12

292 19 10
                                    

Polisi masih mencari barang bukti untuk diselidiki lebih lanjut. Para karyawan dikantor masih kebingungan dengan hal yang terjadi. Tentunya masalah ini akan ditutupi dan tidak disebar.

"mas," panggil Rara ke Rian yang melamun menangis terdiam. Rian belum menjawab Rara.

"mas Ri-"

"Diem!" bentak Rian membuat Rara kaget.

Rara terduduk memohon kepercayaan. "a-aku gak ngelakuin itu, mas. Percayalah..."

"bukan. Bukannya aku gak percaya, Ra. Aku kecewa,"

"kecewa?"

"jawab aku, Ra. Kamu masih benci Naya kan?" tanya Rian tanpa melihat ke arah Rara.

"i-itu ak--"

"jawab aja iya apa enggak!"

"aku... Ya."

"kamu benci Naya cuma karena aku suka sama dia. Dan kamu kiranya dia cari perhatian ke aku?"

Rara terdiam melihat Rian yang mengalirkan air mata. Di seumur hidupnya, Rara baru kali ini melihat Rian menangis.

"bukannya sebaliknya, Ra?" Rian pergi meninggali Rara yang terdiam. Dia memilih untuk kerumah sakit dan menunggu hasil identifikasi kepolisian inggris.













"abis dari mana?" sambutan meriah dari coach Harry ke Kevin yang baru masuk ke ruang atlet. Death glare-nya sebagai kado tambahan.

Kevin menanggapi sebaliknya. Bukan takut, tapi malahan tersenyum kecil. "nih. tadi saya habis beli minum," Kevin menyodorkan sekaleng soda ke coach Harry. Ihsan mendengar gaya bicara baru Kevin, merasa bahwa ada yang baru.

"jadi, lo siapa?" sambung Ihsan.

"saya? Saya Rosietta. Singkatnya Rose,"

Ihsan mengernyit. Ia berpikir nama Rosietta itu nama perempuan. "lo cewe?"

"ehehe. Iya," Rose tersipu malu.

"lo kenapa kaya gitu si?" timpal Fajar.

"saya malu," jawab Rose dengan ayu dan manis.

Fajar terkekeh puas, "San, dia naksir lo San." Fajar menepuk-nepuk punggung Ihsan.

"serah lo,"

"Sini mbak Rose. Duduk disamping Aa Ihsan," Fajar menepuk sofa lapang disamping Ihsan. Ingin rasanya Ihsan menggeplak kepala Fajar.

Apa salah dan dosaku sayang. Cinta suciku kau buang-buang~

Ringtone ponsel Fajar berbunyi keras. Fajar mengangkat telepon yang masuk. "wa'alaikumsalam. Kenapa Jom?"

"gua gak balik ke tempat tanding, Jar. Gua lagi dirumah sakit sekarang,"

"HAH?! LO DIRUMAH SAKIT? LO KENAPA YAN?!" pekikan Fajar membuat seantero ruangan kaget dan penasaran ada apa dengan Rian.

"woy dengerin gua dulu,"

"eh iya iya. Suara lo bindeng. Abis nangis?"

"gak. Gua sehat-sehat aja. Jangan khawatirin gua. Gua cuma ngejenguk sahabat gua,"

"kirain lo kecelakaan anjir,"

"kagak elah. Udah dulu. Assalamualaikum,"

"ya, wa'alaikumsalam."

"Rian kenapa??" coach Harry sedikit khawatir dan panik.

"enggak coach. Dia dirumah sakit ngejenguk sahabatnya," jelas Fajar.

"ohh."











"excuse me sir. identification's completed. please come with me to the police station,"

"okay."

"kamu ikut, Ra." Rian menarik tangan Rara dengan kasar.

"m-mas sakit. Jangan kasar dong mas!"

Rian berhenti berjalan cepat dan badannya berbalik ke Rara. "kalo kamu gak mau dikasarin, jangan berontak." Rian segera melepaskan tangan Rara.

Skip.

Rian dan Rara duduk berdua didalam ruang sidang privasi. Barang bukti yang ditemukan polisi berderet diatas meja.

"from the results that we have examined. Ms. Tiara is guilty. from this result, we found a fingerprint that identifies you, Ms. Tiara." Rara menganga menatap Rian penuh tidak percaya.

"Ra. Kamu udah habisin kepercayaanku ke kamu,"

"mas aku bersumpah gak ngelakuin itu! Excuse me, sir. Ms. Nayendra is my sister. I will never and will not dare to kill my own sister! this is crazy!"

Rian mengabaikan perkataan Rara. Dia melihat kearah polisi meminta keputusan. "for sanctions, the perpetrator will be temporarily imprisoned until the results of the official trial are conducted."

Rian menengok ke arah Rara yang menangis. "take her," ucap Rian.

"mas! Aku gak ngelakuin itu!" Rara memberontak ketika dia diseret dua polisi wanita.

"mas percaya sama aku!" kalimat yang terakhir didengar Rian dari Rara sebelum masuk penjara. Rian membuang nafasnya.

Polisi menepuk bahu Rian pelan. Rian menatap polisi itu balik. "please be patient, sir." Rian membalasnya dengan senyuman.

"Naya... Hiks..." Rian menunduk menutup wajahnya dan menangis kembali.

Paradox | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang