Malam Itu....

18.8K 1.3K 95
                                    

Helen mendesah kesal.

Ia kesal pada ayahnya yang mati-matian menjodohkan dirinya dengan si playboy kaya raya pewaris Olympian Foods di mana ayahnya duduk sebagai salah satu dewan direksi. Ayahnya selalu begitu. Mencoba mengatur semua kehidupan anak-anaknya.

Dua kakaknya menerima dengan pasrah perjodohan mereka dengan putri-putri pengusaha ternama. Kadang hal itu berhasil baik, seperti pada Tyro, kakak pertamanya. Perkawinannya tampak adem ayem dan bahagia.

Tapi Balder , kakak keduanya terjebak dalam kekacauan. Istrinya tidak begitu peduli padanya, bahkan  terdengar selentingan kabar, wanita glamor itu pergi diam-diam dengan berbagai lelaki. Dan Balder tak mau kalah. Ia juga menyimpan koleksi sederet perempuan yang jelas terpampang di muka umum.

Ketika orangtua berulah, anak yang jadi korban. Eira, anak mereka yang belum genap lima tahun menjadi pemurung dan pendiam. Ia menjadi lebih dekat dan ceria pada Helen daripada kedua orangtua kandungnya.

Helen sering membawa keponakannya itu berkeliling mengikuti fashion show di dalam dan luar negeri. Melihat kondisi si kecil yang malang itu, Helen jadi sangat khawatir. Khawatir akan masa depan keponakannya dan juga masa depannya.

Ia paham maksud baik ayahnya. Titan Thanatos seperti ayah-ayah lainnya, sangat ingin anak-anaknya hidup terjamin secara finansial. Ia sangat paham itu.

Tapi jika pada akhirnya ia juga jadi salah satu korban ambisi ayahnya, ia tidak bisa terima sepenuhnya.

Gadis mana yang tidak tergiur pada ketampanan dan harta Jason Radyanta. Gadis bodoh saja yang begitu.

Dan Helen lama-lama merasa jadi salah satu gadis bodoh itu.

Pada awalnya ia tidak keberatan dijodohkan pada laki-laki itu. Dan Jason sendiri, entah bagaimana usaha ayahnya sampai si playboy kelas atas yang angkuh itu mau menerima pertunangan mereka.

Tunangan.... Hhhh... Helen mengeluh dalam hati. Tunangan model apa kalau laki-laki itu masih saja rajin tebar pesona pada wanita-wanita cantik yang menggodanya ? Helen tak ingin kisah kakaknya Balder terulang padanya.

Tapi sebagian besar itu karena tidak Helen tidak merasakan chemistry kuat di antara mereka. Hanya perasaan suka dan tertarik biasa. Laki-laki kaya tampan tertarik pada gadis cantik kelas atas yang fashionable.

Hanya itu.

Bukan jenis jatuh cinta yang membuat hatinya dipenuhi perasaan hangat dan membuatnya tersenyum selebar mungkin hanya dengan membayangkan seseorang itu.

Cincin bertahtakan berlian di jarinya mengingatkannya untuk kembali konsentrasi mengemudi.

Oh, tidak. Aku terlalu banyak melamun sampai tidak memperhatikan arah perjalanan, kata Helen dalam hati. Ia berusaha keras mengenali tempat-tempat di pinggir jalan yang dilaluinya, tapi usahanya nihil.

Ia semakin panik ketika jalanan yang dilaluinya mulai rusak dengan lubang berbatu tajam di sana-sini.

Sial. Di mana aku ?

Lampu-lampu jalan tidak semua menyala bahkan beberapa terlihat pecah. Gedung-gedung yang tampak sepi dan muram, dengan cat dan lumut yang saling menguasai, bermunculan di kanan dan kiri jalan.

Helen baru akan membuka GPS di ponselnya ketika mobilnya melindas sesuatu yang mengakibatkan salah satu ban mobilnya meletus.

Helen semakin tegang. Ia menghentikan seketika mobilnya. Ia memutuskan keluar setelah celingukan dan tidak melihat seorangpun di sekitarnya.

"Oh, sial ! Dobel sial !" Teriaknya marah. Lalu ia menahan suara dengan segera, takut seseorang mendengarnya.

Udara malam yang dingin menerpa kulit mulusnya. Ia menggigil karena rok sifon lembut di atas lutut itu tak mampu menahan terpaan angin yang berhembus.

The Giant And The GorgeousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang