakery.
Sedangkan erwin merogoh sakunya dan menelpon seseorang "dia seorang chef pak bukan cuma kurir." begitu katanya saat sambungan telepon itu direspon.
***
Sesampainya di RB (singkatan untuk rivit bakery) Riva langsung berjalan menuju ruangannya untuk mengecek pemasukkan dan pengeluaran bulan ini. Mengelolah bisnis sendiri memang bukan hal yang mudah. Apalagi Riva bekerja sendiri untuk mengurus semua hal yang penting. Sedangkan untuk urusan melayani, kasir, dan kurir Riva hanya memperkerjakan 5 orang dengan 4 orang yang bergantian bekerja sebagai pekerja part time. Selebihnya dia melakukan semuanya sendiri bahkan menjadi kurir seperti tadi saat dia lupa menghubungi kurirnya sendiri.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu yang berhasil mengalihkan fokusnya. Seorang gadis muda masuk kedalam ruangannya "ada apa Juli?."
"Ada yang nyariin mbak di depan" jawab Juli. Riva memang tidak menyuruh pegawainya untuk memanggilnya dengan sebutan chef jadi mereka memanggilnya dengan sebutan mbak.
"Siapa?."
"Mas Devan."
Mendengar nama itu membuat Riva memejamkan matanya sejenak dan menghela napas.
"Suruh ke ruangan saya aja Jul" kata Riva dibalas anggukan kepala dari Juli yang lalu berjalan keluar.
Devan adalah teman dari teman kuliah Riva yang entah mengapa selalu mengusik hidup Riva. Devan yang memang terang-terangan menujukkan perasaan sukanya terhadap Riva tidak pernah berhasil membuat Riva merasakan hal yang sama. Riva juga tidak tau mengapa sulit menyukai pria tampan dan mapan seperti Devan. Namanya urusan hati dan perasaan tidak ada yang pernah tau pasti kan?
Devan memasukki ruangan itu dengan pakaian rapi, sepertinya dia sedang break makan siang. Dengan sebuah kantong plastik ditangan kirinya sudah jelas kalau dia membawakan makan siang untuk Riva.
"Hai..aku bawain kamu makan siang." katanya setelah duduk di hadapan riva.
Riva tersenyum dan menerima makan siang itu "makasih ya Dev."
"Ntar malam nonton yuk Riv." ajak devan sambil menampilkan senyum terbaiknya.
"Hmm lagi banyak pesanan Dev jadi ntar malam saya harus lembur."
"Udah setahun kenal kamu masih aja pake 'saya' saat ngobrol sama aku." kata devan yang dibalas senyuman dari Riva.
"Kamu mau aku temenin lembur?"
Lagi lagi riva tersenyum dan menolak dengan sopan "gak perlu repot Devan."
Devan lalu mendesah "susah banget sih dapetin hati kamu Riv." katanya sambil tersenyum.
Membuat Riva hanya mampu memberikan tatapan merasa bersalah.
"Yaudah aku balik ya. Jangan lupa makan yang banyak." kata Devan sambil bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan Riva.
Saat pintu itu tertutup Riva hanya mampu menghela napas dan menundukkan kepalanya.
Maaf Dev, perasaanku masih sama untuk orang yang sama.
Jarum jam terus bergerak, siang berganti malam. Sekarang pukul 11 malam, Riva sudah selesai dengan pekerjaan memanggangnya hari ini. Mematikan lampu adalah langkah awal sebelum Riva meninggalkan tempat beraroma lezat itu.
Keluar dari sana Riva berjalan menuju mobilnya lalu ponselnya berdering. Dari mas Andi. Riva menerima panggilan tersebut.
"Halo mas Andi?"
"Halo mbak Riva. Maaf ya mbak saya baru sempat ngucapin terima kasih sekarang. Kuenya enak-enak banget mbak, bos saya juga sangat suka."
"Syukurlah kalo gitu mas Andi, saya juga senang dengarnya."
"Lain kali bos saya mau order di tempat mbak Riva lagi."
"Iya siap mas andi pasti disanggupi pesanan beliau."
"Yaudah mbak. Sebelumnya maaf udah ganggu, selamat malam mbak Riva."
"Iya. Selamat malam juga mas Andi."
Sambungan itu pun terputus dengan Riva yang masih senantiasa tersenyum. Membuat orang bahagia dengan kelebihan kita sungguh membuat Riva sangat bersyukur. Hari itupun ditutup dengan perasaan lega dengan kepuasan para pelanggannya.
Satu lagi hari baik yang berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADOX
RomanceJatuh cinta sepihak yang dirasakan Riva selama 8 tahun masih berlanjut sampai menginjak tahun ke 15, saat umurnya berada diangka 25 tahun dia memutuskan untuk berhenti mencintai sendirian seperti orang tidak waras dan mencoba membuka hati untuk pria...