2 : Catatan

65 7 0
                                    

Rutinitas membuatku muak, apalagi rutinitas tanpamu di sini. Apalah artinya? Sudahi saja.

Tiga hari berlalu, sekarang tanggal 29 Desember 2026, dua hari lagi merupakan tahun baru. Abby sudah muak dengan "resolusi baru" di tahun yang baru. Ia merasa tidak berguna membuat daftar perubahan. Ia selalu menemukan dirinya di posisi yang sama, di keadaan yang sama. Hari ini merupakan hari jadi mereka, setiap tahunnya Abby menantikan hari ini untuk tiba. Empat tahun silam, ia melakukan rutinitas yang sama di setiap tanggal dua puluh sembilan ini. Di ruang tamu yang tak seberapa luas, mereka menonton film favorit, yaitu Good Will Hunting, sembari minum coklat panas. Paduan yang serasi untuk musim dingin. Kurang lebih jam 12 siang ia telah selesai melakukan rutinitas ini. Biasanya mereka lanjut membungkus hadiah untuk bertukar kado. Namun hari ini Abby merasa lelah dan ingin melakukannya nanti saja. Ia duduk di sofa krem yang sama, pandangannya kosong menatap televisi yang masih menyala.

Abby merasa bosan dengan hidupnya. Tidak, Abby merasa bosan hidup. Berkali-kali terlintas di pikirannya untuk mengakhiri hidupnya, ia ingin mati saja. Tidak ada gunanya lagi ia hidup. Ia ingin bersama dengan belahan jiwanya di surga. Ia telah kehilangan motivasi hidup, ia kehilangan satu-satunya alasan untuk hidup.

Ia memutuskan untuk beranjak dari sofa tersebut dan ke gudang bawah. Entah mengapa ia ke gudang bawah, namun kakinya melangkah ke sana. Ia turun dan berdiri terdiam di dalam gudang tersebut. Banyak kotak tertumpuk rapi berlabel "Tahun Baru", "Hiasan Natal", "Natal", bahkan sebuah pohon natal sintetis besar. Di pojok ruangan seberang tumpukan kotak tersebut terdapat sebuah kotak kayu persegi dicat biru langit. Warnanya memikat mata dan menenangkan jiwa Abby yang sedang galau. Di atas kotak tersebut tertulis catatan bahwa kotak itu hanya boleh dibuka oleh Noah, Abigail, dan anak mereka di masa depan. Ia membersihkan kotak tersebut dari debu. Ditariknya kotak itu keluar dari gudang dan menggotongnya kembali ke ruang tamu. Diletakkannya kotak persegi setinggi lutut itu di depannya. Ia membanting dirinya ke sofa selagi menghembuskan nafasnya. Dengan rasa setengah penasaran, ia membuka kotak kayu tersebut.

Matanya memindai isi kotak. Senyuman tipis mulai tergores di wajah Abby. Tak lama air mata menyusul jatuh dan membasahi pipi halus Abby. Ia terharu melihat isi kotak tersebut. 

Tangannya menggapai sebuah lilin dalam gelas kaca, lilin tersebut masih baru, belum dibakar. Di bawah gelas tersebut terdapat sebuah Post-It bertuliskan sebuah pesan dari Noah.

Lihat, Abby, ini adalah hadiah ulang tahunmu, maaf ya hanya sebuah lilin dalam gelas kaca. Tapi lilinnya beraroma vanili!! Kesukaanmu. Hebat kan aku bisa tahu! Ya iya lah ya, aku kan suami kamu, hehehe... Semoga kamu suka ya, istriku. Oh iya, tebak di mana aku membelinya? Di toko antik favorit kita! Aku memborong stok terakhir mereka. Untunggg saja mereka masih ada sisa. Sayang kamu!

-   Suami tercinta, Noah

Abby membacanya dalam hati. Ia mulai merinding. Ternyata skenario dalam pikirannya 3 hari yang lalu menjadi kenyataan, sayangnya Noah tidak ada untuk memberikan hadiah itu secara langsung. Ia masih tak percaya akan apa yang sedang terjadi. Kebahagiaan mulai terpancar sedikit dalam hatinya. Seakan-akan kebaikan untuk pertama kalinya berpihak kepadanya. Dunia untuk sekali saja berbuat baik kepadanya dan tidak menyebalkan.

Mendiang suaminya ini memang paling pintar dalam memberikan hadiah. Memang hadiahnya tidak seberapa, namun usaha dan makna dari setiap hadiah yang selalu membuat Abby luluh. Abby lalu menyalakan lilin tersebut dan menaruhnya di atas meja. Ia kembali menjelajahi isi kotak tersebut. Ia menemukan banyak hadiah dari Noah. Hadiah untuk usianya yang ke-30, ke-35, ke-40, dan seterusnya hingga yang ke-70. Bahkan ada hadiah-hadiah kecil lainnya.  Semuanya lengkap dengan catatan kecil. Abby menyusun kesembilan catatan tersebut. Ia merasa catatan itu kurang lengkap, lalu ia teringat akan catatan kecil yang diberikan Noah saat ulang tahunnya yang ke-20 dan ke-25. Waktu itu mereka masih berpacaran. Ia berlari ke kamar lalu mengambil catatan tersebut di nakasnya. Ia berlari lagi ke ruang tamu dan melengkapi susunan catatan tersebut. Kata depan dari sepuluh catatan itu merangkai sebuah kata "Pelengkapku". Abby menggelengkan kepalanya, ia masih heran dengan kekreativitasan mendiang suaminya ini. Air mata mulai membendung di kelopak matanya sebelum akhirnya sukses jatuh dan membuat hantaman ke bajunya.

Berjam-jam Abby sibuk dengan kotak biru langit tersebut. Seluruh hadiah dari Noah telah ia keluarkan, hanya tersisa sebuah kotak kecil di dalamnya. Abby mengambilnya dengan hati-hati. Terdapat sebuah kalung berlapis emas dengan liontin huruf  "N" dan "A". Air matanya jatuh semakin jadi. Ia menangis untuk beberapa waktu, nafasnya tersendat-sendat. Ia sudah tidak peduli apakah tetangganya mendengar suara isak dan tangisannya. Ia tidak peduli dikatakan perempuan gila yang menangis sepanjang malam. Itu sudah dilalui Abby 2 tahun yang lalu. Dan sekarang, ia tidak peduli. Abby tak pernah menyangka Noah menyiapkan semuanya itu, bahkan sampai usia ke-70nya. Di balik kotak kalung tersebut terdapat catatan kecil juga.

"Cinta sejati bukanlah cara Anda memaafkan, tetapi bagaimana Anda melupakan. Bukan apa yang Anda lihat tetapi apa yang Anda rasakan, bukan bagaimana Anda mendengarkan tetapi bagaimana Anda memahami, dan bukan bagaimana Anda melepaskannya tetapi bagaimana Anda bertahan"

Selamat ulang tahun yang ke-70, cintaku. Mungkin aku masih ada untuk memberikanmu kado ini. Namun, jika aku sudah tidak ada, pakailah ini sebagai tanda bahwa aku akan selalu ada dekat jantungmu.

Suami pertama dan terakhirmu, Noah

Hatinya sangat bahagia. Tak pernah ia merasa sebahagia ini sejak kepergian Noah. Untuk pertama kalinya api dalam dirinya mulai terbakar lagi. Sebuah rasa bahagia yang membara seperti sumber tenaga dalam kehidupan. Ingin rasanya ia memeluk Noah sekali lagi. Mengungkapkan rasa terima kasihnya secara langsung. Ia duduk di sofa, masih menggenggam kalung tersebut di tangannya lalu memakainya. Usia Abby memang sudah tidak muda lagi, namun sifatnya yang senang berandai-andai tak pernah lepas dari dirinya.

Sekali lagi ia memejamkan matanya dan membuat skenario jika Noah masih ada dalam hidupnya. Sekali lagi ia berharap dunia berada di sisinya. Sekali lagi ia berharap kebahagiaan dalam dirinya ini tak kunjung hilang.

Ia membayangkan bagaimana ia akan melompat ke pelukan Noah ketika hadiah tersebut diberikan kepadanya. Ia membayangkan bagaimana Noah akan membelai kepalanya, seperti yang ia biasa lakukan. Ia membayangkan bagaimana bahagianya jika semua ini menjadi kenyataan.

Lilin dalam gelas kaca tadi masih terus menyala. Menyala menemani Abby mengeksplor potongan-potongan memori dan hadiah-hadiah. Tak ada lelahnya Abby melakukan semua itu. Ia lanjut mengobrak-abrik isi dari kotak tersebut. Kotak ini bagai peti harta karun yang berisi emas melimpah. Bedanya, emas di sini adalah memori-memori, kenangan terakhir Noah yang ia simpan dan menjadikan itu bagian dari siapa dirinya. Abigail Louise Verbeck.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang