6 - Yes, We Are Lunatic (part II)

1.1K 200 62
                                    

Huaaaaaaaaaaa aku tak akan pernah kenyang oleh momen KookMin, liat mereka terang-terangan gitu bawaannya pengen teriak "Woyy udahlah ciuman aja! Cepetan!"

Jungkook juga udah gak malu-malu lagi, malah makin perhatian, bahkan hal-hal kecil kayak nyuruh duduk sama bantuin berdiri. Padahal sama-sama batangan tapi Jimin diperlakukan semanis tuan putri.

I hope the best for them.

.

.

.

Pagi ini Jimin nongkrong di toilet sambil menculik dua gelas cappucino dari departemen dengan tujuan yang jelas, nyeritain kalung berlian milik sang nenek.

Untungnya Jimin masih menyimpan foto Nenek Sae di tas. 

"Aku tak percaya kau bawa-bawa foto mendiang nenekmu kesana-kemari," Nayeon berdecak-decak sambil geleng-geleng. "Kenapa kau jadi melankolis begitu?"

"Aku tidak melankolis!" semprot Jimin kesal.

Nayeon cekikikan. "Jimin, cewek-cewek seumuran kita membawa foto cowok mereka di dalam dompet atau tas, bukan foto neneknya."

"Kalau bawel aku tidak jadi cerita nih?" ancam Jimin. "Kayak kau punya foto cowok saja di dalam tas! Paling-paling foto yang kau bawa adalah foto dirimu sendiri dalam bentuk KTP. Aku masih mending nyimpen foto nenekku."

Yah, begitulah obrolan mengenaskan dua cewek jomblo di toilet. Meskipun yang satunya hampir melepaskan gelar kejombloan.

Nayeon mengibaskan rambut, memanjat naik dan duduk di meja wastafel yang berupa tembok marmer. "Oke, princess, ceritakan semuanya. No rahasia. Tidak boleh ada yang terlewatkan."

Jimin meletakkan tas rotannya di meja wastafel, menyalakan keran, dan mulai mencuci tangan tanpa alasan yang jelas. Dia grogi, oke? Tidak siap dengar tanggapan Nayeon.

"Pertama-tama, aku harus tegaskan dulu bahwa aku masih waras, aku belum pernah dirawat di rumah sakit jiwa, dan aku belum pernah duduk di ruang psikiater lalu divonis mengidap bipolar. Pokoknya aku masih Jimin yang sama yang kau kenal sehari-hari."

Tampang Nayeon berkerut waspada. "Wait, Jimin... kau membuatku takut."

"Aku belum cerita dan kau sudah takut?" Jimin mendecih. "Pengecut!"

Nayeon cemberut. "Habis openingmu tadi persis dialog pemeran utama di film thriller."

"Jadi... begini ceritanya." Jimin mengibaskan rambut ke belakang, berdiri tapi agak nyender di wastafel. "Kau percaya hantu?"

"Hantu?" Nayeon bergidik. "Aku belum pernah lihat tapi ada banyak cerita orang soal itu."

"Intinya kau percaya kan?" potong Jimin. "Soalnya aku gak akan cerita kalau kau gak percaya. Percuma. Aku malas meyakinkan orang-orang yang apatis."

Nayeon mengedikkan bahu.

"Apa maksudnya gerakan bahu tadi?" Jimin meniru Nayeon angkat-angkat bahu. "Gini gini tuh apa? Perjelas."

"Ya, aku percaya." Nayeon asal jawab. Takutnya Jimin batal cerita jika dijawab "Aku tidak percaya".

Jimin ikut-ikutan nangkring di wastafel. "Pertemuan pertama dengan nenekku di gereja."

"Berarti kau belum pernah dekat sama sekali dengannya sebelum itu?" tanya Nayeon. "Lantas kenapa ikatan emosi kalian kuat sekali?"

Entah kenapa cara ngomong Nayeon tadi kayak seolah-olah Jimin memendam perasaan terlarang yang kuat terhadap neneknya.

Isn't He Handsome? [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang