12. Kalut

100 18 14
                                    

Sekiranya butuh waktu cukup lama bagi Aluna untuk benar-benar lupa dengan kerjadian-kejadian yang belakangan ini menimpanya. Semuanya akan jauh lebih mudah jika saja ia tak mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari Bang Ozi dan Daniel tentang pertemuannya dengan Raka, yang tentu saja malah semakin mengingatkannya tentang hari itu. Tentang bagaimana Ola menamparnya dan menginjak harga dirinya yang sudah dijatuhkannya terlebih dahulu, dan tentang bagaimana datangnya Arian justru menyadarkan akan betapa menyedihkannya dirinya saat itu.

Sesak. Bertemu lagi dengan Raka tak membuat semuanya selesai begitu saja. Kini Aluna mendapat masalah baru: entah kenapa setiap berpapasan dengan Arian, dadanya terasa sesak menahan malu dan sakit hati. Usahanya untuk tetap baik-baik saja seketika pupus setiap mata Arian dan Aluna bertemu.

Hari ini pun masih tak berbeda dari sebelum-sebelumnya; Aluna tidak semakin lebih baik dan hari tanpa revisi tak kunjung datang.

"Klien minta revisinya kelar sebelum jam 11. Soalnya jam 12 harus di-up. Terus tolong banget socmed kasih 4 alternatif lagi. Gue masih belum click antara input dari klien sama output dari kalian, pokoknya kalian kasih aja opsi-opsi lain. Jangan mau disetir sama klien," ujar Arian sebelum menutup briefing ke-8 minggu ini.

"Yeee, kitanya sih emang nggak mau disetir. Biasanya AE nih yang demen iya-iyain klien BM," celetuk Daniel.

"Enak aja! Kemarin pas meeting mereka yang iya-iya aja, giliran dikerjain, eh jadi rese!" sahut Joy.

"Oke, oke. Gue usahain biar klien mau ngerti. Pokoknya, sementara ini kerjain dulu revisian dari klien. Sampai sebelum jam 11," putus Arian.

"Gue meninggal aja apa ya. Lembur mulu libur kaga," keluh Karen sambil menatap punggung Arian dan Joy yang meninggalkan ruang meeting.

"Bikin digital doang ribetnya udah kaya bikin TVC."

"Tau dah. Request-nya buru-buru, duitnya boro-boro."

"Jangan ngeluh deh kalian. Kuli tuh nggak pantes ngeluh, tau."

Bang Ozi terkekeh mendengar keluh kesah rekan-rekannya ini. Mereka ini lucu, biarpun mereka mengeluh hingga berpeluh-peluh, toh akhirnya akan mereka kerjakan juga. Mereka, termasuk dirinya, sudah terbiasa menjalani hidup sebagai 'kuli iklan'. Memenuhi permintaan klien yang kadang tidak masuk akal, bekerja overtime, kurang tidur, sakit typhus, dan lain-lain. Setidaknya seseorang harus mengalami salah satu fase tersebut.

Matanya kemudian menangkap sosok Aluna yang sedari tadi tak banyak bicara, hanya menatap ponselnya dengan tatapan kosong, sambil terkadang menghela napas.

"Gue nyusul, ya. Mau makan siang dulu," ucap perempuan itu tiba-tiba. Air mukanya sudah tidak karuan. Lingkaran bawah mata yang menghitam dan mulai berkantung, wajah pucat walaupun hari ini Aluna memakai lipstik berwarna merah bold, dan juga wajah yang seakan-akan memberitahu tingkat stress yang semakin tinggi setiap harinya.

"Hari ini gue bawa LA menthol, Lun. In case lo butuh," ledek Daniel.

"Gue nggak nyebat, anjir." Aluna menimpuk kepala Daniel dengan notes yang selalu ia bawa.

"Ya udah, kelar langsung balik. Ntar dibagi dua aja kerjaan lo sama Naya. Oke, Nay?" kata Bang Ozi sambil melirik ke arah Naya.

Aluna pun mengangguk dan melenggang keluar. Satu-satunya hal yang terpikirkan saat ini adalah: gue harus minum kopi.




🌙🌙🌙



Fauzi Prasetya

Alluring AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang