CHAPTER 6

280 41 0
                                    

Waktu berlalu mengikuti alurnya, mengabaikan mereka yang mengharap waktu terulang kembali dan memperbaiki seluruh kesalahan dimasa lalu. Apa jadinya jika hal itu terjadi? Mungkin tidak akan ada orang berbuat kesalahan di muka bumi ini jika mereka bisa mengatur waktu sesuai keinginan.

Dua bulan sejak waktu yang menyedihkan itu terjadi, selama itu pula gadis berkerudung itu menyandang status pengangguran. Tidak ada satu tempat pun mau menerima jasa tenaganya atau bahkan sekedar membaca surat lamaran yang dibuatnya.

Memang menyedihkan! Hidup bergantung pada sang adik yang bekerja keras mengikuti setiap olimpiade dan menggunakan uangnya untuk hidup keduanya. Pria kecil itu memang tidak mengeluh tapi tidak seharusnya dia tertekan karena harus belajar lebih giat untuk menang dalam setiap lomba atau olimpiade.

Mencari uang adalah tugasnya sebagai kepala keluarga pengganti ayah dan ibu. Sang adik adalah tanggungannya tapi sangat menyedihkan jika dia tidak bekerja dan kembali membiayai sekolah sang adik beserta keperluannya.

Seharian berkeliling memang sangat melelahkan, sejenak dia melangkahkan kakinya menuju taman Hangang dan duduk disalah satu kursi besi dibawah salah satu pohon bunga cherry yang masih bermekaran.

Ini bukan saatnya berputus asa, pasti ada jalan. Allah tidak membuat satu jalan  melainkan banyak hanya saja mungkin belum saatnya ia menemukan jalan tersebut dan memilih tetap bersabar. Gadis itu meneguk air mineral yang terletak dalam botol plastik kemudian memakan sepotong kimbap segitiga.

Hampir setiap hari, dirinya berkeliling untuk sekedar mencari pekerjaan yang belum didapat hingga saat ini. Lalu bagaimana dengan scandal gosip itu? Ia sangat bersyukur dan berterima kasih pada Eunkwang dengan perkataannya didalam pers. Berkat itu dia tidak lagi mendengar berbagai jenis makian saat berjalan ditrotoar atau sekedar membeli sesuatu di minimarket.

Gadis itu mengecek ponselnya dan melihat waktu yang sudah sore. Namun, matanya melebar saat mendapati sebuah pesan dari seseorang. Segera ia membaca pesan itu dengan seksama. Sudut bibirnya terangkat melebarkan senyum. Sena beranjak dari duduknya dan berlari meninggalkan taman hangang dengan cepat seolah sesuatu baik baru saja menimpanya.

Saat ini gadis berkerudung itu tengah berada disebuah gedung agensi yang masih tidak terlalu dikenal karena baru dibentuk setahun yang lalu. Senyum manisnya tidak memudar sama sekali, ia berdiri tegak disalah satu ruangan berhadapan dengan seorang wanita berkerudung dan lima orang pria.

“Hei! Berapa kali aku menelponmu!”

Mianhaeyo, eonni... Aku tidak mengecek ponselku sama sekali” balasnya.

“Tugasmu adalah membuat gaun pernikahanku dengan Yoseob oppa sekaligus setelan jas untuk mereka. Jika mereka semua menyukai hasilnya maka kau akan bekerja disini” jelas wanita itu.

“Sungguh?”

“Eoh!”

Arasseo, aku akan melakukannya” tegasnya tanpa penolakan.

Tuhan memang selalu adil dalam membagi rahmat kepada setiap umatnya. Usaha yang keras pasti akan mendapat bayaran yang serupa, selagi orang tersebut tidak berhenti untuk mengingat nama Tuhan sebanyak mungkin.

Gadis berkerudung itu kembali kerumah dengan senyum yang masih terjaga. Sesekali ia bersenandung kecil untuk mengungkapkan isi hati yang sedang penuh oleh bunga cherry bermerkaran. Ia menenteng sebuah paket ayam goreng dan dua paket jajangmyeon yang akan disantapnya bersama Seho sebagai rasa syukur atas semua kebaikan Tuhan.

(***)

Diruangan yang sakral dan disaksikan oleh banyak orang, munculah sepasang kekasih halal yang baru saja selesai mengikrar janji kepada sang maha Pencipta Allah SWT. Ikrar suci yang disaksikan oleh keluarga dan malaikat-malaikat penghuni masjid.

Sepasang pengantin muslim itu muncul dari balik pintu yang tertutup, keduanya bergandeng tangan seraya tersenyum dengan penuh kebahagiaan. Semua orang diruang penuh hiasan pita dan mawar itu berdiri seraya bertepuk tangan mengiringi kebahagiaan mereka berdua.

Kebahagiaan itu seolah memenuhi ruangan tersebut tak terkecuali Sena yang hadir sebagai tamu undangan. Ia tersenyum lebar kepada kedua mempelai yang tampak serasi.

“Hei! Ku akui gaun buatanmu sangat bagus!” bisik seorang pria yang berdiri disamping Sena seraya mengangkat dua jempolnya.

Gamsahamnida, sajang-nim

“Aish! Oppa... Oppa... Hanya oppa. Itu terlihat tua untukku!” ralat pria itu.

“Aaah... Mianhae. Aku belum terbiasa”

Keduanya kembali pada kebahagiaan masing-masing, pria itu sudah tidak lagi berdiri disampingnya melainkan bergabung dengan teman-temannya yang sibuk berebut posisi foto bersama pengantin.

Nuna...”

Bisikan lain terdengar ditelinga gadis itu, ia mendapati sang adik berdiri tepat dibelakangnya dan memberi isyarat untuk diikuti. Sena mengangguk dan mengikuti kemana kaki adiknya pergi.

Keduanya terhenti tepat dihalaman masjid Central Seoul yang masih satu lokasi dengan tempat berlangsungnya pernikahan. Seho merogoh saku blezer dan mengeluarkan ponselnya.

“Aku tidak tahu bagaimana mengatakan ini, tapi... Aku harus mengatakannya”

“Ada apa?”

To Be Continue...

Note:
Sajang-nim(사장님): Bos

THE TIME: When I Love You ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang