Dia Pangeran, Aku Putri Duyung

4.3K 249 4
                                    

Suatu hari di musim panas, akhirnya aku bisa melihat Uchiha Sasuke dari dekat. Dia sedang tidur di ranjang Ruang Kesehatan saat aku masuk untuk mencari kartu langganan kereta milik temanku yang jatuh.

Kalau diperhatikan lebih dekat, Uchiha Sasuke seperti cowok biasa. Rasanya semua hal yang biasanya tersembunyi darinya, berkurang banyak. Saat dia berbaring, rambutnya jatuh ke bantal, wajahnya jadi terlihat jelas. Sinar dari jendela membuat hidungnya tampak semakin ramping. Bibirnya juga bagus. Keringat di lehernya tampak berkilau karena sinar matahari.

'Pasti panas, ya?'

Bagian bawah kemeja sekolahnya selalu dikeluarkan. Kakinya...

'Lho? Kok masih pakai sepatu?'

Aku menatap wajahnya sekali lagi, dia masih tidur. Pelan-pelan, kubuka sepatunya. Jari-jarinya terlindung kaus kaki putih yang bersih.

Kalau musim panas seperti ini, pakai kaus kaki akan terasa menyiksa. Kulepas juga kaus kakinya. Jari-jari kakinya terlihat panjang dan lucu. Aku hampir tertawa. Kubekap mulutku agar tak menimbulkan suara.

Dia bergerak sedikit, alis matanya mengikuti gerakan keningnya yang berkerut.

'Apa dia mimpi buruk?'

Aku berdiri tak bergerak, memperhatikan Uchiha Sasuke yang menggaruk-garuk lehernya saat tertidur pulas di Ruang Kesehatan.

Kubuka jendela yang berada tepat di atas bagian kepala ranjang. Suara gesekannya tak juga membangunkan sang Pangeran yang tertidur. Angin musim panas yang baru masuk, membuat Sasuke bergerak lagi. Kali ini dia berbaring terlentang sehingga lehernya menerima angin.

'Nah, sudah segar, kan?'

Aku terus berdiri di dekat ranjangnya sampai akhirnya bel tanda masuk berbunyi. Entah kapan lagi aku bisa menerima hak istimewa ini; sendirian bersama Sasuke, memandanginya sepuas hatiku tanpa perlu merasa takut, dan menyentuhnya.

Perasaan sukaku pada Sasuke terjadi begitu saja. Di bulan April saat jadi junior di sekolah, kami semua dibawa ke ruang auditorium untuk mendengar pidato panjang Kepala Sekolah dan juga proses pengenalan para guru-guru yang akan mengajar. Aku dan Sasuke tak pernah berada di kelas yang sama. Bahkan sampai sekarang di tahun senior-ku. Satu-satunya kesempatan aku bisa duduk di dekatnya adalah hari itu.

Aku sering dengar banyak hal tentang Sasuke. Ucapan dan sikapnya sama-sama dingin. Dia tak bertegur sapa dengan siapa pun. Banyak dari siswa laki-laki yang tak suka padanya. Tapi hampir semua siswi perempuan selalu berebut mencari perhatiannya. Saat junior, dia ikut Klub Tenis, tapi keluar setelah menang di lomba antar perfektur. Setelah itu dia tak pernah bergabung dalam klub apapun.

Aku suka memperhatikan Sasuke dari jauh, setiap saat kulakukan itu, aku ingat wajahnya saat dia duduk di sampingku di ruang auditorium sekolah.

Aku tidak tahu apa tepatnya, tapi saat itu, seluruh perhatianku tertarik begitu saja pada sosoknya yang terus berdiam diri dan tak peduli. Lalu tiba-tiba dia menoleh padaku, menatap mataku, memperhatikan wajahku, lalu menyentuh rambutku. Yang terakhir, dia tersenyum kemudian menatap hampa panggung utama auditorium.

Aku ingin tahu apa yang ada di pikirannya saat itu.

-:-

"Bagaimana? Ketemu nggak kartu langgananku?" Tayuya menarik lenganku saat aku baru mau masuk kelas. Kuangkat kartu langganan kereta miliknya. Dia melemaskan bahu, "Syukurlah! kalo gini, aku nggak perlu beli karcis lagi, deh."

Dengan santai, Tayuya melingkarkan lengan kanannya di bahuku, "Thanks, Hinata-chan! Nanti aku traktir." Tayuya memberi kecupan pada kartu langganan kereta miliknya, "Kamu kemana aja sih, kartuku sayang? Kangen, nih."

Another ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang