Chapter 14

7 3 2
                                    

" Sahabat memang berperan penting dalam kisah cinta sahabatnya "
[TaniaNia]


"Aku harus mempersiapkan mental sebaik mungkin."
ucap Tania pada dirinya sendiri.

Mungkin hari ini, Tania harus menghadapi kenyataan bahwa ia akan berhadapan dengan sahabatnya. Walaupun setiap hari ketemu tapi kali ini beda. Sebenarnya Tania sedikit ragu, dia takut aja, seandainya Sika tidak percaya dengan apa yang akan dikatakannya nanti. Bukti pun Tania tidak punya, hanya modal lihat pakai mata kepala. Padahal orang itu bisa percaya karena bukti.

"Optimis dong, kamu pasti bisa.".
kata seorang lelaki dari sebrang telfon.

" Tapi, kalau aku nantinya di tuduh fitnah gimana dong?"

"Ayolah Tan, jangan berpikir negatif."

"Aku cuma takut aja Jack, kalau semua bakal kacau."

"Stop deh Tan, jangan ngaco."

Tania memutuskan sambungan telfonnya setelah dirasa pembicaraan cukup.

Deg

Aura dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, gemetar mulai melanda. Berani atau tidak berani Tania harus membongkar semuanya, entah apa yang akan terjadi nanti. Ini semua ia lakukan untuk wanita di hadapannya sekarang, Sika sahabatnya.

" Bilang sekarang apa nanti ya?"
Batin Tania

"Kamu kenapa bengong?"

"Ti...ti...dak apa-apa."
kata Tania terbata-bata.

"Aneh gitu, kenapa Tan? kamu kok kelihatan gelisah gitu?"

"Aku mau ngomong penting sama kamu."
Kata Tania yang mulai memberanikan diri.

Sika pun bingung dengan tingkah Aneh yang dilakukan Tania.

"Ngomong aja."

"Gini Ka......"

Tania mulai menceritakan kronologi yang dilihatnya hari lalu bersama Coco. Saat Chan selingkuh hingga waktu Chan mencium rakus wanita selingkuhannya.

"Gitu. Aku lihat pakai mata kepala aku sendiri. Jadi mending kamu putusin dia aja Ka, dia itu cowok brengsek, nggak pantas buat kamu."

Sika diam setelah mendengar cerita pahit itu, ia bingung harus percaya atau tidak dengan sahabatnya. Sesaat kemudian ia mulai berbicara dengan mata berkaca-kaca.

"Aku nggak percaya kalau Chan tega lakuin itu."

"Kamu nggak percaya karna kamu nggak lihat sendiri."
Ucap Tania dengan tegas.

"Aku yang dulu kenal Chan daripada kamu. Aku tau kok dia itu cowok seperti apa."

"Kamu boleh cinta, tapi jangan karena cinta kamu jadi tolol."
maki Tania.

"Tau apa kamu tentang aku, kenal juga belum lama sudah belagak tau segalanya."

"Emang kita kenal juga belum lama, tapi aku sudah menganggap kamu seperti saudara aku sendiri. Mana mungkin aku ngomong gini kalau aku nggak lihat sendiri, logika dimainin dong jangan pakai perasaan."

"Aku sudah tau kamu dari dulu emang nggak pernah suka kok sama Chan, jadi wajar kalau kamu fitnah dia kaya gini."

"Eh tolol, dia itu nggak ada bedanya sama sampah."
ucap Tania sembari menunjuk tong sampah yang terletak di sudut ruangan.

Plakk

Tangan mungil Sika mendarat dengan keras di pipi mulus Tania, menimbulkan bekas merah di pipinya.

"Sahabat macam apa kamu ini."
Bentak Sika dengan seluruh tenaganya.

"Terserah kalau kamu nggak percaya. Jika kedok dia kebongkar, dengan kamu melihat sendiri kelakuan Chan dibelakang kamu seperti apa. Kamu bakal cari-cari aku dan mengemis minta maaf. Oh iya sampai lupa, kamu juga bakal ngerasa bersalah telah melukai hati Coco karna cowok brengsek kaya Chan."

"Emang ya kamu sama Coco itu sama aja. Sama-sama nggak punya hati."

"Tolol."

Setelah berucap demikian, Tania meninggalkan Sika yang sekarang menangis dengan histeris.

"Tega kamu Tan."
kata Sika di sela tangisnya.

Tania duduk di pinggir jalan, memandang kendaraan yang berlalu lalang. Sesekali tangannya terangkat untuk menyapu air mata yang mengalir.

"Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Itu saja."
Kalimat itu keluar dari mulut Tania.

Tiba-tiba tangan seseorang berada didepan wajah Tania dengan menggenggam tisu, kemudian wajah Tania terangkat untuk melihat pemilik tangan itu. Saat manik mata Tania sudah tepat melihat wajahnya, ia langsung beranjak dari tempat duduk lalu memeluk orang itu dengan erat.

"Jack, Sika pasti membenciku."
Ucap Tania sembari menangis di pelukan Jack.

Jack belum berucap apapun , ia hanya ingin Tania menangis dulu untuk meluapkan segala kesedihannya.

Beberapa detik kemudian, Tania melepaskan pelukannya dan mengambil tisu yang diberikan Jack. Tania menyapu air matanya menggunakan tisu itu.

"Pejamkan matamu!"
Pinta Jack pada Tania.

"Mau apa?"

"Pejamkan dulu."

Tania pun menuruti perintah Jack, Jack yang sudah melihat Tania terpejam lalu

Cup

Ia mencium kedua mata Tania dengan lembut secara bergantian. Tania tidak marah dengan perlakuan Jack terhadapnya, ia membuka mata lalu tersenyum.

"Tenanglah, dibalik masalah pasti ada jalan keluarnya."
Ucap Jack untuk menenangkan Tania.

"Boleh pinjam bahumu sebentar untuk bersandar?"

Jack mengangguk, menyimbolkan bahwa ia memperbolekan. Segera Tania memposisikan kepalanya yang sedikit pening faktor kebanyakan menangis.

Jack bisa merasakan betapa rapuhnya wanita didekatnya saat ini. Terlihat dari matanya yang sembab, wajahnya yang pucat dan penampilannya yang sedikit acak-acakan.

Aku tidak tau, sejak kapan aku mulai tertarik padamu.
-JackPamungkas-

COMFORTABLE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang