3. Kebab darimu

57 6 0
                                    

Aku masih disini, diluar dunia menuju dinding yang menuju padamu, halah hanya khayalanku.

Coklat panas yang menemaniku, seharusnya yang menyukainya bukan coklat panasnya. Aku menyantap, menyaksikan langit biru muda itu akan menjadi jingga lalu gelap, terlalu sadis untuk aku jelaskan, bahkan tak ada satu ingatan pun tertinggal, dan terus bersamaku sejauh apapun aku membuangnya dengan sengaja.

🌯

"qil jangan marah dong" ska membuka pintuku dengan wajahnya seperti rasa bersalah
"jangan gitu ska, ical baik. Percaya ya sama gue?" dan aku tak mungkin menjauhimu ska,
"jadi baikan?" dengan tatapmu yang sinis dengan wajah ingin tertawa, namun aku yang tertawa duluan
"ska mau kebab" rayu ku mengambil ponselnya dari tangannya
"siniin dulu hp gue"
"lagi mabar itu qil" lanjutnya
"kebab yah?"
Ska menaruh ponselnya di hoodie kesukaannya, dengan pelan menaikan kacamatanya,
"ayok" ajaknya langsung meraih tanganku
"mau kemana anak anakku?" kata mami, saat melihatku lewat didepannya
"ditraktir ska mi"
"mami satu ya aqsa?"
Aku langsung menarik lagi keluar rumah.

Beberapa hari yang lalu, aku masih bersikap dingin pada ska, adin selalu memberi tahuku kalau ska itu terlalu polos untukku jutekkan, "rubah lah dirilo dikit, seenggaknya agak sedikit lekukan di bibir tajem lo tuh" Mungkin adin benar soal itu, temanku bahkan sahabatku yang mengetahuiku dengan benar.

"beli mobil apasi ska"
"pake kek mobil bunda lo"
"gue mau beli pake duit gue sendiri qil" jawabnya melihat wajahku melalui spionnya
"sampe kapan ska? mimpi lo ya?" jawabku tertawa, entahlah aku jahat banget waktu itu, ska diam tak menjawab sampai ia memberhentikan motornya di pinggir jalan yang tepat aku melihat kebab.

"3 mas, yang satu sausnya dikit, mayonesnya banyakin. Sama dagingnya lebihin ya mas"
"hafal ya?" kataku sembari menyenggolnya
"nanti kalo ga sesuai sama mau lo, lo minta balik lagi kesini"
"iya deh gue jahat, tapi galagi ska" aku membuka lebar mulutku, menunjukan kalau benar tertawa

Ditempat itu, tempat biasaku didalam komplek rumah adin, dekat situ ada tempat membeli kebab kesukaanku lalu caffe tempat coklat panas kesukaan ska. Namun anehnya ska selalu membawa coklat panas itu keluar dari caffe dan memakannya dipinggir tempat duduk kebab.

"udah panas gini lo masih aja beli itu?" tanyaku sembari mengigit kebab dan ska terlihat melihat cangkir coklatnya
"ga panas, mau hujan tau" katanya melihat awan
"pulang yuk ska"
"gue takut kehujanan" lanjutku
"sekali aja main hujan qil, rasain sensasinya" jawabnya sembari menyengir

Wajahnya, sangat aku hafal beberapa kalimatnya ataupun lekukan bibirnya saat mengeluarkan kata demi kata, sembari dengan senyumannya seolah tak pernah ada kata flat dalam dirinya.

"ical ngajak makan malem ini ska, gue seneng gitu sih" kataku yang sudah dilengkapi dengan hujan, namun aku dan ska malah meneduh
"dimana?"
"resto sudut situ"
"mau gue anterin?" tanyanya
"apasih lo, ical pasti jemput gue ska" kataku lagi memukul lengannya
"yakin haikal dateng?" aku langsung membulatkan mata,
"please ska gue gamau ada perang dunia keberapapun sama lo" pastinya aku memalingkan wajah
"kenapa?" tanyanya
"nanti gue gabisa deket lo"

Tatapmu kala itu, entah ada rasa bercampur apa kala itu, yang aku rasa saat itu hanyalah biasa. Namun aku insan yang bodoh tak melihat deskripsi yang sangat jelas dari tatapmu.

"udah yuk pulang"

🌯

Seperti kataku, malamnya hujan mulai mereda, ical tepat menungguku di pagar rumah. Aku melihat jelas ska melihat lewat jendela kamarnya, pastikan memberi jempol kananya sembari tertawa penyemangat.
Aku dengan balutan gaun sedengkul, mengharap ical akan melihatku malam ini dengan indah.

"gue mau ke toilet?"
"iya" jawabku.

Namun ku temui jam dinding terus meledek, kulihat jam resto yang berpindah angka saat itu juga, makananku pun perlahan habis dan pesanan ical terlihat dingin. Aku coba berjalan menuju toilet, bermaksud mencari ical

"mas maaf, ada orang gak didalem?"
"ohh gak ada mba" jawab cleaning service dengan mudah
"makasih" kataku langsung pergi
Entahlah, perasaanku berubah berkeping. Air mata ku temui jatuh, aku langsung mengambil tas dari meja.

"halo?"

Pastinya, mungkin hanya ska. Yang ada saat kapanpun, aku menelfon ska memberi tahu kalau ical telah pergi tanpa ku ketahui.

"udah gue bilang kan?" tanyanya memegang tanganku
"tapi apa alesannya ska? gue jelek?"
"sst kok lo ngomong gitu? aqila gue gaada kata jelek"
"coba kalo lo itu ical, ska. Gue pasti seneng banget digituin"

Bodohnya aku kala itu membandingkanmu dan menjadikanmu ical. Dirimu ialah ska, Aqsa yang aku kenal dengan baik, bukan ical yang meninggalkan begitu saja tanpa pamit. Dia pikir aku tak punya hati?

*

Menuju malam, aku kembali ke apart untuk beristirahat, ku lupakan sejenak tentang ska. Mengganti baju dengan piyama, mencuci muka sebelum tidur. Belum, tidak semudah itu aku terlarut tidur, ku buka mac untuk memastikan bahwa ada kabar tentang ska, kembali ke apart pun masih tentang ska.

Ku buka gmail, aku membuka kembali pesanku yang aku kirim 2 bulan yang lalu, namun aku tak tahu telah ska buka atau tidak, hanya lewat gmail yang aku sanggupi.

"mami gimana? udah minum obatnya?" sehari harus aku cukupkan menelfon mami di Jakarta
"udah sayang, kamu jangan capek capek ya disana, good night" mami menutup telfonnya. Bagiku mendengar suaranya membuatku ingin kembali ke masa bersama ska.

"gue kangen lo ska" kataku melihat fotonya waktu ditaman kanak
"selamat malam, gue masih tunggu lo disini ska, cepet pulang ya" kataku sembari ingin marah melihatnya dalam foto namun air mata tak mendukung.

*

"Hidup itu tentang berjalan, sesulit apapun lo, sesusah apapun cobaan yang lagi ada sama lo, lo harus tetep berjalan qil, kalo lo berhenti sedikit, lo bakal ketinggalan tujuan lo" kata ska sambil merangkul ku serta mengapus air mataku
"tapi hidup gue tentang ical, ska" jawabku dengan mudahnya tanpa memikirkan
"iya iya gue tau, besok kita ketemu sama ical ya?"
"jangan nangis, nanti matanya jadi hitam"
"ko hitam?"
"maskaranya sama eye linernya jadi mess" lanjutmu dan aku tertawa.

sekiranya, hampir.  [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang