Cast:
Alexander Aranda
Ezra Aranda
Chacho***
Alexander menyodorkan daging berwarna coklat kemerahan yang ia tusuk dengan ranting kecil pada Ezra. "Nih, makan. Sudah aku bakar dengan rata. Rasanya seperti sate favoritmu di Jakarta—"
"Tidak mau!" Ezra berteriak marah, menampik tangan Alexander yang mengulurkan daging bakar tersebut dengan keras. "AKU SUDAH BILANG AKU BENCI ULAR!"
Alexander mendesah. "Sudah dua hari kau hanya minum air. Makanlah, Ez. Kau butuh tenaga..."
"Pokoknya tidak mau!" Ezra melotot, siap mengamuk pada kakaknya. "Singkirkan daging itu dari pandanganku, Alex!"
Chacho melihat ke arah mereka berdua dengan sorot prihatin. "Uhm, Papi, mungkin kita bisa carikan ayam untuk adikmu—"
"Diam kau! Tak usah memberi harapan kosong padanya! Kita berada di tengah gurun, Bodoh!" Alexander berpaling ke arah Chacho sebentar, rautnya antara frustrasi dan kesal. Ia menurunkan daging bakar di tangan kanannya, duduk di samping sang adik tanpa bersuara lagi, lantas memakan daging itu sendiri dengan lahap.
Ezra memperhatikannya dengan mata berkaca-kaca. Perlahan, air mata turun membasahi pipinya yang kotor terkena debu, dan tak berapa lama anak laki-laki 10 tahun itu merengek stres.
"Mama... Mamaaa!! Mama, Ezra mau pulang!"
Alexander meliriknya sekilas. "Pulang ke mana? Ke Jakarta, atau menyusul Mama ke Surga?" tanyanya datar.
"ALEX!" Kali ini Chacho yang berteriak. "Ayolah, dia 'kan adikmu. Lebih haluslah sedikit..."
"Mamaaa! Kakak jahat, Ma...!"
Alexander mendengus, sukses melahap daging yang tadinya ditolak Ezra hingga habis. "Dasar bayi," cetusnya pendek.
"Arghh!!" Ezra memekik. Ia berdiri, memukul Alexander bertubi-tubi dengan tinju dan cakaran. Chacho susah payah melerai keduanya.
"Berhenti, kalian! Berhenti! Ya ampun, kalian sama-sama bayi, tahu?!"
BUGGH!!
"AWWW!!" Chacho meringis kesakitan, mundur dari arena pertarungan sambil mengelus rahangnya. Entah tinju siapa yang baru saja nyasar. Ia memperhatikan kakak-beradik Aranda tengah bergulat di atas rumput kering. Yang kecil sukses menindih sang kakak dan memitingnya.
"Minta maaf padaku! Cepat minta maaf!" Ezra mendelik buas dengan mata memerah.
"Minggir kau! Berhenti menindihku!" Alexander melotot tak kalah galaknya.
"MINTA MAAF DULU!"
"KAU YANG CENGENG KENAPA AKU YANG MINTA MAAF?!"
"Sudah, Ezito. Kakakmu sudah pucat pasi kau cekik begitu." Chacho menarik Ezra agar menyingkir dari tubuh Alexander, separuh mengangkatnya.
"LEPASIN!" Ezra berontak, membebaskan diri dari pegangan kuat Chacho. Saat ia berhasil dan bersiap menyerang Alexander lagi, gerakannya terhenti. Anak itu melihat Alexander berdiri perlahan, baru menyeka bulir air yang lolos turun dari sudut mata kanannya.
Keduanya bertatapan dalam diam.
Ezra menubruk sang kakak, memeluknya erat sambil menangis. Alexander balas memeluknya, mengecup ubun-ubun Ezra tanpa berkata apa-apa.
"Ay, Santa Maria!" Chacho berkacak pinggang sambil geleng-geleng.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Chartreuse - On the Other Side
Fiction généraleIni kayak semacam... persinggahan[?]. Jadi, ketika aku stuck dengan alur utama, aku suka refreshing, tetep nulis Chartreuse meski bukan untuk 'jalur resmi'. Kupikir ini juga bisa kubagi dengan kalian, apalagi yang mulai menanyakan update part :'v Nu...