Kalo kebanyakan anak TK bangun tidur terus mandi dan tidak lupa menggosok gigi, Hinata bangun dan... bingung.
Rasanya 'bingung' emang satu-satunya reaksi yang paling masuk akal untuk berada di keadaan ini. Atau setidaknya, gitu lah menurut Hinata. Tentunya cewek Hyuuga itu ingat dia lagi on the way ke pusat kota untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Tapi dua lengannya yang meluk badan Gaara dan mata cowok itu yang menatap dengan tenangnya ke arah Hinata yang baru bangun, jelas di luar rencana.
And for Kami's sake, this is Gaara! Siapa juga yang gak pernah dengar soal Gaara, cowok keren dari Suna? Bahkan Hinata yang jarang gaul juga pasti pernah dengar selintingan gosip yang bilang kalo Gaara adalah cowok jagoan Kendo di sekolahnya, paling unggul soal berantem, dan super duper keren; beda dari reputasinya yang berlabel bad boy.
"Lo udah bangun?"
Dan ternyata si Gaara juga bisa ngomong. Padahal kalo kata orang, dia males banget ngomong. Mau lagi berantem kek, nggak ngaruh! Tetep aja dia nggak bikin suara-suara teriakan pas dia strike atau menunjukkan kehebatannya pas lagi ngelawan musuhnya. Cowok yang kayaknya pelit ekspresi ini juga cuek banget dan bisa tahan diam gak bergerak mirip batu.
Dan sekarang, di bis yang masih bergerak menuju pusat kota, Hinata yang punya kebiasaan jelek suka pelor, malah meluk Gaara!
Dear God, secepat itukah akhir zaman?
"G-g-g-go..." Ampun deh, susah banget mau ngomong. Kok tiba-tiba Hinata jadi gak lancar gini? Meskipun dia biasa gagapan, tapi gak pernah sampe separah ini. Pasti aura-nya Gaara deh. Iya, salahin aja cowok itu! "G-gomen." Hinata nggak lagi nunggu lama untuk ngelepas pelukannya.
"Lo kecapekan, gue ngerti. Nyantai aja, nggak perlu ketakutan gitu." Gaara mundur sedikit, nyadar kalo cewek yang duduk di sebelahnya ketakutan mirip domba di antara gerombolan serigala. Ya... dia emang udah setakut itu. Tangan yang meremas roknya, gemetaran. Dan dia terus-terusan nunduk untuk nyembunyiin matanya yang udah hampir nangis. Gaara sih berusaha untuk tetap jaga emosi. Dia bisa ngerti kalo ada orang terutama cewek yang takut sama dia. Kadang, ini justru yang diharapkan Gaara daripada mereka flirting kayak cewek-cewek yang sebelumnya dia temuin.
Kecepatan bis perlahan berkurang. Nggak lama, terlihat pemberhentian yang jadi tujuan Hinata. Dengan sangat hati-hati biar gak bersentuhan lagi sama cowok berambut merah eksentrik yang duduk di sampingnya, Hinata kelihatan nggak cukup nyaman pas mau turun. Gaara sendiri agak keterlaluan dengan sepasang kaki panjangnya yang ogah nyingkir meski Hinata pengen banget keluar dari kursi panas dengan selamat.
"Lo turun di sini?" Gaara tau-tau nanya. Karena refleks, Hinata ngangguk meski ragu. Setelah melihat ini, Gaara bangun dari kursinya. Hinata berterima kasih dengan sopan karena dia pikir Gaara lagi berbaik hati. Oh please... Gaara? Baik hati? Nggak akan terjadi!
Rasa lega cuma tinggal sebentar buat Hinata saat dia nyadar kalo tuh cowok ngeduluin dia nyamperin pintu bis. Setelah bis benar-benar berhenti dan pintu penumpang dibuka, Gaara turun dengan nyantainya. Hinata sih bisa aja turun, lalu menyebrangi jalan dan balik pulang. Tapi SALE yang cuma ada hari ini, terlalu sayang untuk dilewatin.
Hinata memberanikan diri untuk ngelawan kehendaknya sendiri yang penakut. Dia ngeyakinin dirinya sendiri, dia akan tetap aman di antara keramaian. Lagian, nggak ada yang bisa nyalahin Hinata cuma karena dia meluk Gaara. Kan nggak sengaja, ya nggak?
Halte bis yang jadi tujuan mereka, lumayan sepi. Sedangkan keramaian bertumpuk di sepanjang jalan yang sisi kanan dan kirinya berjubel toko-toko aksesoris, kedai makanan, dan beberapa meter dari jalan yang nggak ngizinin kendaraan masuk itu, terdapat pusat perbelanjaan terbesar di kota. Selain swalayan, mal juga nyediain department store dan kafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirt With the Devil
Hayran KurguHinata punya penyakit parah: pelor alias nempel molor. Jadi, Hinata pun berguru pada Gaara yang terkenal insomnia. Hinata, berjuanglah! GaaHina all the way~